Perpres Wamen Dinilai hanya Atur Hak Keuangan dan Fasilitas
Presiden SBY telah menerbitkan Keppres yang mengangkat kembali semua wamen, pascaputusan MK. Keputusan itu dipandang memberi cukup alasan bagi MA untuk membatalkannya.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa kedudukan Wamen berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri sebagaimana disebutkan dalam Perpres 60/2102. Tapi, Yusril Ihza Mahendra mengingatkan, hal itu tidaklah sejalan dengan ketentuan Pasal 9 UU 39/2012 yang mengatur struktur organisasi kementerian.
Disebutkan dalam pasal itu, menurut Yusril, struktur organisasi kementerian terdiri atas pimpinan, yakni menteri, sekretariat jenderal sebagai pembantu pimpinan, direktur jenderal sebagai pelaksana tugas pokok, dan seterusnya. Sedangkan, keberadaan Wamen tidak ada dalam struktur organisasi kementerian.
Keberadaan wamen disebutkan dalam Pasal 10. Dituliskan, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Prsiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu”. Oleh karena itu, di manakah letak wakil Menteri itu dalam struktur organisasi kementerian tertentu itu?
Kebingungan yang disebabkan oleh pengaturan yang tidak jelas dalam UU Kementerian Negara itu, diatur sendiri oleh Perpres 60/2012. Wakil menteri ditempatkannya secara struktural berada “(di bawah) dan bertanggung jawab kepada menteri”.
Tugasnya adalah “membantu menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas kementerian”. Tugas Wamen dalam Perpres 60/2012 itu, dinilai Yusril, amatlah luas, yakni membantu menteri dalam memimpin dan melaksanakan hampir seluruh tugas kementerian sebagaimana diatur Pasal 8 UU Kementerian Negara.
Padahal Pasal 10 UU Kementerian Negara menyebutkan keberadaan wamen itu hanya untuk melaksanakan beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus pada kementerian tertentu.
Bukan untuk membantu menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian yang begitu luas sebagaimana diatur Pasal 8 UU Kementerian Negara. Dilihat dari sudut ini, jelaslah bahwa Perpres 60/2012 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 10 UU Kementerian Negara.
Kalau Pepres ini disetujui secara formil dan materil ke Mahkamah Agung, Yusril memandang, kiranya terdapat cukup alasan bagi MA untuk membatalkan Perpres ini.
Presiden SBY dan para legal drafternya, menurut Yusril, tampak gagal memahami makna Pasal 10 UU Kementerian Negara, dikaitkan dengan tugas pokok kementerian dan struktur organisasinya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan 9 undang-undang tersebut.
Keberadaan Wamen yang tugasnya terbatas hanya untuk melaksanakan beban kerja yang memerlukan penanganan khusus, haruslah dirujuk pada Pasal 8, yakni apa sajakah tugas pokok kementerian tertentu yang dirasakan memerlukan penanganan secara khusus itu.
Secara lebih rinci, beban tugas kementerian tertentu terdapat dalam Orta (Organiasi dan Tata Laksana) Kementerian yang bersangkutan. Dari rincian itulah dapat dipilah-pilah mana beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus pada kementerian itu dan mana yang tidak.
Pada Kementerian Hukum dan HAM misalnya, terdapat beban kerja yang memerlukan penangan khusus yakni mempersiapkan dan mengharmonisasikan rancangan peraturan perundang-undangan, serta beban mewakili Presiden membahas RUU dengan DPR.
Maka Wamenkum dan HAM yang dilantik itu, tugasnya menangani bidang ini saja, bukan yang lain. Menkumham tidak perlu menghabiskan sebagian besar waktunya di DPR, sehingga kurang waktu mengerjakan tugas-tugas lain.
Tetapi, dengan Perpres No 60/2012, Wamenkum dan HAM bukan lagi berfungsi melaksanakan beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus, melainkan membantu Menkumham melaksanakan hampir semua tugas pokok kementerian. Bukan itu maksud ketentuan Pasal 10 UU Kementerian Negara.
Tugas Wamen dalam Pasal 10 UU Kementerian Negara hampir sama dengan kedudukan Menteri Muda sejak Kabinet Amir Sjarifuddin sampai Kabinet Suharto, yakni membantu menteri untuk menangani tugas tertentu.
Dr Daoed Joesoef, misalnya, menjadi Mendikbud dan Dr Abdul Gafur menjadi Menmud Pemuda dan Olah Raga. Tugas Gafur hanya menangani pemuda dan olahraga saja. Dia tidak membantu Daoed Joesoef menangani kurikulum SD atau pengadaan buku-buku di sekolah dan perguruan tinggi.
Demikian pula Menmud Sekkab Saadillah Mursyid yang membantu Mensesneg Moerdiono. Tugasnya jelas hanya menangani bidang-bidang tertentu yang memerlukan penanganan khusus, administrasi sidang kabinet dan penanganan laporan dan arahan Presiden kepada para menteri.
Semua menteri muda, baik Kabinet Amir maupun Kabinet Suharto adalah anggota Kabinet. Dalam melaksanakan tugas tertentu itu, mereka berkoordinasi dengan menteri, namun bertanggungjawab kepada Presiden. Karena Presiden yang mengangkat menteri muda itu.
Wamen versi baru pascaputusan MK yang membatalkan Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara, sebagaimana diatur Perpres No 60/2012 kembali mengalami ketidakjelasan.
Penjelasan yang dibatalkan itu mengatakan wamen itu adalah pejabat karir dan bukan anggota kabinet. Kalau Penjelasan Pasal 10 itu dipahami secara a-contrario, Wamen bukan pejabat karir, tapi anggota kabinet.
Namun Perpres 60/2012 menyatakan bahwa kedudukan Wamen bukan pejabat struktural, tetapi bukan pula anggota kabinet. Anehnya, Wamen itu diangkat oleh Presiden tanpa usul Menteri, tetapi bertanggungjawab kepada Menteri.
Kalau begitu, di mana kedudukan Wamen itu dalam struktur organisasi pemerintahan? Tidak jelas. Perpres 60/2012 hanya mengatur hak keuangan dan fasilitas bagi Wamen, yang disebutkan di bawah hak Menteri, tetapi di atas jabatan struktural Ia.
"Tapi Ini hanya soal teknis pembayaran gaji belaka yang menjadi kewenangan Menteri Keuangan. Namun apa sesungguhnya kedudukan Wamen pasca Putusan MK, tetap gelap gulita!" tandasnya.