Negara Autopilot atau Multipilot?
Saat pertama kali mendengar adanya gerakan mengkritisi kepemimpinan di negeri ini, melalui penyebaran spanduk bertuliskan 'Negara Autopilot', yang terbersit di benak adalah keprihatinan. Betapa tidak. Sebuah negeri yang tercatat memiliki luas 1.992.550 km2 ini dengan struktur kepemimpinan hingga tingkat masyarakat terkecil dipandang autopilot.
Namun setelah merenung dan memikirkan dengan saksama, pengkritisan atas kepemimpinan negeri ini ada benarnya. Walau tetap bukan autopilot yang terjadi di negeri ini. Tapi justru 'Negeri Multipilot'.
Pasalnya, terlalu banyak kepentingan yang terkesan berhasil mensejajarkan kendali dengan penguasa di negeri ini. Sehingga pemimpin sesungguhnya tampak kerap berada dalam kondisi tersandera oleh berbagai kepentingan tersebut. Kebijakan serba tanggung, bahkan kerap saling berbenturan satu dengan lainnya.
Belum lagi proses produksi sebuah kebijakan yang sering kali memakan waktu lama, akibat harus mengakomodir berbagai kepentingan yang sejatinya menjadi penguasa di negeri ini. Beberapa waktu lalu, seorang pakar perkotaan yang juga merupakan pengajar di sebuah kampus terkemuka di ibu kota menegaskan perlunya ada pemimpin yang kuat dan mampu menentang arus. Pasalnya, banyak kelompok-kelompok kepentingan yang ingin menguasai pemerintahan kota. Mereka termasuk di dalamnya adalah kelompok para mafia.
Sang pakar memang mengungkapkan hal itu dalam konteks pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Namun, dari segi pemerintahan, yang terjadi di DKI bolehlah dijadikan sebagai cermin tentang apa yang terjadi di negeri ini.
Namun setelah merenung dan memikirkan dengan saksama, pengkritisan atas kepemimpinan negeri ini ada benarnya. Walau tetap bukan autopilot yang terjadi di negeri ini. Tapi justru 'Negeri Multipilot'.
Pasalnya, terlalu banyak kepentingan yang terkesan berhasil mensejajarkan kendali dengan penguasa di negeri ini. Sehingga pemimpin sesungguhnya tampak kerap berada dalam kondisi tersandera oleh berbagai kepentingan tersebut. Kebijakan serba tanggung, bahkan kerap saling berbenturan satu dengan lainnya.
Belum lagi proses produksi sebuah kebijakan yang sering kali memakan waktu lama, akibat harus mengakomodir berbagai kepentingan yang sejatinya menjadi penguasa di negeri ini. Beberapa waktu lalu, seorang pakar perkotaan yang juga merupakan pengajar di sebuah kampus terkemuka di ibu kota menegaskan perlunya ada pemimpin yang kuat dan mampu menentang arus. Pasalnya, banyak kelompok-kelompok kepentingan yang ingin menguasai pemerintahan kota. Mereka termasuk di dalamnya adalah kelompok para mafia.
Sang pakar memang mengungkapkan hal itu dalam konteks pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Namun, dari segi pemerintahan, yang terjadi di DKI bolehlah dijadikan sebagai cermin tentang apa yang terjadi di negeri ini.
Kembali tentang negara multipilot, peristiwa yang terjadi di Lapas Kelas II Pekanbaru, beberapa hari berselang, boleh jadi adalah salah satu dampaknya. Ketika sebuah insiden di pagi buta terjadi di tempat pembinaan para pelanggar hukum tersebut.
Berawal dari kedatangan seorang pejabat tinggi di negeri ini beserta sejumlah aparat terkait ke lapas tersebut tujuan kedatangan mereka adalah untuk melakukan sidak terkait temuan adanya peredaran narkoba di lapas tersebut.
Rombongan Wamenkum dan HAM Denny Indrayana itu datang tanpa kabar pendahulu dan langsung memasuki halaman lapas. Konon, rombongan terpaksa menunggu terlalu lama sebelum akhirnya bisa memasuki gerbang lapas.
Berawal dari kedatangan seorang pejabat tinggi di negeri ini beserta sejumlah aparat terkait ke lapas tersebut tujuan kedatangan mereka adalah untuk melakukan sidak terkait temuan adanya peredaran narkoba di lapas tersebut.
Rombongan Wamenkum dan HAM Denny Indrayana itu datang tanpa kabar pendahulu dan langsung memasuki halaman lapas. Konon, rombongan terpaksa menunggu terlalu lama sebelum akhirnya bisa memasuki gerbang lapas.
Jalannya sidak memang luput dari perhatian pers, namun insiden yang terjadi dalam sidak itu berbunyi nyaring bertalu-talu bak genderang perang. Sang pejabat disebut telah melakukan aksi kekerasan terhadap seorang petugas lapas lantaran terlalu lama membukakan pintu penjara.
