Sebuah tim yang menganalisis ribuan data menjadi salah satu kunci sukses Obama kembali menghuni Gedung Putih. Partai Republik harus berbenah diri bila ingin kembali berkuasa.
Terpilih kembali menjadi orang nomor satu Amerika Serikat, Presiden Barack Husein Obama tidak mau buang-buang waktu. Sejumlah rencana kerja di termin kedua pemerintahannya langsung dibuat. Myanmar menjadi salah satu target kunjungan kerja Obama. Kalau ini terjadi, ia menjadi Presiden Amerika Serikat pertama yang berkunjung ke Myanmar. Sebelumnya, baru Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton yang berkunjung ke sana.
Satu lagi rencana besar Obama adalah kocok ulang kabinetnya, untuk lebih memantapkan langkah memperbaiki perekonomian Amerika. Ada sejumlah pos penting yang akan berganti juragan, termasuk posisi Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan.
Teleponnya ke John A. Boehner, Ketua House of Representatives, setelah meraih suara terbanyak adalah gambaran lain bagaimana Obama langsung tancap gas. Dari rumahnya di Chicago, sehari setelah pilpres 2012, Obama menelepon Boehner dan saling bertukar percakapan tentang perlunya kompromi ketika Kongres memulai sesi pembahasan anggara, pekan depan.
Komposisi Kongres Amerika Serikat memang tidak mengalami banyak perubahan setelah pilpres kemarin. House of Representatives tetap didominasi Partai Republik, meski harus kehilangan beberapa kursi, dan Senat tetap dikendalikan Partai Demokrat. Tetapi, untuk tiba pada persetujuan secara keseluruhan, Presiden Obama membutuhkan dukungan dari kubu Republik. Di termin pertama pemerintahannya, Obama merasakan bagaimana ia banyak digantung para Republikan ketika menyodorkan rancangan undang-undang.
***
Bila Presiden Obama langsung tancap gas, pesaing utamanya tempo hari, Mitt Romney, memilih tetap di kampung halamannya di Boston, Massachussetts. Tidak ada yang tahu apa rencana Romney selanjutnya, bahkan orang-orang yang paling dekat dengannya. Kemungkinan besar Romney akan memboyong keluarganya ke San Diego untuk berlibur. Setelah itu, ia dikabarkan bakal kembali mengurusi bisnis dan aktivitasnya di Gereja Mormon.
Setiap hari, setelah pilpres Amerika, Mitt dan Ann, istrinya, mengunjungi markas besar tim kampanyenya. Tidak ada lagi iring-iringan mobil dan pengawal Secret Service menemani pasangan itu. Seperti dilaporkan Abcnews, Romney terlihat santai dan bercakap-cakap dengan para staf tim kampanyenya. Sebagian dari mereka masih belum bisa menerima hasil pilpres itu, dan air mata kerap terlihat.
''Kami lebih suka kalah dengan Anda ketimbang menang dengan orang lain,'' kata Matt Rhoades, manajer kampanye Romney. Dalam pidato pengakuan kekalahannya, Romney memuji kerja keras tim yang dipimpin Rhoades tadi. Saat makan pagi pertama setelah kekalahan Romney, Rhoades dan timnya mendapat aplaus.
Adapun kandidat wakil presiden dari Partai Republik, Paul Ryan, bakal kembali menjadi penghuni Capitol Hill. Ia kembali bekerja sebagai wakil dari Wisconsin di House of Representatives, posisi yang dipegangnya sejak tahun 1999, saat Ryan masih berusia 28 tahun. Ryan memegang posisi penting di sini. Ia Ketua House Budget Committee. Peran Ryan akan makin penting, terutama setelah 12 pekan menjalani kampanye keliling Amerika dan menjadi buah bibir di negeri itu.
Ryan diperkirakan memegang peran lebih besar dalam urusan anggaran pemerintahan Presiden Obama. John E. Boehner, pimpinan House of Representatives, diperkirakan bakal menggandeng Ryan saat bernegosiasi dengan Gedung Putih soal pemangkasan anggaran.
