Tampilkan postingan dengan label Blog. Tampilkan semua postingan

Berharap Penghormatan dari Rakyat yang Lapar



Michael Carlos Kodoati 
Tiba-tiba pertanyaan itu muncul di kepala saya ketika melintas di sebuah daerah di pinggiran Beginjhof, Amsterdam. Di pinggir jalan ada seorang tunawisma. Berbeda dengan tunawisma yang sering saya saksikan di sepanjang Jalan Merdeka Bogor, tunawisma yang satu ini lumayan rapi, bersih. Pokoknya, bagi saya orang Indonesia yang biasa melihat ‘kusam’nya tunawisma di Indonesia, merasa bahwa tunawisma yang satu ini sangat istimewa.

Saya mendekatinya dan mulai berbicara. Dengan bahasa terbata-bata, campur aduk, saya mencoba berdialog. Untung ada aplikasi recorder di ponsel saya.
Mulailah percakapan itu:
Anda tunawisma?
Iya saya tunawisma. Apa Anda mau roti dan sekaleng coke?

Anda memiliki itu?
Iya saya punya. Kenapa? Sepertinya Anda heran melihat saya?

Iya. Saya dari Indonesia.
Indonesia? Wah, saya punya sepupu yang bekerja di Indonesia.

O yah? Di mana? 
Dia bekerja di Medan.

Wow Anda tahu Medan? Anda tidak punya rumah?
Kenapa? Dari tadi sepertinya Anda heran dengan hal itu?

Iya. Soalnya Anda mengaku sebagai tunawisma, tetapi tampaknya Anda tak tampak seperti itu. Anda menggunakan pakaian yang bersih. Hahahaha, bahkan Anda menawarkan saya roti dan sekaleng coke. Wah…
Tidak masalah kan?

Iya. Saya masih sangat baru di tempat ini. Saya belum terlalu mengenal kehidupan di sini. Saya terbiasa melihat orang-orang dengan status sepertimu di Indonesia. Yang membuat saya merasa ‘waw’ karena tunawisma di Indonesia sangat buruk kondisinya. Mereka berada di jalanan, kolong jembatan bahkan ada yang tinggal di tempat pembuangan sampah. Tampang mereka kusam, kotor, dan sangat memprihatinkan. Sanitasi mereka buruk dan mereka hampir tak punya apa-apa. Mereka tergeletak lemah di sepanjang jalanan hanya dengan beralaskan kardus bekas.
O yah? Kasihan sekali. Saya tunawisma, tetapi bukan berarti tak punya tempat tinggal. Pada siang hari saya harus berada di sini untuk mencoba peruntungan. Malam hari saya berada di tempat penampungan. Saya mendapatkan makanan dari lembaga-lembaga sosial. Saya bisa membaca buku di perpustakaan. Memang, hidup saya tidak seberuntung orang lain yang  memiliki keluarga. Tetapi, saya memiliki pemerintah lokal yang menjamin kesehatan saya. Saya menghormati yang mulia. Saya masih bisa makan. Saya tetap semangat. Saya manusia dan mereka memperhatikan saya.

Percakapan itu masih terus berlanjut hingga kemudian angin dingin membuat kami menyelesaikannya.
***
Sejatinya, rakyat menghormati pemimpinnya. Baru saja, Inggris merayakan pesta besar 60 tahun Elizabeth II naik takhta. Seluruh pelosok Inggris, dunia dalam pengaruh Inggris dan dunia sendiri mensyukurinya. Semua mensyukuri kesehatan bagi Ratu yang berkuasa dan kini sudah tua renta itu. Ada kharisma, ada persatuan, ada kedamaian dan penghormatan sebagai efek dari kehadiran sang Ratu.

Saya mengingat peristiwa hilangnya tas saya di terminal Bekasi, Indonesia beberapa bulan silam. Hanya dalam hitungan detik semuanya raib. Saya tidak bisa menuntut. Hanya bisa diam. Ada banyak orang lapar yang membutuhkan itu, dan meninggalkan tas begitu saja tentu merupakan hadiah besar yang akan membantu mereka mengganjal perut untuk sementara.

Saya mengingat investigasi saya yang tidak sempat dimuat di Majalah Warta Ekonomi, Indonesia beberapa bulan silam. Waktu itu saya ditugaskan oleh redaksi untuk menulis tentang Undang-undang BPJS, yaitu tentang jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia. Pada usianya yang ke-66 tahun, Indonesia baru memikirkan bagaimana cara untuk memberikan jaminan sosial bagi warganya.

Saya menengok sedikit BeritaSatu.Com dan Kompas.Com, melihat-lihat informasi negaraku tercinta melalui website: ada Presiden yang sibuk dengan pertemuan partai dalam rangka mencegah penurunan popularitas partai. Ada penangkapan tersangka korupsi yang buron sejak lama. Ada penangkapan istri Nazaruddin. Ada kereta api yang mogok hingga ribuan karyawan tidak masuk kantor. Ada kekerasan di Papua. 
Berita-berita ini adalah representasi dari realita Indonesia saat ini: negara dengan berjuta masalah. Negara yang yang hampir chaos. Negara yang sibuk mengkorup uang rakyat dan membiarkan rakyat di jalanan menjadi lapar dan menjadi penjahat.

Hampir setiap kali kita mendengar ada perampok yang merampok gerai minimarket 24 jam. Ada pembobol mesin ATM. Ada ribuan penumpang di atas atap kereta api. Ada ibu yang menjual bayinya. Ada kekerasan seksual seorang remaja kepada remaja perempuan.

Ada sikap egois para pengguna jalan Jakarta kepada para pejalan kaki. Ada ibu yang terlunta-lunta dengan janin mati di perutnya tanpa penanganan medis dan ada berjuta masalah lain yang sulit dikatakan lagi. Perih. Semuanya terjadi karena mereka tidak cukup apa pun untuk makan dan bisa dididik.

Ekonomi dunia memang belum terlalu baik. Dunia juga semakin dinamis dan semakin menyulitkan manusia di dalamnya. Banyak pemerintah yang berupaya menyejahterakan rakyatnya: banyak yang gagal tetapi banyak juga yang meski sedikit tetapi lumayan berhasil. Ukuran dari keberhasilan itu adalah bagaimana mengusahakan agar perut rakyat menjadi kenyang. Bagaimana mengusahakan agar rakyat bisa mandiri mencari uang karena mendapatkan pendidikan yang baik.

Sang tunawisma teman bicara saya tadi adalah salah satu yang menilai pemerintahnya masih menghargainya sebagai manusia. Tuturnya soal itu menggambarkan bahwa ia bahagia meski sebagai seorang tunawisma. Terlihat ia merasa dihargai. Soal ketidakberuntungan memang adalah masalah personalnya, tetapi haknya untuk bertahan hidup dijamin oleh pemerintahnya.

Indonesia memiliki banyak hal. Indonesia: perampokan kolektif uang negara melalui korupsi para penyelenggara negara. Indonesia: pemerintahan yang sibuk dengan partainya. Indonesia: pencitraan dari sebuah kondisi pertumbuhan ekonomi makro, bukan ekonomi mikro bagi rakyat jalanan. Indonesia: pembiaran terhadap ribuan jiwa yang bertahun-tahun berdesakan di angkutan transportasi massal, tanpa bisa memilih transportasi yang nyaman baginya. Indonesia: pembiaran terhadap pemasungan hak beragama dan berekspresi. Indonesia: chaos yang tidak disadari. Dan berbagai ke-chaos-an yang hampir merubuhkan negara ini.
Lalu, kalau rakyat masih lapar, apakah masih berharap dihormati rakyat?


Michael Carlos Kodoati
Peneliti FreeIndonesia

Makhluk itu Bernama Korupsi



Ratman Aspari
Meski negeri ini dihuni oleh masyarakat yang cukup agamis, berbagai penelitian internasional, antara lain dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultantcy (PERC) dan Transparancy International (TI) telah menetapkan, Indonesia termasuk sebagai negara terkorup di dunia. Bahkan dalam beberapa pekan terakhir ini, ramai diberitakan Indonesia sebagai negara gagal.

Dihadang oleh berbagai institusi pengawasan dan gertakan undang-undang maupun badan pengawasan serta acaman pembasmian, seperti, UU RI Nomor 20/2001, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikenal sebagai lembaga yang agung (supreme audit), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang konon amat “galak”, berbagai inspektorat sampai Bawasda, belum lagi DPR/DPRD.

Di era tahun 1970-an, sudah ada Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara.Sampai kini ada kementerian khusus yang mengurusi penertiban aparatur negara (Men-PAN) dan macam-macam badan ataupun lembaga pengawasan lainnya.

