Suara Rakyat Kecil Jakarta kepada Jokowi-Ahok
Gebrakan 100 Hari Jokowi Basuki #14 |
Jokowi pakai baju Korpri. ©2012 Merdeka.com
Sejak Joko Widodo (Jokowi) dilantik menjadi gubernur DKI Jakarta, ada harapan baru untuk memperbaiki Ibu Kota. Persoalan akut seperti banjir, macet, perkampungan kumuh, kemiskinan, pendidikan dan masih banyak lainnya kini menjadi pekerjaan rumah (PR) gubernur baru.
Persoalan Jakarta tentu tidak hanya yang tertulis di atas. Ada jutaan masalah di Jakarta. Semua itu harus diselesaikan oleh Jokowi. Bisa tidaknya mengurai dan menyelesaikan masalah di Jakarta, semua tergantung Jokowi sendiri. Harapan itu tidak berlebihan karena Jokowi memang sudah bertekad membereskan persoalan Jakarta. Dan, sudah terlanjur publik menaruh harapan besar kepada mantan wali kota Solo tersebut. Harapan itu datang dari mana-mana. Terutama rakyat kecil atau bawah. Mereka ingin Jakarta berubah. Berubah lebih baik lagi. Tentu saja dalam menyelesaikan ruwetnya masalah Jakarta tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu. Inilah harapan-harapan mereka kepada Jokowi: 1. Penjaga pintu air Manggarai
Dion Santoso (36), seorang penjaga pintu air Manggarai optimis akan ada perubahan positif di Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi. Meskipun Jokowi baru menjadi Gubernur, namun dia berharap Jokowi dapat mengubah kota Jakarta menjadi lebih baik.
"Ya Insya Allah Jokowi pasti bisa kok. Ya semua pengharapan untuk Jakarta jadi lebih baik," ujarnya saat ditemui di kantornya, Manggarai, Sabtu (27/10). Terlebih, kata Dion, Jokowi telah melakukan sidak ke tempatnya pada Rabu (24/10). Saat itu, Jokowi termenung melihat tumpukan sampah yang menggunung. Menurut Dion, saat itu tumpukan sampah sedang banyak-banyaknya. Jokowi pun segera meminta kepada Dinas PU untuk menambah 'dump track' pengeruk sampah yang biasa digunakan untuk membersihkan kali. Alat pengeruk sampah itu hanya satu dibandingkan dengan jumlah sampah yang terus menerus bertambah apalagi musim hujan. "Karena dari Manggarai ke atas Kalibata paling sempit. Tapi kan kalibata sudah bagus dibangun jembatan, kalau dulu kan sering nyangkut besi-besi, perangkat-perangkat. Jadi ya dampaknya ke Manggarai," papar Dion. Dion berharap rencana pembangunan Rumah Susun di pinggiran kali Manggarai terlaksana. Menurutnya, pembangunan Rusun itu dapat menghentikan volume sampah tiap harinya. "Katanya kan ada rencana itu di pinggir kali, kan belum jadi dibangun (rumah susun) nah itu ya semoga dibangun," ujarnya. 2. Jangan digusur
Di bawah kepemimpinan Jokowi-Ahok, banyak harapan menggantung dari warga Jakarta. Kinerja Jokowi-Ahok diharapkan mampu mengubah Jakarta menjadi lebih baik tentunya.