Peran yang lebih besar ini akan berguna bagi Ryan sebagai tempat belajar. Selama ini, kiprah Ryan sebatas budget hawk saja. Tetapi Mitt Romney telah memperlihatkan bakat Ryan yang lain, dan mengadopsi konsep voucher-care milik pria berusia 42 tahun itu. Ryan digadang-gadang menjadi kuda hitam dalam pemilihan umum empat tahun lagi.
***
Kandidat GOP itu kembali ke pekerjaan masing-masing setelah kalah cukup telak dari pasangan Obama-Joe Biden. Duet Romney-Ryan hanya mengumpulkan 206 electoral vote, sedangkan Obama-Biden 332. Dari popular vote pun terdapat selisih hampir tiga juta suara. Obama meraih 59,6 juta, sedangkan Romney 56,9 juta.
Hasil yang diperoleh Presiden Obama ini cukup mengagetkan, terutama bila dikaitkan dengan sejumlah jajak pendapat yang dilakukan sebelum 6 November. Saat itu, posisi kedua kandidat sama kuat dan sempat mengisyaratkan bakal ketatnya persaingan di antara mereka. Pamor Obama bahkan sempat merosot pasca-debat capres pertama yang digelar di Denver, Colorado.
Fakta ini juga menjadi pembahasan tim kampanye Obama, dan mereka sampai pada kesimpulan untuk tidak lagi menghindar dari adu serang pernyataan. Kesadaran ini pun banyak dipicu oleh peringatan yang disampaikan Ken Mehlman, yang menjadi orang di balik terpilihnya kembali George W. Bush pada 2004.
Mehlman mengingatkan bahwa Obama tidak lagi terbiasa diserang setelah sekian lama. Ia membandingkannya dengan Romney, yang menjalani 20 kali debat sejak sebelum pencalonan dirinya dalam konvensi GOP hingga debat di Denver tadi. Seperti diberitakan New York Times, sang incumbent rupanya cukup menganggap enteng peringatan itu.
Dalam masa persiapan debat pertama di sebuah resor di luar Las Vegas pada bulan September, Obama menyelinap ke Bendungan Hoover untuk bersantai. Ketika Ronald A. Klain dan David Axelrod, keduanya ahli strategi senior Obama, mempertanyakan sikapnya yang dinilai tidak fokus itu, Obama menjawab: ''Saya akan hadir di hari pertempuran.''
Nyatanya, dalam debat pertama itu, Obama seperti tidak berkutik menghadapi serangan Romney. Kubu Republik pun mencoba mengapitalisasi hasil debat pertama tersebut. Sikap Romney terhadap aborsi dan imigrasi melembut dibandingkan dengan saat babak primary berlangsung.
Tetapi, sebagaimana dilihat semua orang, dalam debat kedua dan ketiga, Presiden Obama menunjukkan taringnya, dan berhasil memenangkan pertarungan itu. Lalu alam "ikut membantu" Obama. Dua fenomena alam, sebetulnya. Pertama adalah badai Isaac, yang ikut merusak jalannya konvensi Partai Republik di Florida.
Lalu badai Sandy ambil bagian dalam rusaknya persiapan akhir Mitt Romney. Ia ikut menyatakan penghentian kampanyenya dan turut membantu penanganan bencana, seperti Obama. Yang tidak bisa dikendalikan kubu Romney adalah pernyataan Gubernur New Jersey, Chris Christie, yang memuji cara Obama menangani bencana ini. Kubu Romney menangkap kesan tidak loyal dari pernyataan Christie tadi. Padahal, di saat bersamaan, tim kampanye Romney sudah membuat citra Obama sebagai sosok partisan dan terkotak-kotak. Christie diharapkan ikut memperkuat pencitraan itu.
Ohio adalah negara bagian yang sangat krusial bagi Mitt Romney. Tetapi sang kandidat tidak bisa menguasainya. Iklan kampanye yang menggambarkan bagaimana Jeep membawa lapangan kerja terbang dari Ohio ke Cina justru menjadi hal yang misleading. Iklan itu mengundang kecaman dari pimpinan produsen otomotif, yang mempekerjakan banyak kelompok kerah biru yang disasar Romney.
