Inilah Alasan Kenapa Harga BBM Subsidi Tak Harus Naik
Teman, ketika artikel ini saya posting, Indonesia sedang gundah. Sedikit bergejolak. Rencana kenaikan harga BBM Subsidi alias Premium yang menjadi penyebabnya.Dalam konteks dinamika ini, setiap orang berhak memilihi sikap. Pro atau kontra terhadap rencana kenaikan harga bensin premium tersebut. Dan, saya memilih untuk MENOLAK rencana kenaikan BBM tersebut.
Sikap PENOLAKAN saya ini semakin menguat setelah saya membaca ARGUMENTASI PENOLAKAN KENAIKAN BBM yang menjadi landasan argumen di forum debat antara Pemerintah dan Parlemen. Sekadar untuk berbagi, berikut saya share untuk Anda.
Ada 3 (tiga) argumentasi yang digunakan Pemerintah sebagai alasan untuk menaikkan BBM bersubsidi, yakni:
- APBN akan jebol jika harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan.
- Selama ini subsidi BBM tidak tepat sasaran. BBM harus dinaikkan sehingga subsidi Pemerintah kepada masyarakat miskin semakin tepat sasaran.
- Jika BBM tidak dinaikkan, defisit APBN akan mencapai 3,6 persen (melampaui batas maksimal defisit anggaran sebesar 3 persen yang diamanatkan UU Keuangan Negara). Dalam Penjelasan Pasal 12 ayat 13 pada UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa “defisit anggaran perlu dibatasi maksimal 3 % dari Produk Domestik Bruto atau PDB.
Nah, berikut ini adalah ARGUMENTASI yang “mematahkan” ketiga argumentasi PEMERINTAH tersebut di atas:
ARGUMEN BAHWA JIKA HARGA BBM Subsidi TIDAK NAIK maka APBN akan “JEBOL” ADALAH TIDAK BENAR.
Menurut argumentasi Pemerintah:
- Harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price) yang dijadikan sebagai asumsi perhitungan dalam APBN 2012 adalah senilai 90 USD per barel. Namun faktanya, harga minyak mentah dunia saat terus naik hingga mencapai di atas 120 USD per barel. Karena itu, di dalam RAPBNP 2012 asumsi ICP tersebut dinaikkan menjadi 105 USD per barel.
- Dengan kenaikan asumsi tersebut, PEMERINTAH memprediksi subsidi BBM tahun 2012 subsidi akan melonjak mencapai Rp 178,7 triliun melebihi besaran yang sudah ditetapkan dalam APBN 2012 yaitu sebesar Rp 123,6 triliun akibat fluktuasi harga minyak dunia. Prediksi tersebut dengan asumsi ICP senilai 105 USD dengan kurs Rp 9.000.
- Itu artinya terjadi pembengkakan atau KENAIKAN SUBSIDI sebesar Rp 55,1 triliun(dari Rp 123,6 triliun naik menjadi Rp 178,7 triliun) dengan asumsi volume BBM bersubsidi sebesar 40 juta kiloliter.
ARGUMENTASI Pemerintah tersebut “patah” dengan penjelasan-penjelasan dan argumentasi berikut ini:
- Jumlah KENAIKAN SUBSIDI BBM menurut perhitungan Pemerintah adalah senilai Rp 55,1 triliun. Asumsinya, jika Negara/Pemerintah TERNYATA MEMILIKI dana sebesar Rp 55,1 triliun untuk menutupi kenaikan subsidi tersebut maka harga BBM Subsidi TIDAK PERLU NAIK.
- LOGIKA berfikir bahwa Harga BBM Subsidi TIDAK PERLU NAIK adalah sebagai berikut:
- Untuk menutupi kebutuhan KENAIKAN SUBSIDI senilai Rp 55 Triliun tersebut Pemerintah bisa memperolehnya dari sumber-sumber berikut ini:
No
|
Sumber Penerimaan
|
Nilai (Rupiah)
|
1
| Penerimaan dari Kenaikan Harga Crude Oil *) |
47,0 Triliun
|
2
| Pemotongan Subsidi Listrik **) |
26,6 Triliun
|
3
| Penghematan Belanja Kementerian dan Lembaga (KL) |
18,9 Triliun
|
JUMLAH
|
92,5 Triliun
|
Sebagai Catatan:
- *) Asumsinya, kenaikan harga ICP menjadi 105 USD berarti juga menaikkan asumsi penerimaan ekspor minyak mentah. Menurut perhitungan Komisi VII DPR-RI, kenaikan penerimaan ekspor minyak mentah sebesar 930 ribu barel/hari adalah senilai Rp 47 Triliun.