Meski demikian, korupsi tetap berjalan dengan langkah leha-leha, santai, dan aman. Barangkali lantaran korupsi termasuk virus sosial yang sepantar tuannya dengan profesi pelacur atau prostitusi, penyakit ini sulit disembuhkan.

Sikap masyarakat yang terlanjur kecipratan pengaruh budaya feodal dan sistem masyarakat kapitalistik yang lebih menghargai kekayaan ketimbang kejujuran ataupun kesederhanaan, membuat gerak korupsi kian subur. Padahal kejujuran dan kesederhanaan merupakan upaya paling praktis untuk tidak berbuat korupsi.

Intinya, kembali kepada faktor manusiannya, bukan aturannya. Nyaris tak ada manfaatnya kita membuat berbagai aturan, jika faktor moralitas aparat tidak bisa diandalkan.

Tindak korupsi sebenarnya telah berlangsung sejak dulu kala. Tahun 1930-an misalnya, telah ditemukan dokumen akuntansi The Exchequers of England and Scotland, jauh sebelum Perancis dan Italia mengadakan kegiatan audit dan pengawasan di abad 13 bagi para pejabat publik.

Di Indonesia sejak zaman penjajahan sampai pemerintahan Bung Karno juga sudah ada langkah-langkah pencegahan secara hukum.

Pada awal pemerintahannya, SBY telah mencanangkan Gerakan Aksi Nasional Anti Korupsi bersamaan dengan Hari Anti Korupsi Internasional yang ditetapkan oleh PBB. Tak tanggung-tanggung, pada tanggal 09 September 2004 muncul Inpres Nomor 05/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi sebagai bentuk konkret pemerintah dalam memberangus tindak terkutuk itu.

Di kalangan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah lahir Kepmendiknas Nomor: 030/0/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional serta Kepmendiknas No.097/U/2002 tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan, Pembinaan Pemuda, dan Pembinaan Olahraga. Lalu, disusul dengan Kepmendiknas No.027/P/2005 tentang Pembentukan Tim Aksi Nasional Percepatan Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang diketuai oleh Inspektur Jenderal Depdiknas. Mendiknas sendiri bertindak sebagai penanggung jawab.

Berbagai modal untuk memberantas korupsi di lingkungan pendidikan sudah amat cukup sebagai modalaction. Hasilnya? Belum maksimal, semua nyaris tak mempan. Berbagai kasus BOS dan DAK muncul di sana-sini. Terlalu banyak pejabat pendidikan diciduk dan dimasukkan bui, gara-gara tergoda anggaran yang menggiurkan.

Amat tragis, dulu dikeluhkan minimnya anggaran hingga tantangan utama untuk memajukan pendidikan selalu menghadang. Kini anggaran pendidikan sudah dicanangkan mencapai 20 persen dari seluruh RAPBN 2009. Bayangkan, angka setelah revisi saja menyebutkan, besaran anggaran itu mencapai Rp207,1 triliun. Wow!

Pencipta sistem Network Twenty One, Jim Dorman, dan pakar kepemimpinan serta motivasi, Ohan C.Maxwell, pernah “menyindir” kita ketika melihat terlalu banyak UU, aturan, dan institusi pengawasan/audit. Menurut mereka, berbagai perangkat itu tak lebih hanya bersifat visioner, padahal yang dibutuhkan adalah praktik dari bangunan impian itu.

Jadi, terasa percuma saja kita terus-menerus membangun mimpi, jika pada kenyataannya korupsi tetap subur, Indonesia terus “menjaya” dan mendominasi peringkat tertinggi dalam urusan menggarong uang rakyat.

Lebih baik menempuh jalan praktis saja, kembali ke masalah pembangunan manusia seutuhnya, termasuk moralitas. Lebih murah dan praktis!


Ratman Aspari
Penulis Lepas
 

Klaim Budaya dan Tips Menangkis Ancaman "Pencuri"



Nilla A. Asrudian
 Publik Indonesia sedang panas oleh berita klaim Malaysia atas tari Tor-Tor dan alat musik Gondang Sambilan yang berasal dari Sumatra Utara. Ini bukan kali pertama Malaysia mengklaim budaya benda dan non benda negeri Indonesia sebagai milik mereka. 
 
Seperti yang diketahui sebelumnya, Batik, Tari Pendet, Reog Ponorogo, lagu Sayang-sayange, juga pernah dimasukkan sebagai kekayaan budaya Malaysia dalam promosi wisata mereka. Sayang sekali memang, jika hal ini terus terjadi. Maraknya perdebatan dan berita televisi mengenai klaim budaya ini pun menggugah ingatan saya jauh ke masa lalu.
 
Sebagai anak perempuan, pada usia lima tahun, ibu mengikutsertakan saya dalam kegiatan les menari yang diadakan dua kali dalam seminggu. Awalnya, menari adalah sebuah keterpaksaan, tetapi setelah sekian lama, menari menjadi keasyikan tersendiri yang saya akrabi hingga lulus SMA. Meski kegiatan ini sempat tersendat beberapa waktu karena kesibukan belajar, tetapi menari tetap menjadi pilihan saya saat liburan panjang tiba.  
 
Awalnya, yang diajarkan di sanggar menari saya di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, adalah tari-tarian tradisional dan kreasi nusantara, mulai dari Serampang Dua Belas, Patah Sembilan, dan Tanjung Katung dari ranah Melayu, tari kreasi Bagong Kussudiarjo dari Jawa Tengah, Tari Sirih Kuning dan Topeng Gong dari Betawi, tari Panen dan Payung dari Sumatra Barat, tari Pendet dari Bali, Giring-giring dari Kalimantan, dan banyak lagi tarian yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Baru ketika duduk di bangku SMP, yang diajarkan lebih spesifik dimana saya mengambil dua kelas tari Betawi dan Jaipong.   
 
Saat duduk di bangku SMA, saya mulai menghasilkan uang dari kegiatan menari dengan mengisi acara di pesta adat pernikahan dan di hotel-hotel yang menyuguhkan pentas tari tradisional kepada tamu-tamu wisatawan mancanegara. Saat itu, bukan hanya tarian, melainkan saya telah belajar pula memainkan calung dan angklung. 
 
Dengan demikian, saya menyadari bahwa seni tradisional masih sangat diperlukan keberadaannya, sebagai bagian dari upacara adat yang sakral seperti pernikahan maupun demi kepentingan komersial seperti program hiburan di hotel-hotel di Jakarta. 
 
Di bangku kuliah, saya pun belum melepaskan kecintaan akan seni budaya Indonesia. Saya berusaha membagi waktu antara jadwal perkuliahan di sore dan malam hari, sementara pada pukul delapan pagi hingga empat sore saya bekerja di sebuah lembaga yang bergerak di bidang pembinaan dan pelestarian seni budaya tradisional Indonesia yang berkantor di kawasan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. 
 
Lembaga ini dulu bernama Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) DKI Jakarta, sekarang Badan Kerjasama Kesenian Indonesia (BKKI) yang struktur kelembagaannya berada di bawah Gubernur DKI Jakarta, dan merupakan mitra dari Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. 
 
Sesungguhnya, keberadaan BKKNI sebagai mitra Dinas Kebudayaan DKI Jakarta untuk mengembangkan dan melestarikan kebudayaan nasional saat itu patut diapresiasi. 
 
BKKNI menampung 33 wadah organisasi kesenian daerah dan sejenis seperti Lembaga Kebudayan Betawi (LKB), Lembaga Kebudayaan Riau-Jakarta (LKRJ), Wadah Organisasi Kesenian Jawa, Paguyuban Macapat Radya Agung  (PMRA), sampai Lembaga Pengembangan dan Pelestarian Dongeng Indonesia (LPPDI), dan lain sebagainya. 
 
Wadah-wadah organisasi kesenian inilah yang kemudian berhubungan langsung dan menaungi sanggar-sanggar seni yang ada di DKI Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta saat itu melalui BKKNI memberikan pendanaan per tiga bulan untuk digunakan sebagai dana program pengembangan dan pelestarian kesenian tradisional. 
 
BKKNI dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta juga memberikan workshop bagi pengajar-pengajar tari dan seni untuk dapat memperkaya dan mengembangkan keahlian di bidangnya masing-masing.
 
Saya juga ingat pada tahun 2001-2002, BKKNI dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menggagas program pagelaran seni tradisional rutin di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) setiap hari Selasa pukul 9-11 pagi tanpa membebankan tarif masuk alias gratis. 
 
