Promotor Baru Hanya Mengandalkan Jejaring Sosial
Denny Sakrie, Pengamat Musik Nasional menilai cara kerja promotor baru kurang menghargai riset dan hanya mengandalkan situs jejaring sosial (social media).
Ia menilai promotor tidak lagi melakukan berbagai tahap yang biasa dilakukan para promotor pendahulunya. Hal tersebut, menurutnya merupakan salah satu penyebab beredarnya isu panas perihal persaingan tidak sehat dalam bisnis konser.
“Menurut saya, promotor sekarang tidak melakukan riset yang mendalam. Mereka hanya melihat dari kacamata jejaring social, berbeda dengan promotor senior yang selalu melakukan riset yang mendalam,” paparnya kepada beritasatu.com, beberapa waktu lalu.
Apa yang diungkapkan Denny memang berbanding terbalik dengan perkembangan teknologi dan dunia hiburan saat ini. Sebab, di jaman tren situs jejaring sosial, banyak perusahaan, tidak hanya promotor, yang memanfaatkannya sebagai sebuah bentuk riset non resmi dan dianggap telah mewakili aspirasi masyarakat (secara instan).
Sistem kebut riset ini dilakukan para promotor, sebagai salah satu bentuk strategi marketing. “Kita memang termotovasi dari sisi marketnya. Siapapun butuh dihibur, dari orang yang punya duit sampai yang nggak punya duit. Perempuan maupun laki-laki, dari dewasa hingga anak-anak, semua butuh dihibur. Selama bias jadi hiburan dan menghibur akan segera digarap,” terang Dino Hamid CEO Berlian Entertainment.
Dari riset sederhana itu pula Dino akan melihat peluang dilakukannya pertunjukkan di luar konser musik. “Kami mau menghadirkan hiburan selain show konser musik,” imbuhnya.