Faktanya, pabrik Jeep di Toledo baru saja menjalani renovasi senilai US$ 500 juta untuk menyiapkan jalur produksi baru. Proyek baru ini akan menciptakan lapangan kerja bagi 1.100 orang. Warga Toledo pun tidak bisa menafikan perkembangan tersebut, dan tidak percaya pada iklan tadi.
***
Ada sejumlah faktor yang memuluskan langkah Obama. Pertama adalah generasi muda, termasuk para pemilih pemula, yang untuk pertama kalinya menggunakan hak pilih. New York Times mencatat, enam dari 10 orang pada kelompok berusia kurang dari 30 tahun memilih Obama. Sementara itu, mayoritas pemilih Obama berusia 44 tahun ke bawah. Sebagai pembanding, Romney memperoleh mayoritas suara dari kelompok pemilih berusia 65 tahun atau lebih tua.
Dari sisi demografis, perolehan suara Obama juga banyak dituai dari kelompok Hispanik, entah itu yang berakar ke Meksiko, Kuba, ataupun Cile. Kini kelompok Hispanik makin terasa perannya dan mewakili 10% dari keseluruhan pemilih sah di Amerika. Persentase ini meningkat dua kali lipat dari tahun 1996.
Exit poll yang digelar CNN menyebutkan, tujuh dari 10 Hispanik memberikan suaranya kepada Obama. Romney, di sisi lain, memperoleh enam dari 10 warga Amerika kulit putih. Di negara bagian penting, Nevada dan Colorado, Obama memperoleh suara cukup besar dari kelompok ini, masing-masing 70% dan 75%.
Kubu Republik juga sadar dengan faktor tadi. Karena itu, dalam konvensi GOP, Agustus lalu, mereka memperkenalkan sejumlah tokoh muda keturunan untuk berpidato. Misalnya Marco Rubio, senator asal Florida berdarah Kuba. Namun manuver ini terasa cukup terlambat. Seharusnya pendekatan terhadap kelompok ini dilakukan setelah pilpres 2004. Saat itu, George W. Bush mendapat 44% suara dari kelompok ini. Empat tahun kemudian, John McCain memperoleh 31% suara mereka (Obama meraih 67%).
Tetapi apa yang dilakukan tim kampanye Romney belum cukup. Malah pemikiran kubu Romney untuk lebih mengetatkan keimigrasian Amerika cukup membuat kelompok Hispanik ketar-ketir. Romney ingin mendeportasi mereka yang tersangkut masalah keimigrasian.
*** Di luar semua data tadi, kerja keras tim kampanye Obama juga menjadi faktor penentu lainnya. Dari markas mereka di Chicago, tim ini melakukan pendekatan ilmiah terhadap peluang sang kandidat. Sejumlah ahli perilaku manusia serta matematika dikumpulkan dan membuat anggota tim kampanye Obama jauh lebih banyak dibandingkan dengan empat tahun lalu.
Tim yang dipimpin Jim Messina ini mengumpulkan ribuan nomor telepon serta e-mail setiap hari dan menghasilkan database yang luar biasa besar. Anggota tim sukses Obama kemudian menghabiskan waktu berjam-jam untuk menghubungi mereka, termasuk pada hari-H, untuk mengajak mereka ke bilik-bilik suara.
Pilihan kubu Obama atas George Clooney dan Sarah Jessica Parker untuk diajak serta dalam pengumpulan dana kampanye bukan tanpa sebab, dan itu adalah hasil kajian mendalam. Clooney rupanya memiliki daya pikat tersendiri bagi wanita di kisaran umur 40-49 tahun, kelompok yang memang ditarget kubu Obama.
Maka, dibuatlah sebuah acara makan malam bersama Clooney dan tentu saja Obama. Para wanita yang ingin ikut diharuskan membayar dalam jumlah tertentu. Kajian tadi membuahkan hasil dan tiket untuk makan malam itu terjual habis. Cara serupa kemudian diterapkan pada Sarah Jessica Parker dan menuai hasil serupa.
Editor: Essy Margaretha
Gatra.com