Selain untuk memberi kesempatan kepada sanggar-sanggar yang bernaung di bawah wadah organisasi kesenian untuk tampil profesional di panggung bergengsi seperti GKJ, pagelaran seni ini juga ditujukan untuk menyediakan akses budaya bagi wisatawan mancanegara untuk mengenal budaya indonesia saat mereka datang ke Jakarta. Mereka tidak perlu repot mencari pertunjukan tradisional di hotel-hotel atau ke situs budaya lain yang menyajikan kesenian pada event-event tertentu saja, melainkan cukup ke GKJ. BKKNI dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta bekerja sama dengan biro-biro perjalanan wisata dan kedutaan-kedutaan untuk mencantumkan ‘Agenda Selasa’ di brosur atau flyer mereka. 
 
Pementasan demi pementasan ditampilkan profesional dengan desain panggung yang tidak main-main. Sayangnya, kegiatan ini hanya berlangsung setahun, salah satunya disebabkan promosi melalui biro perjalanan tidak membuahkan hasil maksimal. Pengunjung yang datang sering kali hanya memenuhi setengah kapasitas tempat duduk dan setengahnya adalah kerabat atau kru dari pengisi acara.
 
Begitu pula saat Pekan Raya Jakarta dimulai, BKKNI dan Dinas Kebudayaan Jakarta merancang pertunjukan dengan tujuan memberi kesempatan kepada sanggar-sanggar kesenian di DKI Jakarta untuk menampilkan kekayaan seni budaya daerah asalnya masing-masing dan memasyarakatkan kesenian daerah di negeri sendiri. 
 
Saya masih ingat, Lembaga Kesenian Sumatra Utara menampilkan gondang sabilungan dan tari-tarian adat, serta penyanyi-penyanyi bersuara merdu yang mengalunkan lagu-lagu Batak, begitu pula saat Paguyuban Musik Kolintang-Kawanua menampilkan pagelaran musik Kolintang yang dinamis dan merdu sambil mengiringi lagu-lagu daerah dan lagu pop modern. 
 
Tetapi, lagi-lagi sangat disayangkan, stan BKKNI sering kali sepi pengunjung, kalaupun banyak penontonnya, mereka adalah kerabat para pengisi acara. Pengunjung PRJ saat itu lebih banyak memadati panggung yang menampilkan grup-grup musik kenamaan yang menggelar konsernya di sisi lain kawasan PRJ.
 
Meski dari dua contoh kegiatan tersebut responnya kurang memuaskan, tapi paling tidak ada upaya dari pemerintah, khususnya di DKI Jakarta, dan lembaga yang berada di bawah koordinasinya, untuk terus memperkenalkan dan melestarikan budaya Indonesia di negeri sendiri dan bagi wisatawan mancanegara. Apa yang dilakukan pemerintah saat itu baru bisa saya maknai lebih dalam saat ini, ketika kasus-kasus pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia marak terjadi. 
 
Lantas saya berpikir, bagaimana bisa seni budaya seperti tari dan musik yang sudah saya kenal dan akrabi 28 tahun terakhir, tiba-tiba diakui oleh negara lain sebagai budaya mereka? Saya yang hanya ‘kenal’ saja merasa sedih dan sakit hati mendengarnya. Bagaimana dengan perasaan seniman-seniman tradisional yang sejak lahir hingga tua menjadikan seni budaya daerah mereka sebagai akar, tanah, air,  udara, dan darah  dalam hidup mereka? Tentu mereka tidak bisa menerima dan sangat tersakiti. 
 
Sesungguhnya merekalah, orang-orang yang lahir, tumbuh, besar, dan mati dengan melestarikan budaya  daerahnya, dan yang menerima nilai-nilai dan filosofi budaya tradisi dari ratusan generasi sebelumnya, yang merupakan  pemilik sah  budaya itu sendiri. 
 
Lalu bagaimana dengan klaim Malaysia atas budaya kita? Jika masyarakat Indonesia berang atas ulah Malaysia, sekarang saatnya berbenah diri dengan lebih menghargai dan mencintai budaya tradisional dan memberi kesempatan baginya untuk tampil sebagai tuan rumah di negeri sendiri. 
 
Pemerintah juga harus lebih bersungguh-sungguh melakukan upaya pelestarian seni budaya tradisional baik di tingkat lembaga kesenian, seniman-seniman pelaku seni, maupun di kalangan  masyarakat, baik berupa pendanaan dan pembinaan berkelanjutan, program budaya nasional, sampai pada kurikulum pendidikan. 
 
Yang paling mendesak adalah mendaftarkan seluruh kekayaan budaya nusantara untuk mendapatkan hak paten ke UNESCO. Ironis memang, ketika kekayaan negara berupa uang triliunan hilang dalam korupsi, kekayaan budaya tradisional juga selalu terancam dicuri tetangga sendiri.


Nilla A. Asrudian
Penulis Lepas

Tren Menulis Keroyokan



Hetih Rusli
“Aku ingin jadi penulis, Mbak. Gimana ya caranya bisa diterbitkan?” Kalau setiap mendengar kalimat itu saya dapat seratus ribu, hari ini saya udah bisa membeli mobil deh.

Tapi biasanya, seringnya, ucapan itu cuma sebatas ucapan tanpa dilanjutkan jadi aksi. Kalau keinginan yang besar bisa terwujud hanya karena kita menginginkannya, lebih baik saya jualan lampu Aladin.

Waktu berlalu, saat bertemu lagi dengan orang yang kepingin jadi penulis itu, basa-basi saya tanya, “Gimana tulisannya? Udah sampai mana?” Langsung muncul beragam alasan, antara lain, “Aduh, baru sedikit nih, aku nggak ada waktu buat nulis.” Atau “Bingung nih, kok rasanya aku writer’s block?”

Biasanya saya cuma memutar bola mata mendengar pernyataan alasan macam itu, tapi kini beruntunglah kalian semua yang “cuma” menulis satu-dua karya tapi kepingin bisa diterbitkan.

Belakangan, dengan adanya konsep self-publishing, juga fenomena Twitter, pengarang bisa bergabung dan membuat kumpulan cerita beramai-ramai. Konsepnya bisa apa saja, bisa membentuk satu tema dalam antologi. Atau bahkan tema bisa dicari-cari, dikumpulkan dan dikonsep setelah penulisnya dikumpulkan karena mereka seleb di twitter alias mereka yang banyak followernya.

Omnibus belakangan ini jadi barang langka. Mari jeda sebentar untuk menjelaskan beda antologi dan omnibus.

Antologi, menurut KBBI adalah kumpulan karya tulis pilihan dari seorang atau beberapa orang pengarang. Jadi bisa kumpulan cerita beramai-ramai.

Sementara omnibus adalah kumpulan tulisan satu pengarang dengan topik yang serupa. Contohnya, omnibus karya Sir Arthur Conan Doyle atau Jules Verne. Bahkan bisa jadi tiga novel dari satu pengarang dirangkum jadi satu buku membentuk omnibus.

Mulai dari pengarang abege yang menulis kisah remaja teenlit secara keroyokan, sampai mereka yang sudah malang melintang jadi seleb twitter dan profesi lain di waktu senggang ikut meramaikan tren ini.

Di satu sisi, menulis keroyokan ini bisa membangkitkan semangat dan memicu mereka yang memang punya dorongan untuk menjadi penulis profesional. Tapi di sisi lain, memandang nama mereka tercetak indah di buku menimbulkan efek pongah berlebihan hingga tak bisa move-on dari karyanya, lalu menganggap satu-dua cerpen yang ada di buku yang ditulis keroyokan itu sebagai karya monumentalnya yang legendaris.

Dampaknya adalah, karya-karya semacam ini bisa menggelincirkan si penulis untuk puas diri dan merasa aman. Padahal menulis, menurut saya, adalah satu kegiatan yang butuh rasa lapar… Apa tuh kata Steve Jobs yang sering banget dikutip? “Stay Hungry. Stay foolish”.

Saat penulis merasa karyanya sudah bagus banget dan keren sekali, dia akan habis. Penulis harus terus menggali rasa lapar yang memberinya kegelisahan dan dorongan untuk menulis.

Saya tidak bilang menghasilkan karya keroyokan itu buruk. Salah satu sisi baiknya adalah menerbitkan sebuah karya beramai-ramai bisa menjadi satu referensi saat menghasilkan karya berikut… yang semoga adalah karya utuh yang ditulisnya sendiri.

Percayalah, menulis secara keroyokan rasanya takkan sebangga menghasilkan satu buku utuh sendirian.

Menulis, ke mana pun tujuan akhirnya, adalah perjalanan sepi yang harus kita lakukan sendirian, bukan hura-hura gegap gempita beramai-ramai.

Menulis bukan tentang mencari ketenaran, menghasilkan uang berlimpah, atau eksis punya banyak teman di dunia nyata atau maya. Menulis adalah tentang bagaimana menghasilkan sesuatu yang membuat jiwa kita kaya – dan semoga bisa memperkaya jiwa orang lain – serta melalui perjalanan sepi itu tanpa merasa kesepian.

