Orang-orang Jokowi
Ilustrasi |
Lelaki separuh baya itu kembali muncul di muka gerbang rumah dinas Wali Kota Solo, Loji Gandrung. Dia berpakaian hitam-hitam.Di tangannya ada sebilah keris. Seperti kedatangannya yang lalu, pria itu mengaku sebagai utusan “Eyang Merapi”. Dia katanya datang untuk menyampaikan pesan kepada yang empunya rumah, Wali Kota Solo Joko Widodo.
Sudah beberapa hari dia mondar mandir ke Loji Gandrung, dan menunggu di pintu gerbang itu. Para penjaga, satuan polisi pamong praja akhirnya jatuh kasihan. Mereka lalu melapor ke Jokowi. Saat itu sang walikota berada di rumah, setelah kelar kampanye putaran pertama Pilkada Jakarta.
Jokowi pun keluar menemui pria itu di pekarangan rumah. Dia tak menawarkan masuk. Soalnya, kata Jokowi, istrinya takut melihat keris. Setelah berbincang beberapa jenak, Jokowi pun menolak halus pemberian itu.
Ini bukan kali pertama Jokowi kedatangan tamu yang mengaku paranormal. Ada puluhan orang. Tatkala dia maju sebagai calon kepala daerah Jakarta, dalam sepekan, bisa tiga orang mengaku paranormal datang ke Loji Gandrung. Karena begitu kerap, kata Devid Agus Yunanto, ajudan Jokowi, para ajudan berpesan pada penjaga di pendapa rumah walikota Solo itu agar menolak paranormal.
"Jika ada paranormal datang, dan ingin bertemu Bapak, ya kita bohongi saja kalau Bapak sedang tidak ada di rumah," kata Heru, seorang Satpol PP yang biasa berjaga di rumah dinas warisan kolonial itu.
Ajudan sendiri meneruskan sikap Jokowi yang malas berurusan dengan paranormal. Jokowi memang penggemar barang antik. Tapi dia menghindari klenik. “Saya ini orangnya rasional, tak suka dengan hal-hal seperti itu, “ ucap Jokowi satu waktu kepada VIVAnews.
Bawah tanah
Ketimbang paranormal, Jokowi tampaknya lebih percaya pada sejumlah orang yang disebutnya sebagai “teman-teman”. Sebagian dari mereka sudah membantunya sejak awal, sejak maju sebagai calon Wali Kota Solo pada 2005 lalu. Tapi Jokowi tak mau mengungkap siapa saja orang-orang di balik layar ini. “Ini gerilyawan bawah tanah,” ujarnya sambil tersenyum.
Tapi sepertinya semua mahfum, Jokowi memakai banyak kelompok sebagai mesin yang mengerakkan dukungan padanya. Sebagian mesin politiknya itu baru tersingkap Itu setelah dia menang pada putaran kedua Pilkada Jakarta, September lalu.
Mulai dari parpol, birokrasi, akademisi, dan ahli kebijakan publik. Ada pula yang berperan di media sosial, komunitas, dan itu tadi: “gerilyawan bawah tanah”. “Saya membutuhkan gerilyawan bawah tanah untuk memonitor dan menangkap suara akar rumput,“ kata Jokowi.
Salah satu kelebihan Jokowi adalah seakan dia paham apa yang dibutuhkan publik. Dengan kewajaran berpikir dan bertindak plus “logika orang biasa”, harus diakui Jokowi juga mampu memikat media. Survei dibuat oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta 2012 pada putaran pertama Pilkada lalu misalnya mencatat pasangan Jokowi-Ahok mendominasi pemberitaan media dengan citra positif.
Sri Hastarjo, pengamat komunikasi dari Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, mengatakan, orang-orang Jokowi ini memang punya berbagai latar belakang mumpuni. “Mereka kombinasi dari praktisi media, lembaga swadaya masyarakat, dan pebisnis,” kata Hastarjo. Mereka, kata Sri, adalahthink tank Jokowi.
Salah satu nama itu, kata Hastarjo, adalah Anggit Noegroho. Mantan Pemimpin Redaksi Harian Joglo Semar yang berbasis di Solo ini dikenal salah satu orang dekat Jokowi. Selama proses pemilihan kepala daerah Jakarta, jika Jokowi berada di Solo, Anggit biasa datang ke Loji Gandrung setiap malam hari.
Seorang sumber VIVAnews di Tim Kampanye Jokowi-Ahok menceritakan posisi Anggit. “Dia termasuk tim inti Jokowi,” ujar sumber itu. “Dia orang kepercayaan Jokowi sekali.”