Salah satu harapan itu datang dari Suparno yang bekerja menyewakan sepeda ontel di Kota Tua. Suparno, adalah seorang lelaki paruh baya yang sudah 10 tahun menekuni pekerjaan ini di taman museum Fatahillah, Jakarta Pusat. Biasanya sepeda ontel miliknya disewakan sebesar Rp 20 ribu per jamnya. "Awalnya Rp 25 ribu, tapi itu ngga dibatesin. Terus jadi Rp 10 ribu sejam, lalu karena sekarang udah rame makanya jadi Rp 20 ribu per jamnya," ucap Suparno saat berbincang dengan merdeka.com di kawasan Kota Tua, Jakarta Pusat, Minggu (28/10). Penghasilan pria asal Kebumen itu tidak lebih dari Rp 50 ribu perhari, itu pun kalau kawasan tempatnya mencari nafkah sedang ramai pengunjung. Sering pula dirinya sama sekali tidak mendapatkan se sen pun untuk dibawa pulang. "Paling gede ya Rp 50 ribu. Kalau dulu pas belum serame ini mah sering ngga dapet duit," tuturnya terbata-bata, maklum usia Pak Parno sudah terbilang renta. Dirinya sangat amat bersyukur karena kini kawasan Kota Tua sudah ramai dikunjungi. Berbeda halnya ketika bapak enam anak ini pertama kali menginjakkan kaki di Kota Tua. "Saya kan dari tahun 2002 nyari duit di sini, kalau sekarang alhamdulillah sudah rame, kalau dulu sepi banget, paling penghasilan saya dari tukang foto tukang foto yang hobi moto di sini. Kalau ngga ada tukang foto ya saya ngga dapet duit," tutur Suparno sambil tersenyum malu. Terkait dengan terpilihnya Gubernur DKI Jakarta yang baru, Suparno menaruh harapan yang besar agar terjadinya perubahan. Walaupun diakuinya, dirinya tidak mempunyai KTP DKI dan tidak ikut mencoblos saat Pemilukada kemarin, namun pria yang mengontrak rumah di daerah Kapuk, Jakarta Utara ini menginginkan jika tempatnya mencari nafkah tidak dipindahkan. "Saya kan sudah tua, hanya bekerja seperti ini yang bisa saya jalanin, semoga saja pekerjaan saya ini tidak digusur oleh pak Gubernur," tandas Suparno. 3. Hapus pungli saat urus KTP
Selama ini, warga mengeluh betapa ribetnya saat membuat KTP, Akte Kelahiran, ataupun Kartu Keluarga. Belum lagi, pungutan liar yang dilakukan petugas berpakaian dinas.
Kalau sudah begini, tentunya warga yang berasal dari kalangan ekonomi lemah merasa kesulitan. Alhasil mereka memilih tidak punya KTP atau tidak memperpanjang KTP dari pada dipusingkan dengan urusan tetek bengek dan tagihan biaya-biaya siluman lainnya. Padahal, aturannya sudah jelas. Bahwa warga tak dipungut biaya apapun saat mengurus segala proses administrasi kependudukan. Tapi pada kenyataannya, petugas tetap melakukan pungutan liar dengan dalih agar proses pengajuan kartu identitas yang mereka ajukan bisa cepat selesai. Abu (35), seorang pedagang lontong sayur di kawasan Tebet juga menyambut gembira dengan kepemimpinan Jokowi. Dia berharap Jakarta di bawah kendali Jokowi, semakin baik. Warga kecil semakin sejahtera. Dan tak ada pungutan liar saat mereka mengurus berkas surat menyurat di kelurahan atau kecamatan. "Saya ngarep dengan Pak Jokowi ini Jakarta jadi lebih baik. Gak ada yang nagih-nagih uang sama kita pas urus KTP, Akte Kelahiran, atau berkas-berkas gitulah," cerita Abu kepada merdeka.com beberapa waktu lalu. Abu mengaku, setelah dipungut biaya janji proses pengurusan lebih cepat nyatanya tidak berlaku. "Ya tetap saja karena kita rakyat kecil dipersulit," keluh pria yang mengaku sering diajak main dalam FTV itu. Dia juga mendukung aksi sidak yang dilakukan Jokowi di kelurahan dan kecamatan seperti beberapa waktu lalu. "Iya bagus itu. Jadi sekarang petugas-petugas di kecamatan dan kelurahan gak bisa main-main lagi," katanya. Abu mengaku sering mendapatkan loket kelurahan yang masih tutup saat jam kerja sudah berlaku. "Jadi biar pada takut semua tu," ujarnya. 4. Harapan dari tukang ojek
Jakarta adalah kota besar. Tempat banyak orang mengadu nasib. Dari direktur sampai pemulung semua giat mengais rezeki, asalkan halal. Ada ungkapan, hidup di Jakarta jangan gengsi, bisa makan hati.