"If you want to be a writer, you must do two things above all, read and write a lot." - Stephen King


Hetih Rusli
Editor Buku

UI, UGM atau Orang Indonesia?


Michael Carlos Kodoati
Dunia pendidikan Indonesia terutama Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) tiba-tiba saja dikagetkan dengan pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie. Dua perguruan tinggi ternama ini disebut sebagai perguruan tinggi yang menghasilkan koruptor. Sontak kekagetan ini membawa dampak, bagi para alumnus almamater maupun Marzuki sendiri. Tak lama lagi Marzuki harus menghadapi gugatan yang sudah dilimpahkan kepada pengadilan oleh David Tobing seorang alumnus UI.

Saya merasakan banyak hal ketika mendengar berita tersebut. Satu perasaan yang dominan adalah geli. Geli melihat banyak dialog di sejumlah media yang membahas soal ini. Geli melihat pihak yang naik pitam dan membawa ke pengadilan. Geli melihat pernyataan Marzuki Alie sendiri. Termasuk geli membayangkan nasib pendidikan yang secara langsung membentuk karakter orang Indonesia sendiri.

Pendidikan sebagai proses internalisasi
Sejatinya, pendidikan memiliki makna yakni sebuah proses internalisasi untuk melakukan sesuatu yang benar. Sendi-sendi pendidikan Indonesia yang dibangun oleh Ki Hajar Dewantara juga menyebut kurang lebih demikian apa yang dimaksud dengan pendidikan.

Pendidikan bukan saja tugas sekolah. Dalam pendidikan, rumah tangga adalah sekolah dan sekolah adalah perpustakaan. Di rumah, seorang anak mengalami internalisasi nilai-nilai moral dan di sekolah ia mendapatkan identifikasi-identifikasi serta pemahaman dari pengetahuan nilai yang terinternalisasikan di rumah.

Jika menganalisa pernyataan Marzuki Alie, tanpa banyak tingkah dan dilatarbelakangi oleh apa pun, kita bisa menemukan makna sebuah harapan akan pendidikan yang baik bagi Indonesia. Saya meminjam ucapan Effendi Gazali dalam siaran Apa Kabar Indonesia di sebuah televisi (8/5). Gazali mengungkapkan opininya bahwa pernyataan Alie harus dilihat dalam konteks yang lengkap meski jelas ada logika yang tidak lengkap dalam pernyataan tersebut.

Dalam konteks ini, bisa saja Marzuki Alie ingin mengungkapkan kekesalannya terhadap semakin banyaknya kasus korupsi di Indonesia. Kasus-kasus ini melibatkan sejumlah orang yang "kebetulan" berasal dari sejumlah lembaga pendidikan tinggi terbaik yang ada.

Apa pun maksud dan konteks dari pernyataan Marzuki Alie, kita harus belajar memahami: sikap dan perilaku adalah hasil internalisasi dalam proses pendidikan. Pendidikan yang dimaksud ialah yang saya sebut sebelumnya: rumah tangga dan sekolah. Marzuki Alie dapat dinilai keliru dalam hal pernyataannya yang frontal menyebut dua perguruan tinggi tersebut, tetapi di sisi lain kita bisa mengambil hikmah dan nilai positif dari pernyataan itu: introspeksi.

Pernyataannya: apakah ada koruptor yang tidak sekolah? Kita bisa menjawab sendiri. Seperti halnya yang dikatakan Marzuki Alie dalam rekaman lengkap pidatonya bahwa para koruptor adalah orang-orang pintar. Saya akan mengatakan setuju, karena perilaku korupsi menuntut kepintaran dan kejelian untuk berbuat korupsi. 
Tetapi sekaligus kita boleh tidak setuju jika korupsi terjadi karena orang berada pada posisinya sebagai pejabat. Jabatan bisa dijalankan tanpa korupsi. Banyak orang yang berhasil memimpin tanpa harus korupsi. Perilaku korupsi disebabkan pendidikan karakter dan moral yang tidak memadai. Opini saya terakhir ini mau menyanggah pernyataan Zainal Arifin alumnus UGM yang mengatakan bahwa orang korupsi bukan karena pengetahuan tetapi karena jabatannya.

Sekali lagi, perilaku korupsi adalah hasil internalisasi pendidikan kejujuran yang tidak memadai. Dan internalisasi itu bukanlah seratus persen pekerjaan sebuah lembaga pendidikan formal tetapi juga lembaga pendidikan informal bernama keluarga atau rumah tangga. 
Universitas Indonesia dan Gadjah Mada tidak pernah menghendaki lulusannya akhirnya menjadi koruptor di kemudian hari. Hitung-hitung, kuliah empat tahun dibandingkan dengan proses internalisasi  di tempat lain adalah alasan mengapa lembaga pendidikan tidak boleh seratus persen disalahkan.

Introspeksi
Pernyataan Marzuki Alie bukanlah masalah kesalahan berkomunikasi tetapi harus dilihat sebagai persoalan mengungkapkan isi hati. Kita tahu sejumlah nama tersangka maupun terdakwa kasus korupsi. Ada oknum guru besar ekonomi, ada oknum anggota DPR yang terkenal cerdas, cantik, pemenang konteks yang mengusung 3B, bahkan anak akademisi dan masih banyak lagi oknum yang tersandung korupsi. Mereka adalah orang-orang terdidik bahkan menyandang gelar pendidikan hingga yang paling pamungkas.

Jika korupsi adalah sebuah perilaku, maka kita tidak perlu berdebat panjang lebar tentang siapa yang salah dan "mengapa lembaga saya disebut demikian". Indonesia sekarang hanya memerlukan sebuah sinergi untuk berbuat kebenaran. Sudah terlalu banyak sinergitas tetapi bukanlah sinergitas untuk membina moral bangsa tetapi justru sebuah persekongkolan untuk merampok bangsa ini.

Pesta olahraga terbesar ASEAN yang misinya membina mental manusia supaya sehat rohani dan jasmani digelar dengan sukses tetapi berujung kasus proyek korupsi pembangunan Wisma Atlet. Kita mungkin tidak akan lupa pernah memiliki oknum mantan Ketua KPU bergelar guru besar yang tersangkut korupsi KPU.

Kita juga jelas-jelas mengetahui bahwa ada korupsi dalam pembahasan anggaran di Kementerian Pendidikan yang notabene lembaga pendidik bangsa. Kita juga tidak lupa dengan seorang guru besar yang terlibat plagiarisme. Kita tetap tahu dari sejumlah survei bahwa Kementerian Agama disebut sebagai lembaga pemerintahan yang paling korup. Semua yang saya sebut ini melibatkan orang-orang yang berpendidikan! Mereka pernah bersekolah di perguruan tinggi, apa pun itu. Mereka sekolah dengan benar. Rapor mereka nilainya sangat bagus. Tetapi?

Bukan saatnya menyoroti UI dan UGM. Saatnya kita menyoroti sistem pendidikan kita. Jika sekarang bangsa ini masih berkutat pada pusaran korupsi yang sangat hebat, berarti ada yang salah dari sistem pendidikan kita. Tepat jika dalam konteks ini mengatakan pernyataan Marzuki Alie tidak keliru. Kita perlu berkaca diri.

Saya, Marzuki Alie, DPR, UI, UGM dan segenap bangsa Indonesia harus bersinergi membangun sebuah sistem pendidikan moral yang baik agar Indonesia bebas korupsi. Apa pun itu, UI maupun UGM adalah Indonesia. Tidak tepat jika mengatakan para koruptor itu lulusan UI dan UGM. Lebih tepat, tetapi tentu sungguh memalukan jika kita mengakui dan menyebut: para koruptor itu orang Indonesia!


Michael Carlos Kodoati
Peneliti FreeIndonesia

Memaknai Arti Kehilangan



Ada seorang perempuan yang merasa sangat
kehilangan saat ditinggal mati suami yang
sangat dicintainya.

Demikian besar rasa cintanya, sehingga ia
memutuskan untuk mengawetkan mayat
suaminya dan meletakkannya di dalam kamar.

Setiap hari, dia menangisi suaminya yang telah
menemaninya bertahun-tahun. Wanita itu
merasa dengan kematian suaminya, maka tidak
ada lagi makna dari hidup yang dijalaninya.

Cerita tentang wanita itu terdengar oleh seorang
pria bijak yang juga terkenal memiliki kesaktian
yang tinggi. Didatanginya wanita tersebut, dan
dia mengatakan bisa menghidupkan kembali
suaminya. Dengan syarat dia meminta
disediakan beberapa bumbu dapur yang mana
hampir setiap rumah memilikinya.

Namun, ada syarat lain, bumbu dapur tersebut
harus diminta dari rumah yang anggota keluarganya
belum pernah ada yang meninggal dunia sama
sekali.