Tapi, Anggit yang dihubungi merendah. Dia menyatakan, perannya tak terlalu penting. Dia juga mengatakan bukan konsultan Jokowi, hanya teman membantu. “Siapalah saya,” katanya kepada VIVAnews, Jumat 12 Oktober 2012. “Saya juga tak ada hubungan balas jasa dengan beliau, Pak Jokowi,” kata mantan wartawan itu.
Anggit kenal dengan Jokowi sejak 2004, sejak Jokowi menjadi pemimpin asosiasi pengusaha mebel di Solo. Saat itu, Anggit bekerja sebagai wartawan di sebuah media lokal. Saat Jokowi mencalonkan diri jadi wali kota, Anggit pun diangkat menjadi ketua tim sukses. Memang, Anggit dan kawan-kawan berhasil membawa Jokowi menjadi wali kota. Mungkin karena dianggap membawa sukses, maka saat Jokowi maju lagi di pilkada 2010 lalu di Solo, Anggit kembali membantu.
Tapi, saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang baru lalu, Anggit mengaku hanya sebagai tim sukses biasa. Kekuatan Jokowi itu melekat di kepribadiannya, kata Anggit, sebagai orang yang mau mendengarkan. Jokowi juga punya gaya kepemimpinan alamiah, apa adanya. “Sebenarnya tak perlu lagi dicitrakan atau dibangun persepsi yang lain lagi,” ujarnya.
Secara khusus di Pilkada Jakarta ini, Anggit punya tim monitoring berita. Ketika Jokowi resmi dilantik sebagai Gubernur Jakarta, tim ini diboyong ke Jakarta, namun bukan menjadi bagian formal dari pemerintahan provinsi Jakarta. Mereka akan bekerjasama dengan sebagian Relawan Jakarta Baru yang ikut menyukseskan Jokowi-Ahok di putaran pilkada lalu. “Saya pada prinsipnya tetap membantu, tapi kan di Jakarta lebih banyak orang-orang pintar,” kata jebolan jurusan arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada itu.
Jokowi sendiri membenarkan sebagian orang-orang yang mendukungnya sejak di Solo itu akan diajak pula membantunya ke Jakarta. Tapi, Jokowi menyatakan, langkah selanjutnya adalah membikin forum ahli yang fokus yang pada sejumlah isu Jakarta. Forum itu untuk menangkap kebutuhan masyarakat.
“Nanti ada forum fokus macet, fokus banjir, fokus ruang terbuka hijau, fokus kampung-kampung kumuh. Jadi nanti bisa ketemu solusi tepat untuk menjawab permasalahan yang ada,“ katanya. “Strategi yang disiapkan adalah menangkap akar masalah dengan benar sehingga desain kebijakan juga benar.”
Tak lupa, Jokowi akan memaksimalkan media sosial untuk menangkap aspirasi warga Jakarta. Hal sama pernah dia kerjakan di Solo. “Ada yang mengadu lewat Twitter, sekarang tanaman tumbuh subur di Solo, bahkan di jalan raya yang berlubang pun tumbuh subur (tanaman). Paginya, saya, sopir dan ajudan mengecek informasi dari Twitter tersebut dan menindaklanjuti,“ ucap Jokowi.
Belum diketahui siapa saja yang bakal ikut ke Jakarta dari barisan pendukung Jokowi itu. Sampai sepekan sebelum pelantikan, yang berlangsung Senin, 15 Oktober 2012, hanya tampak kesibukan “boyongan” di rumahnya. Sebagian barang kesayangan, seperti meja dan tempat tidur, hendak dibawa Jokowi ke Ibukota.
Sudah beberapa hari dia mondar mandir ke Loji Gandrung, dan menunggu di pintu gerbang itu. Para penjaga, satuan polisi pamong praja akhirnya jatuh kasihan. Mereka lalu melapor ke Jokowi. Saat itu sang walikota berada di rumah, setelah kelar kampanye putaran pertama Pilkada Jakarta.
Jokowi pun keluar menemui pria itu di pekarangan rumah. Dia tak menawarkan masuk. Soalnya, kata Jokowi, istrinya takut melihat keris. Setelah berbincang beberapa jenak, Jokowi pun menolak halus pemberian itu.
Ini bukan kali pertama Jokowi kedatangan tamu yang mengaku paranormal. Ada puluhan orang. Tatkala dia maju sebagai calon kepala daerah Jakarta, dalam sepekan, bisa tiga orang mengaku paranormal datang ke Loji Gandrung. Karena begitu kerap, kata Devid Agus Yunanto, ajudan Jokowi, para ajudan berpesan pada penjaga di pendapa rumah walikota Solo itu agar menolak paranormal.
