PDIP Bantah Semua Klaim Pemerintah Soal Subsidi BBM
Partai oposisi menyanggah klaim pemerintah yang berusaha membangun opini bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat sasaran sehingga harga BBM perlu dinaikkan.
Dalam konferensi pers di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/2), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menegaskan bahwa subsidi BBM bukan penyebab jebolnya anggaran negara setiap tahun.
Sebelumnya, pemerintah menyiapkan dua opsi mengurangi subsidi BBM agar anggaran keuangan negata tidak membengkak. Opsinya menaikkan harga jual eceran premium dan solar hingga sebesar Rp 1.500 per liter, dan memberi subsidi tetap maksimum hingga Rp 2.000 per liter solar dan premium.
Kepala Kelompok Fraksi VIII PDI Perjuangan, Daryatmo Mardianto, menjelaskan subsidi untuk rakyat sebenarnya sudah menurun jauh sejak Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2005 lalu.
Tahun 2005, subsidi BBM kepada masyarakat sebesar 18,8 persen dari total APBN, sementara di APBN 2012 hanyalah 8,7 persen dari total anggaran sebesar Rp 1.418,498 trilliun.
Nilainya sebesar Rp123,60 trilliun, yang tidak jauh berbeda dari pembayaran bunga utang negara yang besarnya Rp 123,072 trilliun.
"Jadi kalau dikatakan subsidi adalah dosa, itu adalah tidak benar. Karena subsidi selama ini menurun dan tak menjebol anggaran negara," kata Daryatmo.
Sebaliknya, kata dia, yang paling besar menjebol anggaran negara justru belanja birokrasi untuk gaji pegawai dan operasional aparat pemerintah yang besarnya mencapai 51,4 persen dari total anggaran. Selama 2005-2012 angkanya sudah jelas. Belanja birokrasi itu bahkan jauh lebih besar dari belanja barang dan belanja modal pemerintah.
Menurut Mardiyanto, dengan menaikkan harga BBM, maka pemerintah hendak memberikan beban anggaran di pundak masyarakat menengah bawah yang selama ini mengkonsumsi solar dan premium bersubsidi.
Berdasarkan riset Bank Dunia, kata dia, dari total konsumsi BBM rumah tangga, 64 persen dinikmati oleh pemilik sepeda motor, 36 persen oleh pemilik mobil.
Dari sisi pendapatan, 41,8 persen rakyat yang menikmati subsidi BBM pada solar dan premium adalah yang berpendapatan kurang dari Rp 1,9 juta pe rbulan, lalu 33,2 persen oleh yang berpendapatan Rp 1,9 juta - Rp 3,6 juta, dan 23,6 persen oleh yang berpendapatan Rp3,6 juta - Rp 5,56 juta.
Hanya 1,4 persen dari yang berpendapatan Rp 5,68 juta ke atas yang menikmati subsidi itu, kata dia.
"Jadi salah besar kalau pemerintah mengatakan subsidi BBM itu salah sasaran, karena data sah menunjukkan subsidi BBM memang dinikmati masyarakat menengah ke bawah," tandas Daryatmo
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan pemerintah sangat tak benar ketika hendak menyalahkan subsidi BBM dan membebankan 'dosa' anggaran kepada warga kelas menengah ke bawah.
Menurutnya, pemerintah dan banyak petinggi nasional salah bila berpikir, jika BBM tak naik, maka APBN jebol.
"Kalau harga BBM naik, pasti rakyat miskin akan melakukan penyesuaian lagi. Di 5 tahun terakhir, 85 persen penduduk menggunakan 75 persen pendapatannya untuk kebutuhan pangan. Karena tak ada jaminan pendapatan meningkat, naiknya BBM akan semakin memperparah kemampuan mereka untuk makan," jelas Bambang.
Dia juga mengingatkan pemerintah akan bisa dianggap melanggar UU APBN 2012, khususnya pasal 7 ayat 6, yang menyatakan harga jual BBM bersubsidi takkan mengalami kenaikan tahun ini.
"Maka kalau harganya dinaikkan, maka itu bisa dianggap pelanggaran UU oleh Pemerintah," tegasnya.