Mendengar hal itu, muncul semangat di hati
sang wanita tersebut. Dia berkeliling ke semua
tetangga dan berbagai penjuru tempat. Setiap
rumah memiliki bumbu dapur yang diminta oleh
si orang bijak, tapi setiap rumah mengaku
pernah mengalami musibah ditinggal mati oleh
kerabatnya. Entah itu orang tua, suami, nenek,
kakek, adik, bahkan ada yang anaknya sudah
meninggal.

Waktu berjalan dan tidak ada satu pun rumah
yang didatanginya bisa memenuhi syarat yang
dibutuhkan.

Hal ini menjadikan wanita tersebut sadar, bahwa
bukan hanya dirinya yang ditinggal mati oleh
orang yang disayanginya.

Akhirnya, dia kembali mendatangi si orang
bijak dan menyatakan pasrah akan kematian
suaminya. Hingga kemudian dia menguburkan
mayat suaminya, dan menyadari bahwa semua
orang pasti pernah mengalami masalah
sebagaimana yang dihadapinya.

Pesan dari kisah di atas adalah, jangan pernah
menganggap bahwa masalah yang ada pada
kita merupakan masalah yang paling besar
,
sehingga kita mengorbankan waktu hanya untuk
terus meratapi musibah tersebut.

Yakinlah, bahwa semua orang di dunia ini
pernah mengalami musibah,  apapun bentuknya.
Yang membedakan adalah bagaimana
seseorang menghadapi dan menyikapi
masalah yang ada pada dirinya.
 :-)

Penulis: Anne Ahira

Tips dan Trik Mengelola 600 Blog

Ilustrasi uang. (sumber: Davinanews.com)
Atas permintaan rekan rekan semua, izinkan saya untuk sharing lanjutan atas kumpulan pertanyaan rekan rekan semua, yang sebisa mungkin saya paparkan dalam bahasa yang bisa dimengerti. Semua pertanyaan intinya menanyakan perihal :

1. Cara Update content / Posting
2. Berapa akun Adsense
3. Trik Online SEO
4. Trik Offline SEO
5. Backlinks
6. Bagi waktu

Baiklah rekan rekan, pertama saya ulangi sedikit sejarah saya mulai Internet Marketing kira kira di tahun 2008, Mula mula hanya memiliki 10 blog di blogger.com dan masih belajar tentang SEO, dan niche keyword research. Karena sambil belajar, tentu masih banyak kesalahan dalam hal pemilihan keyword nya karena ternyata kompetitor nya banyak banget, sehingga kala itu mustahil untuk berada di halaman 1 google. 



Selama 3 bulan pertama, setelah posting kontent secara rutin, penghasilan masih NOL. Sempat putus asa, akhirnya bertekad harus menghasilkan. Karena di Google agak sulit masuk di halaman 1, maka saya mulai cari strategi lain yakni "bermain" di beberapa sosial medial dan blog media seperti MyBlogLog, Blogcatalog, Digg, Stumbleupon, Reddit, Blogsphere, Zimbio, Squidoo, Blogcarnival. Saya mencoba untuk posting dengan backlink ke blog blog saya. Hasilnya lumayan banyak visitor yang mampir lewat media tersebut (bukan dari Google Search)...Penghasilan mulai bulan July 2008 sd June 2009 sbb :

July $0.92
Oct $ 0.12
Nov $ 8.75
Dec $ 20.19
Jan $ 3.90
Feb $ 4.97
Mar $ 10.95
apr $ 43.32
May $ 85.74
Jun $ 169.09

Jadi dalam waktu setahun dengan dimulai 10 blog sampai 100 blog baru menghasilkan 169.09. Tapi semangat nya luar biasa juga, bangga bisa dapet. Setelah itu sambil memperdalam ilmu SEO dan belajar secara otodidak dari para pakar internet marketing, maka saya ingin mencoba memberanikan diri dan menganut "the law of large numbers" alias lebih banyak blog yang menghasilkan $ lebih baik. Waktu itu saya target 1000 blog dengan asumsi kalo 1 blog bisa menghasilkan $1 saja per hari kan lumayan juga $1.000 per hari. Akhirnya dengan tekad dan bermimpi menghasilkan dollar yang banyak, dimulai lah "proyek" raksasa ini target 1000 blog. 



Untuk itu semua di mulai dengan "keyword research" menggunakan adwords google dan keyword tracker. Selama beberapa hari saya mengumpulkan ratusan niche keywords yang akan menjadi alamat URL blog saya. Tahap berikutnya, saya membuat beberapa akun di gmail dan mendaftarkan nya di blogger.com. Semua saya ada 8 akun gmail. 


Selanjutnya di blogger.com saya mulai mem "booking" url berdasarkan niche keyword itu. Setelah mendapatkan 100 url, kemudian ke akun berikut nya dan seterusnya. Semua masih kosong dan belum ada kontentnya. Yang penting dapet url nya dulu. Setelah mendapatkan 300 URL, kemudian satu per satu blog nya diberi kontent, gadget, gambar, dibuat search engine friendly (SEO) di onpage nya, misalnya meta description, meta keywords, keyword density, onpage link, outbound link. Enaknya di blogger.com semua nya sudah tersedia tinggal kita atur. Oh iya..ternyata blogger.com itu milik nya Google ya..shg semua fasilitas SEO dan gadget akan sangat mendukung untuk dapat membantu blog kita masuk top-10 Google...dan pasti Google akan "sebisa" mungkin menolong blog nya milik, blogger.com, tentunya dengan cara yang sehat, sesuai aturan umum.

Yang lama memang mengisi content. Content diupayakan jangan 100% copas, sebisa mungkin 70% saja lah sisa nya 30% modifikasi, biar content terlihat fresh. Saya menggunakan autosummarize nya MS Word.


Saya mulai mengisi setiap blog minimal 10 content dan yang diposting langsung 3 content, sisa 7 content di tayangkan kedepan menggunakan auto date submitter di blogger.com, sehingga content tidak sekaligus tayang tapi ada jeda 1-4 minggu. Maksud nya agar konsisten "ada postingan baru".


Waktu itu saya menghabiskan waktu saya 3-4 jam sehari kadang kadang sampe 6 jam mengisi setiap blog saya yang jumlah nya ratusan tersebut.
Kalo sehari 4-5 blog tersisi 10 kontent, maka sebulan kurang lebih 100 blog. dan 300 blog dalam 3 bulan.


Setelah itu mulai membuat 100 blog lagi (yang ke-400) dalam waktu 3 bulan dan seterusnya sampai sekarang. Tentu ada jeda waktu kosong dimana saya ngga ngeblog sama sekali, maklum manusia biasa yang bisa jenuh juga.


Ada beberapa komentar dari pakar IM bahwa sebaiknya jangan di blogger.com dan sebaiknya domain name sendiri...karena tidak baik kedepannya dan kurang keren menggunakan domain orang lain. Memang betul, tapi saya berpikiran lain...Pertama blogger.com adalah miliknya Google, search engine nomor satu. Pasti ada "fasilitas fasilitas" yang akan mempermudah blog di blogger.com untuk mencapai halaman 1 tentu nya dengan cara halal. Dan saya ingin membuktikannya.


Sampai bulan April 2012 ini posisi blog blog saya sebagai berikut :
SEARCH Top 10
MSN 86
Yahoo 73
Google 109
Total 268

Total ada 109 blog saya yang ada di halaman-1 Google, 73 blog di halaman 1 Yahoo! dan 86 Blog dihalaman 1 Bing/MSN.
Artinya dengan 109 blog di halaman-1 menghasilkan kurang lebih $ 899.99 bulan April ini atau $ 8.9 per blog halaman 1 atau $899.99 / 600 blog = $ 1.50 per blog per bulan atau $ 0.05 per blog per hari. Masih jauh dari $1 per hari.
Namun potensi tersebut masih tetap terbuka.

Setelah memiliki 600 blog, bagaimana mengupdate nya ? Saya harus punya prioritas. Untuk itu saya mengkategorikan seluruh blog saya menjadi 3 bagian :
1. Posisi 10 besar Google
2. Posisi 11-50 besar Google
3. Posisi 51- 1000 besar Google.

Yang > 1000 besar Google sementara tidak saya sentuh dulu. Dan menurut statistik terakhir posisi blog blog saya berdasarkan kategori tersebut diatas adalah sbb ;
SEARCH Top 10 Top 50 Top 10 Top 50 Top 1000
MSN 86 132 32% 24% 174
Yahoo 73 218 27% 39% 292
Google 109 207 41% 37% 392
268 100% 100%

Blog yang ada dihalaman 1 Search Engine ada 268 blog
Blog yang ada dihalaman 2-5 ada 557 blog.
Blog yang ada dihalaman 6 sd 100 ada 858 blog
Perlu di simak bahwa 109 blog dihalaman 1 Google kemungkinan besar ada juga di halaman 1 Yahoo dan Bing. Berdasarkan statistik ini saya memprioritaskan yang ada dihalaman 1 Google dengan mensubmit content segar setiap minimal sebulan sekali..tapi konsisten. 



