Utang Luar Negeri Indonesia Makin Menggunung
Pertumbuhan utang luar negeri Indoneisa yang meningkat pesat dalam lima tahun terakhir patut diwaspadai.
"Pemerintah harus melakukan transformasi kebijakan utang dari yang hanya berbasiskan jasa keuangan. (Utang untuk menutup defisit atau utang untuk utang) ke arah peningkatan produktivitas ekonomi riil masyarakat," tutur Anggota Komisi XI DPR RI, Arif Budimanta, dalam keterangan tertulis, hari ini.
Dari data Bank Indonesia (2012) Pada tahun 2006 total utang luar negeri Indonesia sebesar US$132,633 miliar sedangkan pada tahun 2011 telah menjadi US$221,600 miliar.
Utang luar negeri di tahun 2011 didominasi oleh Utang luar negeri pemerintah dan bank sentral yang berjumlah US$119,556 miliar dibanding utang swasta yang berjumlah US$102,044 miliar.
Besarnya jumlah utang pemerintah tersebut ternyata tidak menunjukkan korelasi signifikan terhadap kualitas pertumbuhan ekonomi yang indikatornnya ditunjukkan oleh perbaikan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat seperti infrastruktur (energi dan transportasi), pendidikan maupun kesehatan.
Posisi Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masihlah lebih rendah dibandingkan negara Thainland, Malaysia. Begitu juga dengan Daya saing dan kemudahan melakukan usaha (doing business) masih lebih rendah dibanding negara2 tersebut.
Salah satu penyebabnya karena utang luar negeri Indonesia kebanyakan dipergunakan untuk sektor keuangan dipandingkan untuk sektor ekonomi riil. 39,6 persem ULN Indonesia dipergunakan untuk sektor keuangan dan hanya 9,3 persen yang dipergunkan untuk upaya perbaikan listrik, gas dan air bersih dan 4,7 persen dipergunakan untuk pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan untuk sektor pertanian yg terkait langsung dengan ketahanan pangan hanyalah 3,0 persen.
Sedangkan ULN sektor swasta sebesar 58,3 persen untuk sektor produktif seperti transportasi, komunikasi, energi, kelistrikan, air bersih, pertambangan dan manufaktur.
Dengan model kebijakan ULN pemerintah seperti ini, maka keuangan negara akan berada pada sisi yg rawan dalam menghadapi krisis keuangan global. Apalagi saat ini kita dihadapkan pada kecenderungan defisit neraca pembayaran terus meningkat dari minus US$1,6 miliar pada triwulan IV 2011 menjadi minus US$2,9 miliar triwulan I 2012.
Sudah saatnya pemerintah melakukan perubahan fundamental pada kebijakan Utangnya secara keselurahan yang dapat dimulai dari proses penyusunan nota keuangan RAPBN 2013