"Jika ada paranormal datang, dan ingin bertemu Bapak, ya kita bohongi saja kalau Bapak sedang tidak ada di rumah," kata Heru, seorang Satpol PP yang biasa berjaga di rumah dinas warisan kolonial itu.
Ajudan sendiri meneruskan sikap Jokowi yang malas berurusan dengan paranormal. Jokowi memang penggemar barang antik. Tapi dia menghindari klenik. “Saya ini orangnya rasional, tak suka dengan hal-hal seperti itu, “ ucap Jokowi satu waktu kepada VIVAnews.
Bawah tanah
Ketimbang paranormal, Jokowi tampaknya lebih percaya pada sejumlah orang yang disebutnya sebagai “teman-teman”. Sebagian dari mereka sudah membantunya sejak awal, sejak maju sebagai calon Wali Kota Solo pada 2005 lalu. Tapi Jokowi tak mau mengungkap siapa saja orang-orang di balik layar ini. “Ini gerilyawan bawah tanah,” ujarnya sambil tersenyum.
Tapi sepertinya semua mahfum, Jokowi memakai banyak kelompok sebagai mesin yang mengerakkan dukungan padanya. Sebagian mesin politiknya itu baru tersingkap Itu setelah dia menang pada putaran kedua Pilkada Jakarta, September lalu.
Mulai dari parpol, birokrasi, akademisi, dan ahli kebijakan publik. Ada pula yang berperan di media sosial, komunitas, dan itu tadi: “gerilyawan bawah tanah”. “Saya membutuhkan gerilyawan bawah tanah untuk memonitor dan menangkap suara akar rumput,“ kata Jokowi.
Salah satu kelebihan Jokowi adalah seakan dia paham apa yang dibutuhkan publik. Dengan kewajaran berpikir dan bertindak plus “logika orang biasa”, harus diakui Jokowi juga mampu memikat media. Survei dibuat oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta 2012 pada putaran pertama Pilkada lalu misalnya mencatat pasangan Jokowi-Ahok mendominasi pemberitaan media dengan citra positif.
Sri Hastarjo, pengamat komunikasi dari Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, mengatakan, orang-orang Jokowi ini memang punya berbagai latar belakang mumpuni. “Mereka kombinasi dari praktisi media, lembaga swadaya masyarakat, dan pebisnis,” kata Hastarjo. Mereka, kata Sri, adalahthink tank Jokowi.
Salah satu nama itu, kata Hastarjo, adalah Anggit Noegroho. Mantan Pemimpin Redaksi Harian Joglo Semar yang berbasis di Solo ini dikenal salah satu orang dekat Jokowi. Selama proses pemilihan kepala daerah Jakarta, jika Jokowi berada di Solo, Anggit biasa datang ke Loji Gandrung setiap malam hari.
Seorang sumber VIVAnews di Tim Kampanye Jokowi-Ahok menceritakan posisi Anggit. “Dia termasuk tim inti Jokowi,” ujar sumber itu. “Dia orang kepercayaan Jokowi sekali.”
Tapi, Anggit yang dihubungi merendah. Dia menyatakan, perannya tak terlalu penting. Dia juga mengatakan bukan konsultan Jokowi, hanya teman membantu. “Siapalah saya,” katanya kepada VIVAnews, Jumat 12 Oktober 2012. “Saya juga tak ada hubungan balas jasa dengan beliau, Pak Jokowi,” kata mantan wartawan itu.
Anggit kenal dengan Jokowi sejak 2004, sejak Jokowi menjadi pemimpin asosiasi pengusaha mebel di Solo. Saat itu, Anggit bekerja sebagai wartawan di sebuah media lokal. Saat Jokowi mencalonkan diri jadi wali kota, Anggit pun diangkat menjadi ketua tim sukses. Memang, Anggit dan kawan-kawan berhasil membawa Jokowi menjadi wali kota. Mungkin karena dianggap membawa sukses, maka saat Jokowi maju lagi di pilkada 2010 lalu di Solo, Anggit kembali membantu.
Tapi, saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang baru lalu, Anggit mengaku hanya sebagai tim sukses biasa. Kekuatan Jokowi itu melekat di kepribadiannya, kata Anggit, sebagai orang yang mau mendengarkan. Jokowi juga punya gaya kepemimpinan alamiah, apa adanya. “Sebenarnya tak perlu lagi dicitrakan atau dibangun persepsi yang lain lagi,” ujarnya.