Kemudian saya fokus ke posisi halaman 2-5 Google karena berpotensi masuk ke posisi halaman 1 Google dan seterus nya.Setelah update konten, saya submit ke directories dan social media untuk membuat "backlink". Begitu seterusnya...dan tentunya tetap ada waktu jeda atau kosong dimana saya tidak ngeblog sama sekali...kadang kadang jenuh eeuy !
Waktu yang saya perlukan setiap hari kurang lebih 2.5 jam utk 10-20 blog.


Jadi pelajaran yang dapat di petik disini adalah anda harus mempunyai catatan progress dari setiap blog anda dari segi posisi thd bbrp search engine. Contoh sebagai berikut :

Blog No of Keywords ratio Back
No. per/day search/mnth Comp/BL Competitors Links PR GOOGLE GOOGLE.co.id AOL Y! bing
1 91 2.730 182.000 1.820.000 10 1 7 7 4 3 2
2 1 30 72.375 579.000 8 1 9 9 7 8 8
3 474 14.220 113.571 795.000 7 1 12 12 5 4 4
4 26 780 144.333 866.000 6 1 1 1 8 6 6
5 792 23.760 4.350.000 8.700.000 2 2 na na 1 97 97
6 1.162 34.860 1.530.000 1.530.000 1 1 763 763 101 1000 9
7 190 5.700 286.667 860.000 3 2 4 4 7 4 4
8 dst....sd 600 blog

Sedikit keterangan:
Blog no.1 mempunyai keyword search per hari 91 atau 2.730 per bulan, dengan kompetitor 1.820.000 website/blog, total backlinks 10 , PR=1 dan posisi Google no.7 dihalaman 1, AOL no.4, Yahoo no.3 dan Bing no.2...semua di halaman 1 Search Engine. Posisi ini sewaktu waktu dapat berubah sesuai perkembangan. namum jika anda memenuhi segala persyaratan SEO, Fresh Content, backlinks, maka blog anda dapat bertahan cukup lama di halaman 1 dan insyaAllah mendapatkan DOLLAR.

Untuk SEO di blogger.com atau di blog anda yang perlu anda perhatikan adalah content anda harus memenuhi persyaratan keyword density yang setara dengan kompetitor anda. jangan terlalu banyak "keyword" di content anda, shg akan di catat oleh Search Engine. jangan lupa "link internal" ke halaman lain di blog anda. Kemudian di fasilitas "edit HTML", masukkan meta description dan meta keywords nya agar muncul di search engine. Selanjutnya gunakan "gadget" di blogger.com sebijak mungkin seperti RSS Feeds, News, Slideshow, HTML, Link to Blogs, Text Link, Youtube, dan fasilitas Adsense nya. Untuk adsensenya pilih 3 text link dan 3 jenis lainnya (Leaderboard, Small Square dan Mini Skyscraper)


Saya memilih theme dan template yang simple yakni warna putih dengan 2-3 collumn type.
Untuk offpage SEO, submit URL anda ke beberapa Search Engine, Directories, Blog Directories, Social Media Website (Digg, reddit, blogCatalog, Stumbleupon, Zimbio, Technorati dll) dan Blog, Ezine Articles dan Go Articles.

Beberapa Internet Marketing tools yang mungkin akan membantu antara lain :
1. Freewebsubmission
2. SeoSerp
3. Mikes-marketing-tools
4. KPMRS
5. GrowURL
6. DiagnosticWeb
7.Serptools
8.Serprrush
9.websitegrader
10.addbacklinks

Demikian kira kira bagaimana saya memanage ke 600 blog saya. Kedepannya tetap target saya adalah 1000 blog mungkin baru selesai di akhir tahun 2012 (semoga belum kiamat ya...he..he). Semoga bermanfaat dan mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dan mohon masukan dan saran sekiranya mungkin cara dan metode saya kurang tepat atau benar.





Penulis: Hadrian Nataprawira

Pemilik 600 Blog

Aksi FPI yang Tak Pernah Disiarkan TV


13392384891964639593Jumat, 24 Desember 2011. Sore itu jemaat memadati seluruh gereja di kota Cilacap. Mereka hadir untuk mengikuti misa Natal. Jumlah jemaat yang banyak menyebabkan panitia Natal di gereja-gereja itu terpaksa memasang tenda dan layar lebar di luar gereja. Kondisi yang sama juga terjadi pada Sabtu pagi (25/12/2011).

Di antara aparat keamanan, Nampak sejumlah anggota Front Pembela Islam (FPI)berjaga. Ormas Islam yang dilebeli ormas anarkis ini sejak sore hingga malam hari itu ikut mengamankan jalannya misa Natal 2011 lalu. Sedikitnya FPI wilayah Cilacap ini telah mengerahkan 200 orang.

Kami sebagai elemen bangsa ikut membantu pengamanan, monitoring keliling mengawasi jika ada yang mencurigakan,” kata Ketua Majelis Tanfizi FPI DPW Cilacap, Haryanto.

Itulah salah satu bentuk solidaritas atau toleransi yang pernah dilakukan FPI. Jika dipikir-pikir, untuk apa juga menjaga gereja, bukankah FPI itu pembela Islam? Namun, nyatanya FPI tidak sepicik itu.

Menjaga gereja cuma satu dari banyak aktivitas yang tidak pernah disiarkan TV atau ditulis oleh media-media cetak. Sebagaimana tagline media: good news is bad news. Aktivitas sosial atau fakta toleransi dalam bentuk solidaritas yang dilakukan FPI bukanlah good news. Biasanya aksi seperti itu baru akan dijadikan berita jika media mendapatkan benefit (baca: nilai uang), sebagai bentuk pencitraan corporate atau personal.

Tentu saja FPI tidak pernah lelah melakukan aksi-aksi seperti itu, meski tidak pernah diliput media. FPI pun pasti tidak pernah protes dengan ketidakseimbangan media, sehingga FPI mendatangi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) atau Komisi Penyiaran Indonesia (PWI). Padahal fakta menunjukkan, pada Maret 2003 FPI pasang body membela wartawan yang diintimidasi “orang-orang” Tommy Winata.

Jadi, saya setuju sekali dengan status Ustaz Arifin Ilham di akun Facebook: “Biarlah Arifin Menanam Padi dan FPI Menjaga Tikusnya”. Selama masih banyak tikus di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini, #IndonesiaButuhFPI. Tanpa perlu publikasi media atau puja-puji, #IndonesiaButuhFPI.

Penulis: Akang Jaya

Mengapa SEO Penting untuk Bisnis Online


Jawabannya satu. Ketergantungan pencari informasi akan search engine sangat besar.Oleh karena itu, jika artikel Anda dapat terindeks dengan baik di search engine maka, bisa jadi bisnis Anda tumbuh dengan pesat.

SEO atau search engine optimization merupakan salah satu faktor penting dalam melaksanakan suatu bisnis online. Seiring dengan bergulirnya google update, maka SEO suatu blog semakin penting apalagi jika sumber pengunjung blog Anda sebagian besar berasal dari search engine.

Jika sudah demikian, pengetahuan Anda tentang SEO yang sehat semakin penting. Banyak hal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan seluruh rangkaian SEO dan eBook ini membahas tahap awal rangkaian tersebut.

SEO Artikel
SEO ini merupakan bagian dari SEO-onpage, dimana ada hal-hal mudah yang bisa dilakukan oleh penulis blog untuk memaksimalkan artikel itu dalam indeksasi oleh search engine.
Semakin baik pemahaman Anda tentang SEO artikel tentu peluang bisnis online Anda untuk tumbuh besar semakin besar.

Menjadi pertanyaan kemudian adalah :
Bagaimana jika Anda bisa melakukan itu semua sendiri, tanpa perlu keluar biaya tambahan, atau software khusus yang Anda sendiri sulit untuk memahami cara kerjanya?
Jika bisa, maka akan menjadi semakin menarik bukan?

Hal-hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah pemahaman Anda terhadap struktur artikel, penempatan kata kunci, pembuatan url, dan jumlah kata dalam artikel.
Informasi itu semua ada di internet, dan sebagai alternatif ada sumber menarik lain yang bisa Anda manfaatkan yaitu sebuah eBook gratis.

eBook gratis bisa menjadi sumber pembelajaran yang sangat baik, sebagai tahap awal menguasai SEO. Oleh karena itu jangan lewatkan kesempatan jika Anda memiliki kesempatan untuk mendapatkan eBook gratis tersebut.
Yah, sekian dulu dari saya.

