Pemilukada DKI, Pertarungan Sengit Foke dan Jokowi
Survei The Cyrus Network menyebutkan bahwa pemilihan umum kepala daerah akan dikuasai dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Yaitu, pasangan bakal calon incumbent Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) dan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Keduanya diprediksi bakal mudah menyingkirkan empat pasangan lainnya, yakni Faisal Basri-Biem Benyamin, Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria, Alex Noerdin-Nono Sampono dan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rahbini.
Untuk diketahui, The Cyrus Network melakukan survei pada 8-16 April 2012 dengan 1.000 responden di lima wilayah DKI Jakarta, melalui metode random sampling dan sebaran margin of error 3,1 persen. Hasil survei menunjukkan, Foke-Nara dan Jokowi-Ahok memiliki perolehan dukungan cukup tinggi di atas 30 persen. Sedangkan, empat kandidat lainnya, hanya mencapai 10 persen ke bawah.
Direktur The Cyrus Network, Hasan Nasbi, mengatakan pasangan incumbent Foke-Nara unggul dengan angka 42,4 persen, terpaut 11 persen dari pesaing terdekatnya Jokowi-Ahok, 31,8 persen. Meski begitu, Foke-Nara tidak bisa berleha-leha bila ingin memenangi Pemilukada DKI 2012, yang akan digelar 11 Juli 2012.
"Kalau saya menjadi konsultan pasangan incumbent, maka saya akan kasih lampu merah bagi pasangan Foke-Nara beserta dengan tim suksesnya. Karena dari hasil kinerjanya selama 5 tahun, sosialisasi dengan warga Jakarta selama ini, ternyata hanya mendapatkan angka di bawah 50 persen," kata Hasan, saat menyampaikan hasil Surveinya di Kafe Pisa, Jakarta, Rabu (18/4).
Sementara itu, Jokowi-Ahok dalam lima bulan ini sudah bisa meraih dukungan sebanyak 31,8 persen. Sehingga Hasan mengkhawatirkan bila akselarasi pasangan ini tidak diimbangi dengan kesungguhan Foke-Nara dalam meraih simpati warga, maka jangan disalahkan tiga bulan ke depan, hasil survei ini bisa berbalik arah.
"Saya khawatir, hasil survei tiga bulan ke depan, pasangan Jokowi-Ahok bisa menyalib dan mengungguli pasangan Foke-Nara," ujarnya.
Hasan menegaskan, angka 42,4 persen bagi Foke-Nara sangat tidak aman. Karena aturan pemenang Pemilukada di DKI Jakarta harus di atas 50 persen. Lalu, angka tersebut adalah hasil kerja dan sosialisasi incumbent selama lima tahun. Persepsi seorang incumbent dalam memori publik tidak hanya dibentuk selama Pemilukada melainkan selama dia memerintah.
Sedangkan Jokowi-Ahok hadir baru lima bulan di Jakarta. Jika membandingkan hasil perolehan lima tahun Foke dan lima bulan Jokowi, maka selisih angka sebesar 11 persen justru menjadi momok menakutkan bagi incumbent.
Dari segi popularitas pasangan Foke-Nara berada di posisi puncak dengan angka 95,6 persen dengan perolehan elektabilitasnya hanya 42,4 persen, maka efisiensi dari popularitas menjadi elektabilitas sebesar 44 persen. Artinya dari 10 orang yang kenal, empat orang memilih pasangan Foke-Nara.
Sementara Jokowi-Ahok tingkat popularitasnya hanya berada pada angka 71,1 persen dengan keterpilihan 31,8 persen, maka pasangan ini memiliki efisiensi sebesar 44 persen. Yang artinya, pasangan ini memiliki keterpilihan yang sama dengan Foke-Nara.
"Jika popularitas pasangan Jokowi-Ahok berhasil mencapai 90 persen dalam satu bulan ke depan, maka bisa diprediksikan akan memiliki elektabilitas yang setara dengan incumbent hari ini. Karena itu, incumbent harus kerja keras jangan sampai terlampui pasangan yang didukung PDIP dan Gerindra," jelasnya.