Waspadai Dua Model Politik Uang Putaran Kedua Pilkada DKI
Ilustrasi |
Politik uang tunai biasanya dilakukan saat pelaksanaan pemungutan suara atau disebut serangan fajar.
Menjelang pelaksanaan putaran kedua pemilukada DKI Jakarta, Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta) meminta KPU DKI dan Panwaslu benar-benar mewaspadai dua model politik uang.
Ketua Amarta, Rico Sinaga menjelaskan pada hasil penelitian putaran pertama pemilukada DKI ditemukan ada dua model praktek politik uang. Dua model yang paling utama adalah model tunai dan pascabayar. Menurutnya dua model ini menggunakan uang atau barang sebagai imbalan untuk memilih pasangan tertentu.
"Politik uang tunai biasanya dilakukan saat pelaksanaan pemungutan suara atau disebut serangan fajar. Ini dilakukan oleh tim sukses pasangan calon. Atau bisa juga membagikan sembako atau uang sebelum berangkat ke TPS," kata Rico dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Minggu(26/8/2012).
Politik uang cara pascabayar, lanjut Rico dilakukan oleh sekelompok orang setelah hari pemungutan suara. Biasanya, sudah ada komitmen bersama terlebih dulu dengan pemilik suara dengan imbalan sejumlah uang.
"Pascabayar ini modusnya memotong nomor atau gambar seorang kandidat dan menyerahkan potongan tersebut untuk ditukar uang," jelasnya.
"Ini praktek politik uang gaya baru yang luput dari pantauan KPU DKI dan Panwaslu DKI pada putaran pertama," lanjutnya.
Rico mengungkapkan cara lain modus pascabayar yakni dengan memotret tanda gambar yang sudah dicoblos. Selanjutnta foto tersebut dijadikan barang bukti utuk mendapatkan uang.
"Kami mendesak KPU DKI dan Panwaslu DKI untuk membuat aturan yang membatalkan surat suara pemilih bila ditemukan kertas suara bolong atau robek besar," katanya.
Redaktur: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Tribunnews