Di Balik Dukungan Partai untuk Fauzi Bowo
Calon Gubernur DKI Fauzi Bowo bersama jajaran DPD Golkar DKI saat deklarasi dukungan Golkar kepada calon gubernur DKI Foke-Nara di Jakarta, Minggu (05/08) | TEMPO |
PKS juga meminta waktu sebulan untuk menjajaki pilihan di kalangan kadernya. Hasilnya, sebagian pendukung tak akan memilih Jokowi atau Fauzi di putaran kedua alias “golput”. Sebagian lainnya akan memilih Fauzi, sementara sisanya memilih Jokowi. Pada akhirnya, elite PKS mengesampingkan survei itu untuk akhirnya mendukung Fauzi.
Di balik kumis tebalnya, Fauzi Bowo tersenyum menerima bergabungnya Partai Keadilan Sejahtera ke barisan pendukungnya. Sabtu pekan lalu, di markasnya, Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, partai ini resmi mendeklarasikan suara untuk Fauzi pada pemilihan Gubernur Jakarta putaran kedua, 20 September. “Fauzi itu artinya kemenangan,” kata sang Gubernur inkumben.
Majalah Tempo edisi 20 Agustus 2012 mengulas soal dukungan terhadap Fauzi Bowo. PKS mendukung Fauzi Bowo setelah tercapai kesepakatan finansial. Sebelumnya, Fauzi mendapat sokongan dari dua partai lain. Partai Persatuan Pembangunan dan Golkar--keduanya pendukung Alex Noerdin-Nono Sampono, kandidat lain, yang hanya mendapat 4,9 persen suara dalam putaran pertama--masuk haribaan Fauzi.
Dengan tambahan PKS, Fauzi-Nachrowi Ramli, yang diusung Partai Demokrat, mendapat sokongan sebagian besar partai pemilik kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Partai-partai gurem dengan perolehan suara satu persen pada Pemilihan Umum 2009 sejak awal mendukungnya. Adapun lawan di putaran dua, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, disokong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Pada putaran pertama, koalisi gergasi hanya menempatkan Fauzi di urutan kedua dengan perolehan 34 persen suara. Jokowi-Basuki lebih tinggi sepuluh persen. Kalah di luar perhitungan dan prediksi semua lembaga survei membuat Fauzi mengencangkan strategi. Sementara Jokowi hanya mengunjungi calon Gubernur Jakarta dari PKS, Hidayat Nur Wahid, seusai pencoblosan, Fauzi bersamuh langsung ke Presiden Luthfi Hasan Ishaaq dan Ketua Majelis Syura Hilmi Aminuddin.
Pertemuan awal itu baru berupa penjajakan. Belum ada lobi khusus membicarakan koalisi karena PKS juga terkejut oleh perolehan suara Hidayat, yang hanya 11,7 persen. Padahal suara partai ini dalam pemilihan legislatif 2009 untuk DPRD Jakarta mencapai 19 persen. “Waktu itu kami masih marah karena kalah,” kata Selamat Nurdin, Ketua PKS Jakarta.
PKS juga meminta waktu sebulan untuk menjajaki pilihan di kalangan kadernya. Hasilnya, sebagian pendukung tak akan memilih Jokowi atau Fauzi di putaran kedua alias “golput”. Sebagian lainnya akan memilih Fauzi, sementara sisanya memilih Jokowi. Pada akhirnya, elite PKS mengesampingkan survei itu untuk akhirnya mendukung Fauzi.
Redaktur: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Tempo