Gerakan Unjuk Rasa makin Keras
Aksi massa yang berporoskan pada mahasiswa kini sudah meluas di beberapa kota tidak hanya ibu kota provinsi tapi hingga kabupaten/kota. Elemen mahasiswa juga bergabung dengan serikat buruh, tani, nelayan, pemuda, dan belakangan muncul parpol.
Hari Selasa (27/3) kemarin digunakan gerakan massa sebagai momentum untuk menekan pemerintah dan DPR untuk menaikkan harga BBM bersubsidi hingga 33% dari Rp4.500 per liter.
Pembahasan masih berlangsung di parlemen dan menemui jalan buntu karena ada 3 fraksi yang ngotot menolak pencabutan subsidi BBM. Kondisi deadlock ini menurut rencana akan diputuskan secara voting di Rapat Paripurna DPR pada Kamis (29/3) besok atau Jumat (30/3).
Kendati, unjuk rasa kemarin secara jumlah massa memang tidak seseram dan sebesar yang diklaim sebelumnya, namun pada akhirnya berujung pada kericuhan dan bentrok dengan apara keamanan. Puluhan korban luka berjatuhan di pihak pengunjuk rasa, warga, dan aparat keamanan.
Puncaknya terjadi saat ribuan mahasiswa dari Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia (Konami) saling baku hantam dengan ratusan aparat kepolisian di depan Stasiun KA Gambir saat hendak mengepung Istana Negara. Batu, gas air mata, dan molotov berseliweran selama dua jam, kemarin sore.
Dalam bentrokan tersebut sebuah mobil milik warga sipil juga menjadi korban amukan massa. Sejumlah awak media yang sedang menjalankan tugas peliputan juga dilaporkan menjadi korban, setelah oleh aparat kepolisian sempat dianggap sebagai provokator.
Dari data Polda Metro Jaya, sebanyak 34 mahasiswa ditangkap dan 15 orang dilaporkan luka-luka termasuk satu anggota polisi Detasemen Pelopor Cipinang. Belakangan pihak Polda menyebutkan ada 17 anggotanya yang terluka saat insiden itu.
Para mahasiswa dan warga pengunjuk rasa terancam hukuman karena dianggap berbuat rusuh dan melawan petugas.
Korban juga berjatuhan saat bentrok antara mahasiwa dan polisi di depan kampus Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, kemarin. Delapan orang mahasiswa sempat ditahan polisi, namun akhirnya dibebaskan pada Selasa (27/3) malam.
Berdasar data Mabes Polri, seharian kemarin tercatat ada 127 unjuk rasa dengan melibatkan 88.237 orang. Dari jumlah tersebut, demonstrasi paling banyak terjadi di Jawa Timur, yakni sekitar 24 aksi, kemudian disusul DKI Jakarta (21) dan Jawa Barat (18).
Beberapa hari sebelumnya, juga terjadi kericuhan di beberapa kota seperti Bandung, Makassar. Aksi di depan Gedung Sate, Bandung membuat 10 mahasiswa dilarikan ke rumah sakit karena kepala bocor.
Menyikapi situasi yang kian memanas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) hari ini akan memaparkan mengenai kekerasan dan represifitas aparat yang mereka dapatkan berdasarkan data-data dari berbagai kota.
Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma, mengatakan data yang mereka ungkapkan merupakan hasil pengamatan dan laporan yang masuk ke YLBHI terkait aksi eksersif dan represif aparat baik kepolisian maupun TNI dalam menangani unjuk rasa menolak penaikan harga BBM.
"Aksi yang terjadi di seluruh Indonesia ternyata telah menimbulkan banyak korban akibat kekerasan dan tindakan eksersif aparat dalam menangani pengunjuk rasa. Untuk itu kami bermaksud mengundang sejumlah narasumber dan membeberkan data yang kami miliki terkait dengan apa yang terjadi hari ini," ujar Alvon dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (27/3) malam.
Sepanjang hari Selasa, bentrokan pecah di berbagai kota selain Jakarta dan Makassar. Dilaporkan bentrokan parah antara mahasiswa dan aparat terjadi di hampir seluruh Sulawesi yaitu Palu, Kendari, dan Gowa, kemudian di Samarinda, Kalimantan Timur, Lampung, Riau dan Medan, Blitar, Semarang, Bandung, dan Mataram.
Hak warga negara
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyesalkan terjadinya bentrokan aparat kepolisian dengan demonstran dalam aksi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Demonstrasi itu hak setiap warga negara, tapi tetap harus dilakukan dengan santun. Kalau demo jangan anarkis. Begitu juga sebaliknya aparat yang menjaga jangan arogan," kata Said Aqil di Jakarta, Selasa malam.
"Bentrokan seperti itu pastinya juga menjatuhkan martabat bangsa. Jika demonstran dan polisi sebagai aparat bisa saling menahan diri, tentunya itu akan lebih baik," kata Said Aqil.
Jika aksi untuk menolak penaikan harga BBM kembali terjadi, Said Aqil berharap aparat keamanan tidak terburu-buru bertindak keras, apabila penanganan yang santun bisa dilakukan.
"Intinya demonstran dan polisi harus bisa sama-sama menjaga martabat bangsa," katanya.
Saat dimintai konfirmasi, Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Twedy Noviadi mengaku mengecam kekerasan oleh aparat keamanan dalam menyikapi para demonstran.
"Namun hal itu tidak menyurutkan langkah kami untuk menyuarakan penolakan penaikan harga BBM. Hari Kamis (29/3) kami akan menggelar unjuk rasa serentak di seluruh Tanah Air. Elemen lain seperti buruh, petani juga akan bergabung," paparnya.
Para mantan aktivis mahasiswa tahun 1998 seperti Nurman Berry dan Karyono Wibowo menilai gerakan mahasiswa saat ini masih belum setaktis dulu. Di satu sisi, gerakan mahasiswa makin mengeras di lapangan dengan target selalu chaos. "Tapi mesti diimbangi dengan penyadaran ke rakyat juga," urai Berry kepada Beritasatu.com.
Sumber:Antara