Disdik: Jangan Sampai Ada Anak Putus Sekolah
Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mencanangkan program wajib belajar 12 tahun pada 2013 disambut baik Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudhi Mulyanto dengan menegaskan bahwa jangan sampai ada anak Jakarta yang putus sekolah.
"Jangan sampai ada anak putus sekolah di Jakarta. Kalau tidak mampu, ayo kita tangani bersama," kata Taufik Yudhi Mulyanto di dalam jumpa pers di Balai Kota, Jakarta, kemarin.
Taufik mengatakan, wajib belajar 12 tahun bukan berarti biaya pendidikan gratis dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. "Hal itu artinya menggugah anak-anak Jakarta agar minimal lulus SMA," kata Taufik.
Pernyataan tersebut disampaikan Taufik saat diskusi dengan wartawan tentang Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di ruang wartawan Balai Kota.
Dalam kesempatan tersebut, Taufik menekankan, RSBI bukan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang mampu secara finansial. Tapi, juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang tidak mampu secara finansial tetapi mampu secara intelektual.
Taufik mengatakan terdapat 20 persen kuota bagi siswa yang tidak mampu yang ingin melanjutkan pendidikan di RSBI.
DKI Jakarta mempunyai 13 SMA RSBI, 10 diantaranya adalah sekolah negeri sedangkan tiga yang lain adalah sekolah swasta.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Forum SMA RSBI DKI Hasnati mengatakan terdapat 6.480 siswa yang mengenyam pendidikan di RSBI di Jakarta.
Sedangkan 776 di antaranya merupakan siswa yang mendapatkan beasiswa atau keringanan untuk sekolah di RSBI dengan rincian 74 siswa di SMA 8, 44 siswa di SMA 3, 147 siswa di SMA 48, 35 siswa di SMA 21, 47 siswa si SMA 28, 210 siswa di SMA 61, 21 siswa di SMA 68, 27 siswa di SMA 70, 104 siswa di SMA 78, dan 67 siswa di SMA 81.
Wakil Ketua Dinas Pendidikan DKI Agus Suradika mengatakan bahwa pada 2012, Disdik DKI akan menggunakan strategi proaktif untuk mencari siswa berprestasi namun tidak mampu secara finansial.
"Jadi yang mampu secara intelektual tapi tidak mampu secara ekonomi silahkan diundang ke RSBI," kata Agus.
Agus juga meminta agar guru-guru SMP untuk mendorong anak didiknya mendaftar ke RSBI.
Seorang wali murid SMA 8 RSBI, Lilik Dwiatmojo mengaku awalnya takut untuk mendaftarkan anaknya di RSBI. Lilik yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang kaki lima tersebut akhirnya mendapat keringanan biaya SPP dan uang gedung setelah menghadap ke humas RSBI.
"Biarpun saya hanya pedagang burger, saya mau berjuang untuk negara. Nama anak saya Muhammad Andi Setia Negara." kata Lilik yang menolak untuk memilih keringanan penuh dari RSBI.
Sumber:Antara