- **) Komisi VII DPR-RI dan Pemerintah telah sepakat untuk melakukan pemotongan Subsidi Listrik hingga senilai Rp 26,6 Triliun.
- Dari ketiga sumber penerimaan tersebut di atas nilai devisa yang bisa dikumpulkan sudah MELEBIHI Rp 55,1 Triliun.
- Masih ada beberapa sumber penerimaan dan penghematan lain, yang bisa dioptimalkan untuk MENYEHATKAN APBN 2012 yakni: Penerimaan Gas dengan volume 2,27 juta barel setara minyak per hari; Optimalisasi penerimaan Cukai; Penerimaan dari Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Roda Empat (Mobil, dll)
BEBERAPA ASUMSI PEMERINTAH YANG HARUS JUGA DILURUSKAN:
- Menurut perhitungan PEMERINTAH, potensi penerimaan jika BBM Subsidi naik senilai Rp 1.500 per liter MAKA dengan asumsi bahwa quota BBM yang disubsidi sebesar 40 juta kiloliter maka total penerimaannya menjadi Rp 60 Triliun.
- Setelah dikurangi dengan quota Minyak Tanah (kerosen) yang harganya tidak naik maka jumlah penerimaan negara setelah BBM Subsidi naik menjadi Rp 53 Triliun.
- Menurut data PEMERINTAH berikut ini adalah alokasi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM, adalah sbb:
No |
ALOKASI
|
Nilai (Rupiah)
|
1 | BLSM senilai | Menurut RAPBNP 2012 senilai:Rp 30,6 Triliun |
2 | Subsidi Angkutan Umum | |
3 | Subsidi Raskin (3,5 jt kelg x Rp.1500 x 14 bln) | |
4 | Subsidi pendidikan siswa miskin |
- Dengan asumsi bahwa potensi penerimaan negara setelah BBM Subsidi naik adalahRp 53 Triliun maka SISA PENERIMAAN atas dasar kenaikan tersebut adalah:
Potensi Penerimaan Jika Harga BBM Subsidi NAIK |
Rp 53,0 Triliun
|
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM |
Rp 30,6 Triliun
|
SISA PENERIMAAN |
Rp 22,4 Triliu
|
- Dengan fakta tersebut di atas, JIKA HARGA BBM SUBSIDI NAIKmaka sesungguhnya Pemerintah hanya memperoleh tambahan uang senilai Rp 22,4 Triliun. Pertanyaannya, “apakah dengan hanyaTAMBAHAN Rp 22,4 Triliun maka akan membuat APBN dengan nilai total Rp 1.548,3 triliun itu JEBOL? Sungguh tidak rasional. Yang dibutuhankan HANYA tambahan sebesar 1,44%.
22,4 Triliun 1.548,3 Triliun | X 100% | = 1,44% |
ASUMSI PEMERINTAH BAHWA SELAMA INI SUBSIDI BBM Tidak TEPAT SASARAN ADALAH TIDAK BENAR
Menurut argumentasi Pemerintah:
- Senin, 13 Desember 2011, Pemerintah melalui Menko Perekonomian Hatta Radjasa dan Menteri ESDM menyatakan bahwa “25% orang kaya menikmati 77% subsidi BBM”. Situs resmi Kementerian ESDM menyatakan bahwa selama ini “subsidi dinilai salah sasaran bukan ke kalangan miskin tapi kepada yang mampu sebanyak 70%. Subsidi hanya habis kepada roda empat.”-
- Menteri ESDM Jero Wacik pada rapat dengan Komisi VII DPR-RI Selasa, 13 Maret 2012 menyatakan bahwa selama ini hampir 77% subsidi BBM dinikmati oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi yang tidak pantas menikmati subsidi.
Berikut ini adalah serangkaian HASIL SURVAI yang menyatakan bahwa ARGUMENTASI PEMERINTAH yang menyatakan bahwa SUBSIDI BBM TIDAK TEPAT SASARAN karena dinikmati oleh KELOMPOK MENENGAH KE ATAS adalah TIDAK BENAR.