Secara khusus di Pilkada Jakarta ini, Anggit punya tim monitoring berita. Ketika Jokowi resmi dilantik sebagai Gubernur Jakarta, tim ini diboyong ke Jakarta, namun bukan menjadi bagian formal dari pemerintahan provinsi Jakarta. Mereka akan bekerjasama dengan sebagian Relawan Jakarta Baru yang ikut menyukseskan Jokowi-Ahok di putaran pilkada lalu. “Saya pada prinsipnya tetap membantu, tapi kan di Jakarta lebih banyak orang-orang pintar,” kata jebolan jurusan arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada itu.
Jokowi sendiri membenarkan sebagian orang-orang yang mendukungnya sejak di Solo itu akan diajak pula membantunya ke Jakarta. Tapi, Jokowi menyatakan, langkah selanjutnya adalah membikin forum ahli yang fokus yang pada sejumlah isu Jakarta. Forum itu untuk menangkap kebutuhan masyarakat.
“Nanti ada forum fokus macet, fokus banjir, fokus ruang terbuka hijau, fokus kampung-kampung kumuh. Jadi nanti bisa ketemu solusi tepat untuk menjawab permasalahan yang ada,“ katanya. “Strategi yang disiapkan adalah menangkap akar masalah dengan benar sehingga desain kebijakan juga benar.”
Tak lupa, Jokowi akan memaksimalkan media sosial untuk menangkap aspirasi warga Jakarta. Hal sama pernah dia kerjakan di Solo. “Ada yang mengadu lewat Twitter, sekarang tanaman tumbuh subur di Solo, bahkan di jalan raya yang berlubang pun tumbuh subur (tanaman). Paginya, saya, sopir dan ajudan mengecek informasi dari Twitter tersebut dan menindaklanjuti,“ ucap Jokowi.
Belum diketahui siapa saja yang bakal ikut ke Jakarta dari barisan pendukung Jokowi itu. Sampai sepekan sebelum pelantikan, yang berlangsung Senin, 15 Oktober 2012, hanya tampak kesibukan “boyongan” di rumahnya. Sebagian barang kesayangan, seperti meja dan tempat tidur, hendak dibawa Jokowi ke Ibukota.
Orang Partai?
Lalu, siapakah barisan yang akan membantu penguasa baru Jakarta itu? Basuki Tjahaja Purnama, Wakil Gubernur terpilih, menyatakan, tak ada pembagian kerja ketat antara dia dan Jokowi nanti. “Misalnya saya hanya urus A Pak Jokowi urus B. Tidak seperti itu. Kami saling back up,” kata Ahok, salah satu Ketua di Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya itu.
Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik juga menyatakan, tak ada intervensi atas kewenangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang mereka usung di pilkada. Taufik menyatakan, tak menyodorkan nama untuk membantu Jokowi-Ahok. “Mana bisa begitu? Kan yang menentukan gubernur, bukan kita. Tidak ada Gerindra menyuruh-nyuruh. Yang punya wewenang Gubernur, partai tidak ikut campur,” katanya.
Gerindra, kata Taufik, hanya mengingatkan gubernur dan wakil gubernur itu adalah pelayan masyarakat. Hal pertama harus dilakukan Jokowi-Ahok nanti, kata Taufik, adalah mengevaluasi kerja semua unit pemerintahan. “Jika perlu perombakan, Jokowi harus lakukan” ujar Taufik. Partai Gerindra, kata dia, akan mengamankan agenda itu di lembaga legislatif yang didominasi partai nonpendukung Jokowi.
Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga juru bicara Tim Kampanye Jokowi-Ahok, Maruarar Sirait, menyatakan, partainya tak akan mencampuri kewenangan Jokowi-Ahok soal siapa yang bakal membantunya di pemerintahan.
Yang penting, bagaimana Jokowi-Basuki bisa menepati janji kampanyenya kelak. Soal cara, biarkan Jokowi-Basuki menentukan sendiri.
“Dia punya cara dan style sendiri. Dan dengan gaya kepemimpinan itulah dia menang,” kata Maruarar.
Sampai menjelang pelantikan yang dilakukan Senin, 15 Oktober 2012, “orang-orang Jokowi” memang belum muncul. Jokowi juga memilih sedikit bicara sebelum hari H. Barangkali, ini juga suatu gaya dari kepemimpinan Jokowi-Ahok.
“Dia punya cara dan style sendiri. Dan dengan gaya kepemimpinan itulah dia menang,” kata Maruarar.
Sampai menjelang pelantikan yang dilakukan Senin, 15 Oktober 2012, “orang-orang Jokowi” memang belum muncul. Jokowi juga memilih sedikit bicara sebelum hari H. Barangkali, ini juga suatu gaya dari kepemimpinan Jokowi-Ahok.
Sumber: VIVAnews
Editor: M. Amin