Perangkat Teknologi Kian Populer Sebagai Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Sekitar 1,3 juta orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia pada tahun 2010.
Sebanyak 50 juta orang cedera, dan sembilan dari 10 korban berasal dari golongan menengah ke bawah.
Data yang dikeluarkan oleh International Traffic Data and Analysis Group (IRTAD) di Leipzig, Jerman, saat International Transport Forum, yang dibuka Rabu (2/5) ini juga menyajikan beberapa fakta lain.
"Kecenderungan pejalan kaki menjadi korban kecelakaan lalu lintas makin meningkat," kata Veronique Feypell, pakar keamanan jalan raya dari International Transport Forum (ITF) saat konferensi pers.
ITF adalah sayap di organisasi kerjasama ekonomi dan pengembangan atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang sebagian besar anggotanya adalah negara-negara maju.
Survei yang dilakukan setiap tahun sejak lima tahun lalu ini dilakukan di negara-negara anggota dengan perbandingan di beberapa negara berkembang.
Di negara-negara anggota OECD, kecelakaan lalu lintas terus menurun. Namun hal yang sebaliknya terjadi di negara berkembang.
Di negara maju, penyebab kecelakaan lalu lintas adalah mabuk, kurang terampil berkendara, dan peraturan keamanan pengendara yang cenderung berbeda tiap wilayah.
Sementara di negara berkembang, kenaikan harga bahan bakar dituding sebagai biang keladi.
Ketidakmampuan pemerintah menyediakan angkutan massal, murah, dan nyaman dijawab oleh rakyat dengan membeli sepeda motor.
"Jumlah kecelakaan lalu lintas di Kamboja meningkat 300 persen, seiring naiknya kepemilikan kendaraan roda dua," kata Feypell, di sela pertemuan ITF.
Terlepas dari negara kaya, kurang kaya, menengah dan miskin, ada dua hal yang sama dialami.
Perangkat teknologi yang makin murah membuat semua orang mampu memilikinya justru menjadi penyebab kecelakaan.
"Tidak hanya berbicara melalui telepon seluler, namun juga penggunaan penunjuk arah Global Positioning System (GPS), menyebabkan pengendara kehilangan konsentrasi. Patut disayangkan yang kian populer menjadi korban justru pejalan kaki," katanya.
Namun demikian agak sulit membuat peringkat, negara mana yang memiliki korban pejalan kaki paling banyak.
Karena tidak semua negara memiliki tradisi menyediakan trotoar untuk pejalan kaki.
"Korban pejalan kaki lebih banyak di Eropa, karena fasilitas trotoarnya lebih luas dan masyarakatnya memiliki kebiasaan berjalan kaki, dibanding dengan rata-rata negara bagian di Amerika Serikat, yang selalu berkendara kemana-mana," tegas Feypell.
Sayangnya, IRTAD dan ITF belum memasukan Indonesia kedalam survei mereka, karena tidak menjadi anggota.