- Data Susenas BPS menunjukkan bahwa 65 persen bensin ternyata dikonsumsi oleh masyarakat kelompok miskin dan menegah bawah (tergambar di BAGAN). Termasuk di dalamnya (29 persen) dikonsumsi oleh kelompok miskin. Sebagaimana data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, dari pengolahan data Susenas BPS, diperoleh bahwa ternyata sebanyak 64 persen bensin dikonsumsi oleh rumah tangga dengan pengeluaran kurang dari US$ 8 per hari atau kurang dari US$ 2 per kapita hari. Sementara kelompok rumah tangga menengah atas dan kaya, atau rumah tangga dengan pengeluaran US$ 40 ke atas hanya mengkonsumsi 8 persen dari seluruh bensin.
- Dengan demikian dapat simpulkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang mengunakan bensin adalah rumah tangga miskin dan menengah bawah.
Oleh karena itu, dapat DISIMPULKAN bahwa:
“subsidi BBM ternyata lebih banyak dinikmati oleh kelompok menengah bawah. Sangat berbeda dengan klaim PEMERINTAH bahwa 77 persen subsidi BBM dinikmati oleh 25 persen kelompok rumah tangga tertinggi.”
Bagan 1: Konsumsi BBM Bersubsidi Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga
Keterangan:
- Klaim PEMERINTAH bahwa subsidi BBM TIDAK TEPAT SASARAN karena sebagian besar dikonsumsi oleh pemiliki KENDARAAN RODA EMPAT atau MOBIL juga TIDAK BENAR. Hal ini bisa dibuktikan dengan Hasil Survai bahwa ternyata:
Pengendara Sepeda Motor pengguna BBM Subsidi |
64%
|
Pengendara MOBIL pengguna BBM Subsidi |
36%
|
Dokumen Bank Dunia tentang skenario pengurangan subsidi BBM menunjukkan bahwa dari total bensin premium yang dikonsumsi oleh rumah tangga, 64 persennya dikonsumsi oleh sepeda motor. Sedangkan untuk mobil hanya 36 persen.Mengingat sebagian besar pemilik sepeda motor adalah masyarakat kelas menengah ke bawah, MAKA berarti selama ini bagian terbesar subsidi bensin premium (64 persen) dikonsumsi oleh kelompok kelas menengah dan bawah, bukan oleh kelompok kaya.
ASUMSI PEMERINTAH BAHWA JIKA HARGA BBM SUBSIDI Tidak DINAIKKAN MAKA DEFISIT ANGGARAN MELEBIHI BATAS 3% ADALAH TIDAK BENAR.
Menurut argumentasi Pemerintah:
- Jika BBM tidak dinaikkan, defisit APBN akan mencapai 3,6 persen (melampaui batas maksimal defisit anggaran sebesar 3 persen yang diamanatkan UU Keuangan Negara). Dalam Penjelasan Pasal 12 ayat 13 pada UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa “defisit anggaran perlu dibatasi maksimal 3 % dari Produk Domestik Bruto (PDB).
BERIKUT ADALAH ARGUMEN YANG MEMATAHKAN ASUMSI PEMERINTAH TERSEBUT:
Menurut Ringkasan Perubahan RAPBN-P 2012:
- Jika Harga BBM Subsidi NAIK sebesar Rp 1.500 per liter maka Defisit Anggaran mencapai 2,23%.
- Jika Harga BBM Subsidi TIDAK NAIK maka Defisit Anggaran sebesar 2,6%.
- Jika digabung dengan rata-rata Defisit Anggaran APBD Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota yang > 0,5 % maka Pemerintah mengasumsikan DEFISIT ANGGARAN APBN mencapai = 2,6 % + ( > 0,5% ) = lebih dari 3,1 %
Asumsi PEMERINTAH tersebut di atas menjadi tidak relevan karena ternyata UU NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA TIDAK MENGATUR asumsi penggabungan Defisit Anggaran antara Defisit Anggaran APBN dan APBD seperti diasumsikan oleh Pemerintah.
SELAIN ITU, jika Defisit Anggaran yang 2,6% tersebut diputuskan dengan:
- Mengurangi faktor resiko konsumsi listrik yang sebesar 26,6 triliun; dan
- Mengurangi faktor resiko konsumsi BBM yang sebesar 24,6 triliun;
Maka, besaran DEFISIT APBN menjadi hanya 2% saja terhadap PDB.
Penulis: Kalipaksi