Banyak Wartawan Digaji di Bawah Standar Layak
Krtu pers | Davinanews |
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Eko Maryadi, mengatakan, masih banyak wartawan yang digaji di bawah standar upah layak, bekerja tanpa pendidikan dan pelatihan serta tanpa asuransi kesehatan.
Di sisi lain, bisnis media massa tumbuh subur oleh pebisnis yang paham tentang standar penggajian pekerja intelektual; wartawan termasuk pekerja intelektual.
"Bahkan di tengah ancaman kekerasan yang marak, para jurnalis bekerja tanpa perlindungan profesi dari perusahaan media," kata Maryadi, dalam sambutannya pada Malam Resepsi Ulang Tahun ke-18 AJI, di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan kemajuan teknologi media yang semakin konvergen juga membuat wartawan tergagap-gagap. Wartawan dituntut tidak hanya bekerja untuk satu media, tetapi menjadi wartawan multimedia, multifungsi dan multitalenta. Ironisnya, wartawan diupah sangat rendah.
"Kita lihat inilah model jurnalisme three in one, kerja tiga tetapi dibayar satu. Persaingan media membuat wartawan tak punya waktu berorganisasi atau membangun serikat kerja," katanya.
Hal itu, kata Eko, sangat kontras dengan masih banyaknya wartawan yang mengabaikan Kode Etik Jurnalistik dan Standar Perilaku Pernyiaran. Menurut dia, wartawan sibuk memburu suap atau menjadi agen penyebar kebencian pihak tertentu.
Karena itu, AJI mendorong wartawan Indonesia untuk aktif dalam membentuk serikat pekerja dan menuntut pemberian gaji yang layak. Sebelumnya, AJI juga sudah memelopori gerakan wartawan antisuap dengan tidak bersedia menerima uang dan amplop.
AJI juga sedang mengagas sebuah sekolah jurnalisme yang akan meningkatkan kemampuan dan kompetensi anggotanya supaya bisa menjadi wartawan yang kompeten dan bersih dari segala macam suap.
"Bahkan di tengah ancaman kekerasan yang marak, para jurnalis bekerja tanpa perlindungan profesi dari perusahaan media," kata Maryadi, dalam sambutannya pada Malam Resepsi Ulang Tahun ke-18 AJI, di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan kemajuan teknologi media yang semakin konvergen juga membuat wartawan tergagap-gagap. Wartawan dituntut tidak hanya bekerja untuk satu media, tetapi menjadi wartawan multimedia, multifungsi dan multitalenta. Ironisnya, wartawan diupah sangat rendah.
"Kita lihat inilah model jurnalisme three in one, kerja tiga tetapi dibayar satu. Persaingan media membuat wartawan tak punya waktu berorganisasi atau membangun serikat kerja," katanya.
Hal itu, kata Eko, sangat kontras dengan masih banyaknya wartawan yang mengabaikan Kode Etik Jurnalistik dan Standar Perilaku Pernyiaran. Menurut dia, wartawan sibuk memburu suap atau menjadi agen penyebar kebencian pihak tertentu.
Karena itu, AJI mendorong wartawan Indonesia untuk aktif dalam membentuk serikat pekerja dan menuntut pemberian gaji yang layak. Sebelumnya, AJI juga sudah memelopori gerakan wartawan antisuap dengan tidak bersedia menerima uang dan amplop.
AJI juga sedang mengagas sebuah sekolah jurnalisme yang akan meningkatkan kemampuan dan kompetensi anggotanya supaya bisa menjadi wartawan yang kompeten dan bersih dari segala macam suap.
Redaktur: Gurun Ismalia
Sumber: Antara