RS Siloam Kembangkan Pengobatan Tumor Otak Tanpa Operasi Terbuka
12 Ribu Dolar
Rumah Sakit Siloam Karawaci mengembangkan metode pengobatan tumor otak, dengan radioaktif tanpa operasi terbuka.
Metode radiosurgery dengan menggunakan alat bernama Gamma Knife Perfexion ini, adalah yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dan yang tercanggih di Asia Tenggara.
Eka J. Wahjoepramono, kepala bagian bedah syaraf RS Siloam Karawaci mengatakan, setiap tahun ada ribuan orang di Indonesia yang mengalami tumor otak dan membutuhkan perawatan.
Namun pada umumnya pengobatan dilakukan dengan teknik operasi terbuka di kepala yang sangat beresiko.
"Dulu saya operasi tumor bisa memakan waktu 30 jam, cost tinggi, resiko pasca operasi juga tinggi," ujar Eka, Kamis (05/07)
Eka mengatakan otak sebagai pusat sensor dari semua kegiatan tubuh adalah bagian yang sangat rentan dan sensitif. Otak dipenuhi jaringan syaraf yang lunak dan jika mengalami gangguan akan mempengaruhi kehidupan seseorang.
Dengan operasi terbuka maka ada resiko dokter menyentuh syaraf tertentu, dan mengakibatkan kecacatan pada pasien.
Eka mengatakan bahwa idealnya Indonesia memiliki 60 Gamma Knife untuk mengatasi kasus tumor otak.
Menurutnya di Siloam saja tiap tahunnya ditemukan setidaknya 1500 kasus tumor otak.
"Jepang saja yang negaranya lebih kecil dari Indonesia, punya ribuan Gamma Knife, Amerika Serikat punya ratusan, kita cuma punya satu," ujarnya.
Prof.dr. Susworo Sp.Rad. pakar radiasi RS Siloam Karawaci mengatakan, Gamma Knife pada dasarnya menggunakan sinar yang diperoleh dari unsur cobalt, yang dibuat tidak stabil sehingga menghasilkan sinar Gamma.
Sinar Gamma ini terbukti menimbulkan reaksi pada tubuh manusia, yaitu bisa mematikan atau mengubah DNA sel yang terkena.
Dengan dibantu CT Scan dan MRI, tim dokter radiasi, bedah syaraf, onkologi dan fisikawan medis, menandai bagian tumor dengan presisi dan akurasi tinggi sehingga tidak menyentuh sel otak yang sehat.
Perhitungan dilakukan dengan tepat mengikuti bentuk tumor.
"Tumor kan nggak manis bentuknya seperti bakso, ada yang seperti sosis terpelintir, dan Gamma Knife ini sinarnya bisa meng-cover sesuai bentuk tumor, itu prosesnya lama dengan treatment planning system," ujarnya.
Susworo mengatakan penghitungan tidak boleh meleset lebih dari 0,5 milimeter.
Eka menambahkan dengan metode lama sinar Gamma ditembakkan, sekaligus sehingga sel-sel otak yang sehat juga terekspos dan terkena resiko radiasi.
Dengan Gamma Knife sinar ditembakkan dari 210 kenop yang berbeda pada saat yang bersamaan, sehingga kekuatannya jauh lebih rendah, dengan dosis yang tepat sehingga hanya menyasar tumor atau kanker saja tanpa merusak sel yang sehat.
Eka mengatakan dengan metode ini kepala pasien tidak perlu lagi dibedah sehingga resiko bisa diminimalisir.
Menurutnya dengan operasi pasien harus menghabiskan waktu di Intensive Care Unit dalam waktu yang tidak bisa ditentukan.
"Biaya ICU semalam minimal lima sampai 10 juta dan saya tidak tahu berapa lama pasien bisa menghabiskan waktu di ICU, lebih dari dua minggu bisa jual rumah," ujarnya.
Teknik pengobatan tumor otak dengan menggunakan Gamma Knife sendiri baru dimulai sejak tanggal 2 Juli dan baru menangani empat pasien.
Direktur Unit Gamma Knife RS Siloam Karawaci, Yenny Cuandi, mengatakan alat medis tersebut bernilai lima juta Dolar Amerika, dan itu belum termasuk investasi lain seperti pembangunan unit yang aman terhadap bahaya radiasi dan biaya pelatihan para dokter dan teknisi.
Yenny mengatakan ke depannya Siloam akan berusaha menjalin kerjasama dengan PT. Askes sehingga bisa menolong lebih banyak pasien.
"Untuk sekali perawatan dengan teknik Gamma Knife sendiri kita memasang tarif 12 ribu USD," ujarnya.
Kristanto Dwiraharjo, seorang pasien tumor otak jenis meningioma termasuk yang pertama mencoba pengobatan dengan Gamma Knife.
Kristanto pertama kali didiagnosa menderita tumor otak di tahun 2004 dan sudah dioperasi tahun 2005.
Tumornya kembali tumbuh dan ia memutuskan untuk mencoba metode Gamma Knife.
"Bedanya dengan operasi terbuka luar biasa jauh, dulu sehabis operasi saya merasa sakit luar biasa," ujar pria berusia 52 tahun tersebut.
Dari segi biaya, meski harus mengeluarkan 12 ribu USD, Kristanto tidak keberatan karena cenderung lebih murah dari operasi terbuka, dimana ia harus membayar kamar ICU dan kamar perawatan dan resiko komplikasi.
Dengan Gamma Knife ia hanya harus menginap satu hari di Rumah Sakit untuk keperluan observasi dan tidak mengalami luka atau rasa sakit.
Di Indonesia sendiri penyakit tumor otak masih seperti fenomena gunung es.
Eka mengatakan Indonesia hanya memiliki 206 dokter bedah syaraf, padahal setiap tahun ada setidaknya 8 ribu orang yang mengalami kelainan pada otaknya.
Menurutnya idealnya Indonesia memiliki lebih dari 2 ribu dokter bedah syaraf.
Menurutnya diharapkan dengan teknologi terbaru ini diharapkan masyarakat mendapat alternatif dan tidak harus berobat ke luar negeri.
Singapura yang memakai Gamma Knife model lama mematok harga 16 ribu USD sedangkan Hong Kong mematok harga 26 ribu USD.