Tamparan dan tendangan pun diderakan ke tubuh Darso, yang disebut-sebut sebagai sipir yang di masa lalu pernah dianugerahi medali kehormatan dari Mekum dan HAM Ismail Saleh. Tak pelak insiden itu pun berbuntut panjang.
Mulai dari protes pihak lapas, ancaman gugatan pidana, hingga kecaman publik dilayangkan atas perilaku yang ditampilkan Denny di muka bawahan dan koleganya dari BNN. Belakangan, tindak kekerasan yang dilakukan Denny itu melahirkan sejumlah keputusan baru di lingkungan Kementerin Hukum dan HAM RI.
Menkum dan HAM Amir Syamsudin, pada Selasa (4/4), kepada pers mengatakan, bertolak dari peristiwa tersebut maka wakilnya itu tidak akan dilibatkan lagi dalam kegiatan inspeksi mendadak di lapangan. Bukan hanya itu, kementerian tersebut bahkan membekukan nota kesepahaman yang dibuatnya dengan BNN.
Memang, dalam sidak sebelumnya ke Rutan Cipinang langkah Denny juga menuai gunjingan. Pasalnya, Denny memergoki koruptor kondang M Nazaruddin menerima tamu di luar jam bezuk. Selain pemberitaan pro yang isinya mempertanyakan keberadaan tamu Nazar di malam buta, suara nyaring juga muncul mencurigai pergerakan Denny tersebut.
Ketika itu, publik sejatinya tengah dihipnotis oleh magnet pemberitaan terkait persidangan kasus korupsi Nazaruddin, yang sedikit demi sedikit kian gamblang membeberkan kecurigaan adanya peran sejumlah petinggi dan public figure di negeri ini dalam tindak pidana tersebut.
Kini, di saat isu tentang penolakan atas penaikan harga BBM menguat, tiba-tiba kembali muncul bahan perdebatan yang tak kalah menarik digunjingkan dan lagi-lagi melibatkan Denny. Apakah lagi-lagi ini menjadi sebuah penjeda perhatian tentang isu publik yang kuat? Atau memang lagi-lagi sekadar kebetulan?
Memang bisa apa saja motivasi yang melatarbelakangi sebuah peristiwa. Namun, motivasi itu bisa tunggal bisa juga jamak. Bisa berasal dari satu pihak dan bisa juga ditunggangi oleh pihak-pihak lain. Oleh karena itulah, yang terpenting memperoleh perhatian terkait kinerja aparatur negara adalah apa yang mereka lakukan untuk publik secara luas.
Memang, dalam sidak sebelumnya ke Rutan Cipinang langkah Denny juga menuai gunjingan. Pasalnya, Denny memergoki koruptor kondang M Nazaruddin menerima tamu di luar jam bezuk. Selain pemberitaan pro yang isinya mempertanyakan keberadaan tamu Nazar di malam buta, suara nyaring juga muncul mencurigai pergerakan Denny tersebut.
Ketika itu, publik sejatinya tengah dihipnotis oleh magnet pemberitaan terkait persidangan kasus korupsi Nazaruddin, yang sedikit demi sedikit kian gamblang membeberkan kecurigaan adanya peran sejumlah petinggi dan public figure di negeri ini dalam tindak pidana tersebut.
Kini, di saat isu tentang penolakan atas penaikan harga BBM menguat, tiba-tiba kembali muncul bahan perdebatan yang tak kalah menarik digunjingkan dan lagi-lagi melibatkan Denny. Apakah lagi-lagi ini menjadi sebuah penjeda perhatian tentang isu publik yang kuat? Atau memang lagi-lagi sekadar kebetulan?
Memang bisa apa saja motivasi yang melatarbelakangi sebuah peristiwa. Namun, motivasi itu bisa tunggal bisa juga jamak. Bisa berasal dari satu pihak dan bisa juga ditunggangi oleh pihak-pihak lain. Oleh karena itulah, yang terpenting memperoleh perhatian terkait kinerja aparatur negara adalah apa yang mereka lakukan untuk publik secara luas.
Sehingga, sebuah insiden, seperti yang terjadi di Lapas Pekanbaru, misalnya, tidak lantas berujung pada aksi atau kebijakan yang justru menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas. Pendek kata, tindak kekerasan yang dilakukan Denny, jangan lantas menjadi komoditas politik bagi lawan penguasa.
Sedangkan, pelanggaran SOP yang diduga dilakukan tim sidak Kemenkum dan HAM serta BNN itu jangan lantas menyurutkan bahkan menjegal upaya pemberantasan narkoba di Indonesia.
Sebab diketahui, ancaman narkoba di Indonesia merupakan marabahaya yang berada di depan mata seluruh jagat tanah air. Sekitar kurang dari satu dekade, Indonesia telah berubah dari negara transit narkoba, menjadi negara konsumsi, peredaran, bahkan produksi narkoba.
Dan bila kasus-kasus seperti yang terjadi di Lapas Pekanbaru itu sampai menghentikan salah satu upaya pemberantasan penyalahgunaan narkoba di tanah air ini, patut dipikirkan solusi dari negara multipilot tersebut.
Penulis: Ratna Nuraini