PKS Pertimbangkan Mundur dari Koalisi
Politisi senior PKS Salim Segaf Al-Jufri mengakui, memang ada keinginan dari partai untuk mundur dari sekretariat gabungan koalisi partai politik pendukung pemerintah. Lantaran itulah, PKS memutuskan untuk membahasnya secara mendalam.
”Ada keinginan untuk mundur tapi masih dalam pembahasan. Apakah itu keinginan besar atau kecil tergantung siapa yang memandang dan tergantung pilihan masyarakat. Tapi kami masih membicarakannya,” ujarnyanya, di Kompleks Istana Kepresidenan, hari ini.
Namun, Salim mengatakan, perjanjian koalisi yang dibuat adalah satu partai politik bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Oleh karena itu, dia meyakini, kini posisi PKS masih aman di dalam koalisi. Sebab, sambung Salim, karena belum ada keputusan dari SBY.
”Yang disikapi oleh parpol berbeda dengan presiden. Jadi harus dibedakan, antara presiden lain, antara menteri pun berbeda,” ujarnya.
Ihwal perombakan kabinet yang mungkin terjadi, bila PKS didepak atau mundur dari koalisi, Salim dengan santai menanggapi. Menurutnya, sebagai menteri yang berada dalam pemerintahan, dirinya tetap fokus bekerja sesuai dengan arahan presiden.
Tugas yang saat ini menjadi perhatian utamanya, menurut Salim, adalah persiapan untuk menjalankan program-program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Dan hari ini pun, dia mengaku, tetap mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden dan tidak ada sikap berbeda yang ditunjukkan SBY.
Lantaran itulah, Salim menambahkan, pendapat yang telah dilontarkan oleh Sekretaris Setgab Syariefuddin Hasan dan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali sebagai pendapat pribadi.
Baik Syariefuddin Hasan maupun Suryadharma Ali pernah menyatakan bahwa PKS telah melanggarcode of conduct dalam kontrak koalisi. Keduanya juga menyebut, hal itu berarti secara otomatis PKS sudah keluar dari koalisi.
Sebelumnya, Menkominfo Tifatul Sembiring juga mengungkapkan bahwa selama menjadi pembantu presiden dirinya tidak pernah melawan dan kerap menuruti perintah SBY. Termasuk di antaranya, melakukan sosialisasi kebijakan kenaikan BBM, yang akhirnya disepakati tidak jadi dinaikkan pada 1 April 2012.
Diketahui, dalam Pasal 5 Kontrak Koalisi memang dituliskan, 'Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik. Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi partai telah berakhir. Selanjutnya presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet.'
Wacana penuntasan eksistensi PKS dalam koalisi bergulir saat pada Rapat Paripurna DPR yang digelar untuk menetapkan UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012, PKS menjadi satu-satunya anggota partai koalisi yang menentang kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal itu semakin dibuktikan pada saat pemungutan suara, F-PKS di DPR memilih opsi tidak ada kenaikan harga BBM, berbeda dengan anggota koalisi lainnya yang memilih opsi memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM.
Sepanjang tergabung dalam koalisi, PKS telah kehilangan satu jatah kursi menterinya dengan digantinya Suharna Surapranata dari posisi Menteri Riset dan Teknologi saat perombakan kabinet tahun lalu. Saat ini, PKS masih mengisi tiga kursi menteri, yakni Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, serta Menteri Pertanian Suswono.