Namun, ungkapan itu betul-betul dijalankan Suwarno, usia 43 tahun. Dia adalah tukang ojek di sekitar wilayah bisnis Kuningan, Jakarta Selatan. Dia biasa mangkal di depan Gedung Jasa Raharja, persis di samping kiri kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat ditemui merdeka.com Kamis (25/10). Ternyata tempat tinggal pak Warno, begitu Suwarno biasa disapa, cukup jauh, yakni di daerah Ciracas, Jakarta Timur. "Saya dari tahun 2000 sudah ngojek. Gara-gara di PHK (pemutusan hubungan kerja). Perusahaan tempat saya kerja bangkrut. Dulu saya sopir," kata Warno. Sebagai pengojek, tentu dia paham seluk beluk lalu lintas Jakarta. "Jalanan di Jakarta macetnya sudah luar biasa. Apalagi di Kuningan sini. Tahu sendiri kan namanya pusat bisnis. Macet itu buang waktu dan bikin boros bensin mas. Maklum rumah saya kan jauh," keluh Warno. Dengan penghasilan yang tidak menentu saban harinya, Warno harus putar otak menyiasati kemacetan. Tentu menghindari borosnya konsumsi bahan bakar sepeda motornya. Tapi kalau sudah terjebak kemacetan, dia cuma bisa pasrah. "Saya harap sih Pak Jokowi bisa buktiin janjinya lah. Bikin Jakarta bebas macet. Biar semuanya lancar," ujar Warno sembari tersenyum. 5. Seniman Betawi minta diperhatikan
Budaya Betawi akhir-akhir ini telah mengalami degradasi yang hampir punah. Bahkan, budaya betawi seperti lenong pun sudah jarang dijumpai di sudut-sudut Ibukota. Pasalnya, perkembangan budaya Betawi semakin terpinggirkan dengan banyaknya budaya asing yang masuk ke DKI Jakarta.
Para seniman Betawi pun menaruh harapan yang besar kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo agar bisa membangkitkan kembali gairah budaya Betawi. "Kami mengharapkan pak Jokowi dapat menghidupkan kembali budaya Betawi," ujar budayawan Betawi, Encim (51) kepada merdeka.com di Kampung Betawi, Setu Babakan, Minggu (28/10). Encim, salah satu pemain lenong betawi yang sering dipentaskan di Setu Babakan tersebut pernah bermain bersama Malih Tong Tong dan Haji Bolot. Namun, Encim mengaku saat ini budaya betawi seperti Lenong sudah mulai luntur seiring perkembangan budaya yang masuk ke Jakarta. "Banyak budaya yang masuk juga itu pengaruhi budaya kita," tegasnya. Pria yang sehari-hari bertugas menjaga museum Betawi yang ada di Setu Babakan ini mengaku ikhlas dengan pekerjaannya saat ini. Menurut dia, budaya Betawi harus kita jaga sehingga tidak hilang begitu saja. Gubernur DKI Jakarta terdahulu Foke pun, kata dia, sering mengunjungi museum tersebut guna melihat kondisi museum saat ini. "Dia (Foke) juga pernah nonton saya pentas juga kok sama warga Betawi sekitar sini," katanya. Encim menaruh harapan yang besar kepada Jokowi untuk dapat memberikan ruang kepada para seniman Betawi dapat berekspresi sehingga budaya Betawi tidak hilang ditelan zaman. Apalagi, museum khusus budaya Betawi saat ini masih sangat kurang sehingga masyarakat luar DKI Jakarta belum mengetahui dan mengerti budaya Betawi. 6. Bebas macet dan banjir
Abun (38) seorang muslim Tionghoa memiliki harapan kepada gubernur DKI Jakarta yang baru, Joko Widodo (Jokowi). Dia menginginkan adanya perubahan yang dilakukan oleh Jokowi.
"Jakarta harus berubah. Bagaimana macet dan banjir bisa diatasi," ujarnya saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu (27/10). Dia juga senang atas terpilihnya Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menjadi wakil gubernur DKI Jakarta. Hal itu karena warga Jakarta sudah cerdas dan tidak terpengaruh oleh isu SARA yang dulu tersebar. "Tionghoa kan juga bagian dari bangsa Indonesia," katanya. Muslim Tionghoa sendiri tersebar di beberapa wilayah di Jakarta dan cukup banyak. Mereka sering bertemu untuk mengadakan pengajian atau diskusi keagamaan. "Kita rutin melakukan diskusi keagamaan dan pengajian," paparnya.
Editor: M. Amin
Sumber :
|