Lalu apakah eBook yang pernah Anda baca dan bagaimana pemahaman Anda terhadap SEO? Bagi komentarnya ya?

Penulis: Oktorian S Hakim

“Imperialisme dan Kapitalisme” Dimata Bung Karno


foto : http://robbyalexandersirait.files.wordpress.com
Bung Karno. (foto: robbyalexandersirait.files.wordpress.com)
“Imperialisme itulah penghasut yang bersarang menyuruh berontak, karena itu bawalah itu ke depan polisi dan hakim” (Bung Karno)

“Menolak Kerjasama” dengan pihak asing adalah cara Bung Karno untuk menutup peluang Penjajahan Gaya Baru (Imperialisme Moderen), karena Bung Karno sudah sangat faham dengan pola-pola yang dipakai dan cara-cara penjajah menanamkan cengkramannya di Tanah Indonesia. Membangun kekuatan Bangsa Indonesia adalah menjadi tujuannya, dan itulah tujuan akhir dari Kemerdekaan Indonesia.

Imperialisme Moderen bisa masuk lewat Kapitalisme, itu yang diyakininya. Dalam pandangan Bung Karno, Kapitalisme adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dar cara produksi yang memisahkan kaum buruh dengan alat produksi. Kapitalisme timbul dari cara produksi, yang menjadi sebab nilai lebih tidak jatuh ketangan kaum buruh, melainkan ketangan pengusaha. Kapitalisme meyebabkan akumulasi kapital, konsentrasi kapital, sentralisai kapital, dan indutrieel reserve-armee (barisan penganggur). Kapitalisme mempunyai atah kepada verelendung (memelaratkan kaum buruh).**

Apa yang ditakuti dan dikatakan Bung Karno dalam Pledoinya “Indonesia Menggugat” dihadapan pemerintah Belanda 18 Agustus 1930, terjadi sekarang ini, fase imperialisme moderen lewat Kapitalisme sudah kita hadapi. Cengkraman kuku-kuku imperialisme dan bujuk rayu kaum imperialis sudah mulai kita rasakan. Sebagian besar dari bangsa ini menikmatinya sebagai upaya untuk menumpuk kekayaan dengan cara menjadi boneka kaum imperialis, dan sebagiannya lagi merasakan ketertindasan.

Kita memang butuh investor dan kita butuh pinjaman modal asing, yang menjadi masalah adalah bukan investor dan pinjamannya, yang menjadi masalah adalah sikap pemerintah yang berkuasa dalam mengarahkan kebijakannya. Prinsip dari sebuah kerjasama dengan investor asing, Negara haruslah diuntungkan, dan rakyat tersejahterakan oleh kerjasama yang dilakukan dengan pihak asing. Ini adalah hal yang tidak bisa ditawar kalau memang harus melakukan kerjasama.

Tapi pada kenyataannya tidaklah demikian, dari kerjasama yang ada negara tidak diuntungkan, yang diuntungkan hanyalah pihak-pihak yang menentukan kebijakan dan yang ada dalam lingkaran kebijakan, yaitu penguasa, pembuat aturan dan haluan kebijakan, dan rakyat tidak merasakan manfaat apa-apa, terbuka lapangan pekerjaan tidak menjamin peningkatan kesejahteraan, semua tergantung aturan dan kesepakatan kerjasama.

Apakah semua ini sudah sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan ?  Jelas belum sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa. Kedaulatan rakyat saja sudah diabaikan, bagaimana mungkin rakyat akan tersejahterakan. Amanat Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya adalah Mencapai kehidupan rakyat yang Adil dan Sejahtera, memang untuk mencapai itu tidak mudah, tapi juga tidak sulit jika diupayakan. Mencapai Indonesia Merdeka saja adalah sesuatu yang sangat sulit, tapi hal itu ternyata bisa dicapai.

Imperialisme Moderen lebih pada bentuk penjajahan secara ekonomi, yang dilakukan melalui berbagai politik ekonomi oleh negara-negara yang mempunyai kekuatan ekonomi. Penjajahan ekonomi juga dilakukan lewat industrialisasi dan desentralisasi ekonomi, inilah yang sedang kita alami. Untuk melawan penjajahan ekonomi jalan satu-satunya adalah menciptakan perekonomian yang mandiri, dengan mengembangkan sentra industri kecil dan menengah, menghidupkan perekonomian rakyat. Selain itu merubah arah kebijaksanaan kerjasama, membatasi investor asing dalam pengelolaan sumber daya alam.

Kalau tidak ada kesadaran dari penentu kebijakan dalam kerjasama dengan investor asing, maka para imperialis yang berkedok investor akan semakin merajalela, yang terjadi tidak lagi hanya penjajahan ekonomi, tapi juga sosial, budaya dan politik. gejala itu pun sudah mulai terlihat nyata. harus ada sebuah generasi baru yang mampu melakukan perubahan secara besar-besaran, yang bisa menghapuskan segala bentuk penjajahan di Tanah Indonesia yang kita Cintai ini.

“Aku satu-satunya presiden di dunia ini yang tidak punya rumah sendiri. Baru-baru ini rakyatku menggalang dana untuk membuatkan sebuah gedung buatku. Tapi di hari berikutnya aku melarangnya. Ini bertentangan dengan pendirianku. Aku tidak mau mengambil sesuatu dari rakyatku. Aku justru ingin memberi mereka,” ujar Soekarno seperti ditulis Cindy Adams dalam buku ‘Bung Karno, Penyambung Lidah Bangsa Indonesia’.

**Dikutip dari buku Mahakarya Soekarno-Hatta

Penulis: Ajinatha

Politik Anggaran Hibah

SAAT ini ada kecenderungan peningkatan alokasi dana hibah dan bantuan sosial (bansos) menjelang pilkada di beberapa daerah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Politik anggaran itu berkorelasi dengan peningkatan kasus korupsi dana hibah dan bansos menjelang pilkada, dan tren itu disinyalir memuncak menjelang Pemilu 2014. Audit BPK 2011 menyebutkan aliran dana bansos  tahun 2007-2010 mencapai Rp 300 triliun

Namun BPK menyatakan dana itu banyak diselewengkan untuk keperluan pilkada. Temuan lembaga itu selaras dengan hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai tren korupsi 2009, yakni dana bansos dan hibah paling banyak dikorupsi bertepatan dengan tahun penyelenggaraan pemilu. Kerugian negara khusus akibat korupsi dana bansos pada tahun itu Rp 215,57 miliar.

Ironis, dana untuk kepentingan sosial masyarakat disalahgunakan oleh elite untuk membiayai aktivitas politik. Dana bansos dan hibah menjadi dana taktis pilkada di daerah dan pusat karena partai cenderung pragmatis mengelola anggaran negara melalui wakilnya di kementerian atau lembaga legislatif. Mereka tidak mengarahkannya untuk menyejahterakan rakyat, sebagaimana substansi Permendagri 32 Tahun 2011.

Temuan terbaru ICW soal korupsi dana hibah dan bansos terjadi di Banten 2011. Pada tahun anggaran itu, alokasi dana hibah Rp 340,46 miliar dan bansos Rp 51 miliar, meningkat hampir 100% ketimbang tahun sebelumnya. Tahun itu bertepatan dengan pilkada di provinsi tersebut, dan incumbent (petahana) kembali mencalonkan diri.

Berdasarkan verifikasi, dari 160 penerima dana bansos dan hibah, Pemprov Banten hanya mencantumkan 30 nama lembaga, itu pun tak dilengkapi alamat jelas. Sisanya, dengan persentase terbesar, yaitu 130 lembaga penerima (81,3%) hanya ditulis ’’daftar bantuan terlampir’’. Setelah ICW menguji petik ternyata lembaga penerima dana itu dipimpin oleh kerabat dan kroni incumbent.

Tren itu juga terjadi di DKI Jakarta 2012, bertepatan dengan tahun pilgub. Dana hibah di DKI Rp 1,3 triliun, meningkat hampir 200 persen ketimbang tahun sebelumnya. Muncul dugaan hal itu terkait dengan kembali tampilnya incumbent. Modusnya pun hampir sama, mengalirkan dana itu kepada kroni dan tim sukses.

Petunjuk Teknis

Dana hibah di Jateng 2012, atau setahun menjelang Pilgub 2013 tercatat Rp 3 triliun. Angka itu, menurut catatan ICW, paling besar ketimbang provinsi lain. Alokasi itu terasa tidak wajar terkait dengan kondisi Jateng yang masih belum bisa bersaing misalnya dengan Jatim, baik dari laju perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat.

