Jangan Anggap Remeh Joy Flight
Pesawat Sukhoi Superjet100 yang menabrak dinding Gunung Salak, Bogor, Rabu (9/5) lalu, memang hanya melakukan penerbangan wisata, atau kerap disebut joy flight. Namun, segala jenis penerbangan tetap membutuhkan persiapan dan riset yang matang untuk mencegah musibah yang tidak diinginkan.
Pembelajaran inilah mungkin yang bisa diambil dari kecelakaan pesawat pabrikan Rusia yang membawa 45 penumpang, warga negara Indonesia dan asing itu.
Pengamat penerbangan Chappy Hakim mengungkapkan setiap pilot dalam sebuah penerbangan terlebih dahulu harus mempelajari kontur rute yang akan dilalui. Pilot juga harus mengumpulkan data-data mengenai perkembangan perubahan cuaca sebelum terbang
"Bagi pilot itu tidak ada penerbangan yang susah atau gampang. Semuanya bisa berubah setiap saat. Untuk itu pilot harus selalu siap mempelajari semuanya, kondisi cuaca, kontur. Intinya harus punya riset yang kuat," kata purnawirawan Marsekal TNI AU itu, kepada Beritasatu.com, Kamis (10/5).
Mantan pilot senior itu juga mengingatkan prinsip melakukan cek dan ricek terhadap pesawat yang akan diterbangkan harus selalu diterapkan. Menurut dia, faktor penyebab kecelakaan pesawat mayoritas hanya disebabkan dua faktor, unsur kelalaian manusia dan ketidaklaikan pesawat. "Harus dipastikan pesawat layak terbang tidak, kalau layak, ya tinggal masalah human error, atau pilotnya," ungkap dia.
Pandangan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu bisa memberikan acuan dalam menganalisa penyebab insiden kecelakaan Sukhoi Superjet100. Rute joy flight dari Bandara Halim Perdanakusumah, melewati rute Pelabuhan Ratu dan melintasi wilayah Gunung Salak, yang gelap serta berkabut, memang terkenal kerap memakan korban.
Catatan Beritasatu.com, dari tahun 2000 hingga sekarang telah terjadi 7 kecelakaan pesawat di sekitar wilayah itu, dengan memakan korban tewas 34 orang, belum termasuk musibah yang menimpa Sukhoi Superjet100.
Sejumlah kecelakaan pesawat itu, antara lain peristiwa jatuhnya Pesawat Trike bermesin PKS 098 di Lido, Bogor, dengan korban 1 orang tewas, pada 10 Oktober 2002; kecelakaan Helikopter Sikorsky S-58T Twinpac TNI AU di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor pada 29 Oktober 2003, yang menelan korban 7 tewas; Pesawat Paralayang Red Baron GT-500 milik Lide Aero Sport jatuh di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor pada 15 April 2004 (2 orang tewas).
Selanjutnya, kecelakaan Cessna 185 Skywagon di Danau Lido di Cijeruk, Bogor, pada 20 Juni 2004 (5 orang tewas); Juni 2008 CASA CAS-212 milik TNI AU tiba-tiba kehilangan kontrol di ketinggian 4.200 kaki di atas permukaan laut gunung Salak dan menelan korban 18 orang tewas; serta Pesawat Latih Donner milik Pusat Latihan Penerbangan Curug kembali mengalami kecelakaan pada 30 April 2009 di Kampung Cibunar Desa Tenjo Kecamatan Tenjo Kabupaten Bogor dengan korban 3 tewas.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman berpendapat daerah Selatan dari Jakarta, seperti kawasan Gunung Salak memang tidaklah cocok untuk joy flight. “Medan Gunung Salak cukup curam. Saya tidak merekomendasikan daerah itu untuk joy flight,” kata pilot yang pernah beberapa kali terbang ke daerah itu, kepada Beritasatu.com, kemarin.
Menurut dia, pilot harus sangat berhati-hati karena kontur daerahnya penuh dengan tebing tinggi. Ditambahkannya, joy flight biasa dilakukan di atas wilayah laut yang terang. “Kalau untuk joy flight, lebih baik ke daerah Indramayu atau Krakatau. Tapi sekarang itu sulit dilakukan karena potensi terkena traffic sibuk di Cengkareng,” tutur dia.
Mengingat kontur Gunung Salak yang tidak ramah, kata Gerry, pesawat sebaiknya terbang di ketinggian aman di atas 11.000 kaki sehingga agak jauh dari gunung. Namun, faktanya Alexander Yablontsev, Pilot In Command (PIC) Sukhoi Superjet100 malah mengabari menara pengawasan akan turun ke ketinggian 6.000 kaki, sebelum hilang kontak di hilang kontak di daerah Cidahu, Jawa Barat.
Padahal, puncak tertinggi Gunung Salak ada yang mencapai ketinggi 7.200 kaki. Adapun, batas minimal penerbangan di atas kawasan itu biasanya tidak boleh di bawah 8.000 kaki. Fakta yang bisa mengindikasikan pilot Rusia itu kurang memahami kontur di Gunung Salak.
Namun di sisi lain, PT Trimarga Rekatama, selaku agen pesawat Sukhoi di Indonesia mengakui rute joy flight Sukhoi Superjet100 atas permintaan pilot pesawat itu sendiri. Trimarga juga menegaskan Yablontsev didampingi pilot lokal yang diklaim mengusai medan rute penerbangan. "Di antara penerbang itu juga kan ada dari kita, sudah hafal rute," tegas Sunaryo, perwakilan PT Trimarga Rekatama, dalam jumpa pers di Bandara Halim, Kamis (10/5).
Trimarga juga mengklaim pemilihan rute itu tidak serta merta diputuskan secara mendadak oleh pilot ketika berada di udara. Ditegaskan, rute itu sudah didiskusikan secara matang oleh pilot utama bersama krunya di darat dan sudah dikoordinasikan dengan pihak terkait. Sunaryo juga memastikan Yablontsev telah mempelajari medan Gunung Salak dengan seksama sebelum terbang. "Sebelum berangkat, dia mempelajari map dari rute penerbangan," tegas dia.
Boleh jadi Trimarga dan pilot Sukhoi Superjet100 memang telah melakukan riset yang matang sebelum menetapkan rute joy flight. Namun, faktanya kecelakaan pesawat itu tetap terjadi dan nyawa 45 penumpang telah menjadi taruhannya.