Kenaikan BBM Dituding untuk Penyelamatan PLN
Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dituding dilakukan untuk menyelamatkan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Soalnya, data Debt Service Coverage Ratio (DSCR) PLN menunjukkan bahwa kalau PLN tidak ditolong, akan jebol, dan bukan APBN yang jebol.
"Menaikkan harga BBM bersubsidi ternyata untuk menutupi kebobrokan PLN. Ada borok membusuk di proses penyediaan listrik yang selama ini tersembunyikan," kata anggota Banggar DPR dari Fraksi Gerindra, Sadar Subagyo, di Jakarta, Rabu (28/3).
Sadar mengatakan, data DSCR itu menggambarkan bahwa PLN berada dalam keadaan darurat, dan bila tidak ditolong akan bangkrut. Secara keseluruhan menurutnya, PLN tercatat minus Rp 35,72 triliun, terdiri atas net income minus Rp 17,25 triliun dan kewajiban membayar hutang sebesar Rp 18,47 triliun.
"Jadi, masuk di akal bila pemerintah ngotot merubah asumsi makro, yang diperkirakan akan menambah pemasukan Rp 47 triliun. Dan penaikan harga BBM bersubsidi akan menambah pemasukan Rp 60 triliun. Jadi, total Rp 107 triliun," ujarnya.
Sadar mengatakan bahwa di balik rencana kenaikan harga BBM, agaknya tersimpan niat pemerintah untuk menolong PLN sebesar Rp 48 triliun, dan sisanya baru untuk BLSM dan penyesuaian dana pendidikan maupun cadangan risiko volume konsumsi BBM. Selain itu juga untuk percepatan pembangunan infrastruktur.
"Yang mengusik rasa keadilan adalah mengapa kesalahan perhitungan PLN dibebankan ke rakyat? Mengapa pemerintah berdalih subsidi BBM membengkak, padahal sesungguhnya (itu merupakan) operasi penyelamatan PLN dan adanya justifikasi untuk pemberian BLSM?" kritiknya.
Menurut Sadar, sebenarnya ada banyak cara untuk menyelamatkan PLN tanpa harus membebani dan menambah kesengsaraan rakyat. Salah satunya adalah PLN dengan jaminan negara/pemerintah, menerbitkan obligasi konversi senilai Rp 50 triliun, yang wajib dibeli oleh semua BUMN dan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, serta dengan menaikkan tarif listrik.