Maaf, Saya tidak Pilih Jokowi !
Pemimpin yang egaliter, merakyat, adil dan mampu menyejahterakan rakyat nampaknya masih menjadi impian semua orang, khususnya di Jakarta yang masih dalam suasana Pilkada. Bagaimana tidak? Pemimpin berganti pemimpin, begitu banyak yang sudah lewat tetapi permasalahan tetap saja tidak terpecahkan. Sebut saja masalah kemacetan, banjir, konflik sosial dan keamanan. Belum lagi jika diteliti lebih detil pada tingkat kesejahteraan, ketimpangan ekonomi masyarakat Jakarta dan kasus klasik korupsi. Masih banyak PR di Jakarta, yang banyak para ahli bilang, tidak bisa selesai dalam 1 periode kepemimpinan.
Kebanyakan pemimpin di Indonesia ini, di jaman sekarang ini, tipikal sama. Mereka yang lahir dari pergulatan politik kekuasaan dan cenderung tidak cukup mampu menyejahterakan rakyat yang dipimpinnya. Lebih celaka lagi, sebanyak 155 bupati/gubernur terindikasi korupsi seperti yang dinyatakan dalam laporan wartawan Kompas.com Carolina Damanik yang dilansir oleh Kompas.com, dari Jakarta tanggal 17/1/2011 Senin siang jam : 14.09 WIB, menyebutkan 17 orang Gubernur dari 33 orang tersangka KORUPSI, yang sesungguhnya 50% dari jumlah seluruh Gubernur itu telah dinyatakan mengidap penyakit Korup. Untuk Bupati, sebanyak 138 orang dari 497 kabupaten/kota menjadi tersangka korupsi. Luar biasa…
Itu sebabnya, ketika hadir sosok pemimpin yang keluar dari jalurnya, yang tidak biasanya, seolah memberikan harapan yang luar biasa bagi masyarakat akan hadirnya perubahan yang lebih baik. Dulu disebut-sebut Bupati Jembrana yang seorang Dokter, yang katanya mampu memimpin dengan baik dan mengayomi masyarakat. Ternyata semua informasi adalah salah, bahkan ujungnya malah menjadi tersangka penyalahgunaan kewenangan juga.
Lalu muncul juga Jokowi yang fenomenal. Sikapnya yang rendah hati, merakyat dan melindungi warganya seperti memberi kesegaran dan harapan besar bagi masyarakat. Rakyat Solo sudah menjajalnya. Giliran masyarakat Jakarta yang diberikan kesempatan. Kenapa tidak? Kombinasinya dengan Ahok seperti sebuah kombinasi maut yang pastinya memberikan dampak perubahan besar bagi Jakarta. Bisakah birokrasi memberikan respon positif? Bisakah keruwetan Jakarta tertangani? Semua mata memandang dan seolah tidak sabar. Ini betul-betul ujian integritas dan kemampuan.
Sayangnya, saya tidak milih Jokowi-Ahok. Saya bukan warga Jakarta. Jadi, selamat memilih 20 September 2012 nanti.
Penulis: Budi hartono
Sumber: Kompasiana