Belajar Bahasa Bikin Otak Tambah Besar
Diagram fungsi otak manusia. sciencephoto.com |
[Johan Martensson]
Di Akademi Penerjemah Angkatan Bersenjata Swedia, siswa muda belajar bahasa baru dalam kecepatan tinggi. Dengan mengukur otak mereka sebelum dan sesudah latihan bahasa, sekelompok peneliti memperoleh kesempatan untuk mengamati apa yang terjadi pada otak ketika kita mempelajari bahasa baru dalam periode singkat.
Di akademi penerjemah di Kota Uppsala, para pemuda yang memiliki bakat di bidang bahasa dapat menguasai bahasa Arab atau Rusia mulai dari nol sampai fasih hanya dalam waktu setahun. Sejak pagi hingga petang, baik hari kerja maupun akhir pekan, mereka belajar dalam kecepatan yang jauh lebih tinggi dibanding kursus bahasa di tempat lain.
Sebagai grup kontrol atau pembanding, peneliti menggunakan para mahasiswa ilmu kedokteran dan kognitif di Umea University. Kelompok mahasiswa ini juga belajar dengan keras, tapi bukan mempelajari bahasa.
Kedua kelompok lantas menjalani pemindaian MRI untuk mengetahui kondisi otak mereka, sebelum dan tiga bulan setelah belajar intensif. Berbeda dengan struktur otak kelompok kontrol yang tak berubah, ukuran bagian tertentu otak para pelajar bahasa bertambah besar.
Dalam siaran pers di situs universitas itu, Senin, 8 Oktober 2012, tim peneliti menyatakan bagian otak yang berkembang pesat tersebut adalahhippocampus, struktur otak yang terlibat dalam proses material baru dan navigasi spasial. Bagian otak lain yang ukurannya membesar adalahsuperior temporal gyrus, yaitu tiga area dalam cerebral cortex, yang terkait dengan kemampuan belajar bahasa.
“Kami amat terkejut bahwa bagian tertentu otak berkembang dalam derajat yang berbeda, tergantung seberapa baik performa siswa dan seberapa besar upaya yang mereka lakukan untuk mengikuti kecepatan kursus itu,” kata Johan Martensson, peneliti psikologi di Lund University, Swedia.
Siswa yang pertumbuhan hippocampus dan area cerebral cortex-nya jauh lebih besar juga memiliki keahlian bahasa yang lebih baik dibanding pelajar lain. Bagi para siswa yang lebih giat belajar, pertumbuhan lebih tinggi terlihat pada area wilayah motor cerebral cortex (middle frontal gyrus).
Riset terdahulu yang dikerjakan tim lain mengindikasikan bahwa penyakit alzheimer baru menyerang kelompok yang menggunakan dua bahasa atau multilingual pada usia yang lebih tua.
“Kendati kami tak bisa membandingkan studi bahasa tiga bulan dengan kemahiran berbicara dua bahasa seumur hidup, setidaknya kami bisa menyatakan bahwa belajar bahasa adalah suatu cara untuk menjaga otak tetap sehat,” kata Martensson.
Sumber: Tempo
Editor: Mia Novilia