Penulis khawatir dana hibah di Jateng yang nilainya besar disalahgunakan mengingat Pilgub 2013 sudah relatif dekat. Kita bisa melihat organisasi yang berpeluang menjadi tim pemenangan mendapat dana besar, misalnya KNPI Jateng mendapat hibah Rp 45 miliar, sedangkan organisasi buruh atau PKL mendapat bantuan senilai hanya ratusan, bahkan puluhan juta rupiah.

Dari beberapa fakta itu, kita tak memungkiri dana bansos dan hibah rawan dikorupsi. Memang ada Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Dana Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD tapi regulasi ini belum membatasi alokasinya, misalnya maksimal 1% dari total APBD. Akibatnya, definisi yang menyebutkan besaran dana hibah dan bansos sesuai dengan kemampuan keuangan daerah bisa ’’dimainkan’’ oleh beberapa elite.  

Seyogianya perlu ada moratorium pemberian dana hibah dan bansos minimal setahun menjelang daerah itu menggelar pilkada. Upaya itu sekaligus mengantisipasi supaya incumbent dan elite politik tidak bisa memanfaatkan dana itu sebagai dana taktis pemenangan pilkada. Tentunya pemerintah harus mendorong partai menggali dana secara mandiri dan kreatif. (10)


Penulis: Apung Widadi

Anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW)

Mencermati Politik Luar Negeri Putin



Asrudin
Ada yang menarik untuk dianalisis dari politik luar negeri Rusia, setelah Vladimir Putin dilantik menjadi presiden untuk ketiga kalinya pada (7/5) lalu. Yakni perintah Putin untuk membangun kekuatan Angkatan Laut (AL) Rusia.

Putin juga memerintahkan agar angkatan bersenjata Rusia segera dilengkapi dengan berbagai sistem persenjataan modern, agar pada tahun 2020 mendatang sekitar 70 persen dari kekuatan militer Rusia sudah terdiri dari sistem persenjataan baru.

Selain itu Putin pun memerintahkan agar membentuk beberapa lembaga eksekutif  baru di tingkat federal yang akan bertanggung jawab terhadap pemesanan dan implementasi pesanan sektor pertahanan. Jumlah personel kontrak di angkatan bersenjata Rusia rencananya juga akan ditambah sebanyak 50.000 personel setiap tahun.

Terkait dengan hal itu, apa sebetulnya yang sedang diagendakan Putin dalam politik luar negerinya? Spekulasi para pengamat hubungan internasional umumnya menilai ini sebagai bagian dari strategi Rusia untuk membendung pengaruh Amerika Serikat (AS) dalam panggung politik internasional.

Meski begitu, Putin membantah tuduhan itu dengan mengeluarkan dekrit kepada Kementerian Luar Negeri Rusia agar tetap bertahan dengan persyaratan traktat pengurangan senjata strategis (START) antara Rusia-AS.

Politik Luar Negeri Putin

Selama kurun waktu pasca Perang Dunia II, hubungan internasional didominasi oleh pertikaian Timur-Barat: perebutan kekuasaan di antara dua negara adi kuasa, AS, dan Uni Soviet (US). Era ini yang kemudian dikenal sebagai Perang Dingin.

Tentu saja, jika kita ingin memahami situasi hubungan internasional pada masa Perang Dingin, adalah penting untuk memahami politik luar negeri US dan politik luar negeri AS.

Sejak era Perang Dingin, meskipun ancaman keamanan US tampak jelas adalah AS, namun tidak ada satu pola umum yang dapat menjelaskan seperti apa politik luar negeri US (sekarang Rusia).

Bahkan Winston Churchill (1948) dalam The Gathering Storm pernah mengatakan bahwa ciri utama politik luar negeri Uni Soviet (US) itu merupakan “tebakan yang terbungkus dalam misteri sebuah teka-teki.”

Banyak analis yang menyebut, bahwa doktrin politik luar negeri US di masa Perang Dingin lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan ideologi. Tapi ada juga yang mengatakan politik luar negeri US lebih merupakan masalah “paham kekaisaran yang terbungkus mantel”.

Namun pastinya ciri utama yang membedakan politik luar negeri US dengan negara-negara lainnya (khususnya AS) di masa Perang Dingin adalah sebuah doktrin resmi yang telah diterima secara umum, yakni Marxisme dan Leninisme.

Seiring perkembangan waktu, sejak runtuhnya US pada 1991, dan bertransformasi menjadi Rusia sampai dengan saat ini, politik luar negeri Rusia lebih banyak dicirikan dengan kepentingan militer-strategis dan ekonomi. Di antara berbagai kepentingan tersebut adalah keinginan US untuk membangun pelabuhan bebas es, keamanan batas wilayah dengan membentuk sejumlah negara bawahan, memiliki sumber energi sendiri, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan oleh Peter R. Baehr (1994), Profesor Hubungan Internasional dari Universitas Amsterdam, kebutuhan akan keamanan wilayah (yang lebih baik) selalu menjadi ciri politik luar negeri US. Dalam kaitan ini, Baehr menggunakan istilah “US yang selalu merasa terkepung.” Oleh sebab itu pertimbangan keamanan selalu menjadi yang utama dalam agenda politik luar negeri US.

Kebutuhan akan keamanan ini didorong oleh pengalaman agresi dari negara luar pada masa lalu. Yang terpenting di antara pengalaman masa lalu tersebut adalah serbuan Napoleon pada abad 19, serbuan Jerman dalam Perang Dunia I dan II, dan intervensi AS dan sekutunya selama dan setelah Revolusi Bolshevik pada 1917.

Merujuk pada asumsi Baehr, politik luar negeri Putin yang menginginkan Rusia membangun kekuatan AL dan sistem persenjataan modern adalah sebuah kebutuhan akan keamanan wilayah yang lebih baik karena didorong  oleh pengalaman agresi pihak luar di masa lalu.

Dalam pidato di hadapan ribuan tentara Rusia pada momen perayaan hari Kemenangan (9/5/2012) karena menyerahnya pasukan Nazi kepada tentara Rusia di Berlin pada 9 Mei 1945 silam, Putin mengatakan, “dengan pengorbanan besar rakyat dan tentara Rusia dalam melawan pasukan Nazi Jerman selama Perang Dunia II, membuat Rusia memiliki hak moral untuk menjadi kuat dan menjadi kekuatan utama keamanan global.”

Meski dalam pidato tersebut, Putin tidak menyebut negara lain selain Nazi Jerman sebagai musuh, namun pernyataan Putin diduga diarahkan kepada AS di tengah ketegangan di antara kedua negara terkait keinginan keras AS menggelar perisai misil Eropa.

Pernyataan Putin disampaikan seminggu setelah Kepala Staf Umum Rusia Nikolai Makarov mengatakan, akan menggunakan kekuatan destruktif jika situasi terus memburuk karena sikap AS yang tetap akan memasang sistem pertahanan rudal di Eropa.

Celakanya, AS justru menyikapi ancaman tersebut dengan tetap akan membangun sistem pertahanan itu meski Putin (Rusia) menolaknya. Hal ini diperburuk dengan keengganan AS untuk memberikan jaminan keamanan tertulis kepada Rusia bila misil-misil itu tidak ditujukan ke Rusia.

Mentalitas Perang Dingin

Akibat dari sikap AS yang demikian, menjadi wajar apabila Putin berambisi menjadikan Rusia sebagai kekuatan utama keamanan global dengan membangun sistem persenjataan modern dalam 20 tahun mendatang. Tujuannya tidak lain adalah untuk membangun keseimbangan kekuatan terhadap AS.  

Apalagi AS terus terlihat melakukan penempatan sistem pertahanan di banyak negara lainnya. Belum lama ini (10/5), kabar dari Washington mengatakan AS berencana akan menempatkan kapal perangnya di Singapura mulai tahun 2013. AS juga akan meningkatkan kehadirannya di Filipina dan Thailand sebagai bagian dari strateginya di Asia-Pasifik.

Dalam kaitannya dengan kehadiran militer AS itu, pihak Beijing bahkan mengatakan hal ini adalah bukti "mentalitas Perang Dingin" dari Washington. Pun rencana Putin untuk melakukan penyimbangan kekuatan terhadap AS dengan memodernisasi sistem persenjataannya juga dapat dipahami sebagai “mentalitas Perang Dingin” dari pihak Moskow.

Menyikapi “mentalitas Perang Dingin” antara AS dan Rusia?penting bagi Indonesia untuk menerapkan kembali doktrin politik luar negeri bebas aktif. Hal ini mendesak dilakukan, agar Indonesia dapat bebas dari tekanan AS dan Rusia dan aktif untuk menentukan sikap sendiri sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.
 
Penulis: Asrudin
Penulis di Lingkaran Survei Indonesia

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.