4 Hal yang Dicari Tahu Personalia tentang Pelamar Kerja Lewat Sosial Media
Di era digital seperti sekarang, tak terlalu sulit untuk mencari jejak masa lalu seseorang di dunia maya, terutama bila ia pernah dan masih aktif menggunakan sosial media, seperti Twitter, Facebook, Friendster, dan sebagainya.
Namun, hal ini penting untuk diperhatikan bagi pencari kerja. Karena tak tertutup kemungkinan manajer personalia perusahaan tempat Anda melamar pekerjaan menggunakan sosial media untuk mencari tahu tentang masa lalu Anda.
Menurut survei yang dilakukan situs pekerjaan CareerBuilder, 37 persen perusahaan mengaku menggunakan sosial media untuk mencari mencaritahu tentang prospek calon karyawannya. Hanya 15 persen perusahaan yang tidak menggunakan langkah ini.
Sekitar 11 persen perusahaan mengaku tidak menggunakan sosial media untuk menyaring calon pekerjanya, namun berencana menggunakannya di masa depan sebagai bagian dari pengawasan karyawan.
Sekitar 37 persen perusahaan yang terlibat dalam survei CareerBuilder mengaku akan melirik ke foto dan informasi yang ada di akun calon pencari kerja.
Perusahaan akan mencari hal-hal positif, seperti pekerjaan relawan dan kemampuan berkomunikasi yang hebat, serta hal-hal lainnya, karena itu, amat disarankan untuk menurunkan saja foto-foto yang kelewat bersenang-senang.
Sekitar 37 persen responden menggunakan sosial media untuk meneliti kandidat calon pekerja. Sekitar 65 persen akan mencari tahu lewat Facebook, sekitar 63 persen perusahaan mencari tahu lewat LinkedIn, sebanyak 16 persen mencari menggunakan Twitter, sisanya, lewat jenis lain.
Jenis perusahaan yang paling banyak menggunakan sosial media untuk mencari tahu masa lalu sebelum merekrut pegawai adalah perusahaan yang bergerak bidang teknologi informasi, sekitar 52 persen. Jenis perusahaan yang jarang menggunakan sosial media untuk mengetahui calon pekerjanya adalah yang bergerak di bidang kesehatan.
Hal yang ingin dicari tahu oleh personalia saat mengintip akun pribadi calon pekerja adalah: Apakah si pelamar bisa merepresentasikan diri secara profesional (65 persen), apakah si kandidat bisa cocok dengan kultur perusahaan (51 persen), lebih banyak tentang kualifikasi kandidatnya (45 persen), dan apakah kandidatnya cukup berkualitas (35 persen).
Wakil Presiden perusahaan layanan jasa sumber daya manusia, CareerBuilder, Rosemary Haefner, sosial media adalah bentuk dominan dari komunikasi saat ini. Anda bisa belajar banyak mengenai seseorang hanya dengan mengamati personanya di publik dan secara online.
"Hanya saja, manajer personalia sebaiknya memutuskan apakah informasi yang ditemukan secara online itu cukup relevan dengan kualifikasi yang dibutuhkan untuk pekerjaan itu," jelas Haefner.
Tiga puluh empat persen manajer personalia menganggap beberapa hal yang bisa menggugurkan kesempatan seseorang mendapat pekerjaan antara lain;
* Foto provokatif atau tidak sopan di akunnya, sekitar 49 persen.
* Ada bukti kandidat menggunakan narkotika atau minuman keras, sekitar 45 persen.
* Kandidat memiliki kemampuan komunikasi yang buruk, sebanyak 35 persen.
* Kandidat suka mengumbar hal-hal buruk tentang perusahaan lamanya, menempati 33 persen.
* Kandidat mengungkap hal-hal yang menyinggung SARA, mengambil porsi 28 persen.
* Kandidat berbohong mengenai kualifikasinya, menempati 22 persen.
Selain disarankan untuk menghapus hal-hal yang bisa menodai reputasi profesional, disarankan untuk mencantumkan segala hal yang berhubungan dengan prestasi Anda di akun sosial media.