Survei: Warga Menilai Kinerja Pemprov DKI Buruk
Saat ditanya mengenai penilaian responden terhadap penanganan masalah kemacetan di Jakarta, mayoritas responden, yakni 54 persen, menilai buruk; 37 persen menilai sangat buruk; dan hanya 6 persen menilai baik.
Selain memenangkan Jokowi, survei Soegeng Sarjadi School Goverment (SSSG) juga menunjukkan bagaimana penilaian warga terhadap kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Saat ditanya mengenai penilaian responden terhadap penanganan masalah kemacetan di Jakarta, mayoritas responden, yakni 54 persen, menilai buruk; 37 persen menilai sangat buruk; dan hanya 6 persen menilai baik.
Demikian pula dengan penilaian terhadap masalah banjir, 57 persen responden menilai buruk, hanya 18 persen yang menilai baik. Adapun penilaian responden terhadap masalah pendidikan hampir berimbang, dengan 45 persen menilai buruk dan 44 persen menilai kinerja pemerintah baik.
Dalam hal pelayanan kesehatan, 49 persen responden menilai buruk, 39 persen menilai baik. Penanggulangan masalah kemiskinan pun masih dinilai buruk oleh 58 persen responden.
Hal yang sama tampak dalam hal penanggulangan masalah korupsi, yaitu 63 persen responden menilai sangat buruk. Menurut para responden, satu-satunya keunggulan Pemprov DKI Jakarta ialah pengembangan pariwisata, yakni dinilai baik oleh 54 persen responden.
Telesurvey SSSG juga memperlihatkan pasangan Jokowi-Ahok sangat diharapkan warga memimpin Jakarta dan mengatasi masalah kemacetan, banjir, pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.
Misalnya, ketika ditanya, pasangan mana yang mampu mengatasi kemacetan, 39 persen responden memilih Jokowi-Ahok, 35 persen memilih Foke-Nara. Hasil yang sama terlihat dalam hal penanggulangan banjir, 40 persen menilai Jokowi-Ahok mampu mengatasi masalah kemacetan di Jakarta.
Menanggapi kekalahan Foke dalam survei SSSG, pengamat politik dari CSIS, J Kristiadi, menyatakan, kajian ini dapat mewakili pandangan kelas menengah. Keberhasilan sistem demokrasi dalam penentuan pemimpin Jakarta pun ditentukan oleh kelas menengah.
"Karena itu, kalau mau perubahan, datang ke TPS karena peran penting warga untuk perubahan sangat besar," ujarnya.
Kristiadi mengatakan, salah satu barometer terpilihnya seorang pemimpin ialah kepercayaan dari masyarakat.
"Kenapa selisih hasil surveinya enggak jauh? Incumbent, tingkat kepercayaan dari masyarakat dibilang kecil. Sementara Jokowi lebih unggul. Ini soal trust.
Ia berhasil memimpin di Solo. Belum tentu dia mampu memimpin di Jakarta, tapi dari pengalamannya, rakyat akhirnya menaruh harapan," kata Kristiadi.
Editor: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Kompas