Harga BBM Naik, Negara Rugi Rp17,1 Triliun
Pemerintah belum mampu menjelaskan kelebihan subsidi BBM sebesar Rp17,1 triliun dan diperuntukkan untuk apa? Jika pemerintah tetap ngotot menaikkan harga BBM, ini merupakan potensi kerugian negara dalam APBN-P 2012.
"Adanya selisih menunjukkan RAPBN-P 2012 tidak disiapkan secara matang. Karena unsur transparansi dan akuntanbilitas tidak dikedepankan pemerintah sehingga kredibilitas dan kualitas dari RAPBN-P 2012 ini patut diragukan," ujar Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta dalam rilisnya, Kamis (29/3).
Selisih Rp17,1 triliun itu berdasarkan perhitungan Megawati Institute yang diolah dari data RAPBN 2012 dan Jawaban Pemerintah kepada DPR ketika Rapat Kerja Pembahasan Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN-P 2012 dan Nota Keuangan RAPBN-P 2012 beberapa waktu lalu.
Dari data tersebut, jumlah rencana anggaran untuk subsidi BBM (premium, solar, dan minyak tanah) adalah sebesar Rp104,1 triliun. Hasil perhitungan subsidi BBM dengan harga keekonomian premium Rp8.022 per liter (harga subsidi Rp6.000 per liter), minyak tanah harga keekonomian Rp7.600 per liter (harga subsidi Rp2.500 per liter), dan solar harga keekonomiannya Rp8.130 per liter (harga subsidi Rp6.000 per liter).
Semua perhitungan harga jual itu dengan asumsi Indonesia Crude Price (ICP) US$105 per barel dan kuota total 40 juta kilo liter adalah sebesar Rp87 triliun.
Dari rencana anggaran subsidi BBM yang diajukan oleh pemerintah sebesar Rp104,1 triliun dan dibandingkan dengan rencana realisasi subsidi yang dihitung ulang sebesar Rp87 triliun, terdapat selisih Rp17,1 triliun.
"Pemerintah harus menjelaskan kembali kenapa selisih tersebut dapat terjadi," ujar anggota Komisi XI DPR itu.
Lebih lanjut, Arif menambahkan, selain hitung-hitungan tersebut, jebolnya APBN lebih disebabkan oleh penambahan subsidi listrik yang naik hingga 107,1% dan kenaikan Cost Recovery sebesar 25,5%, Program BLSM dan Subsidi Angkutan Umum yang secara keseluruhan mencapai Rp106,3 triliun. Serta usulan penurunan penerimaan pajak sebesar Rp25,8 triliun dan PNBP Gas sebesar Rp6,1 triliun.
"Penaikan subsidi listrik yang mencapai 107,1% sangat tidak sebanding dengan penaikan harga BBM yang hanya sebesar 30%," ulas Arif.
Pada sisi lain kenaikan cost recovery juga tidak sebanding dengan terjadinya penurunan lifting minyak mentah dari rata-rata 950.000 barel per hari (bph) menjadi 930.000 bph.
"Sekali lagi Ini memperlihatkan buruknya kualitas perencanaan anggaran pemerintah."
Lebih lanjut, Arif Budimanta sangat berkeyakinan penaikan harga BBM ini murni bukan untuk penyelamatan APBN, malah justru sangat membebani APBN-P 2012.
"Atas dasar pertimbangan tersebut adalah sangat tidak tepat pada saat ini penaikan BBM bersubsidi dilakukan hanya karena alasan kenaikan harga minyak dunia."
Ke depan, Megawati Institute mengusulkan agar pemerintah bersungguh-sungguh mempersiapkan Nota Keuangan dan RAPBN dengan tetap berpegang teguh pada amanat konstitusi.
"Artinya, APBN harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dan diperuntukkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," jelasnya.