Tampilkan postingan dengan label Kabupaten News. Tampilkan semua postingan
Pemkab Aceh Besar Tingkatkan Pemberdayaan Koperasi
ilustrasi koperasi - produk kerajinan dalam suatu pameran koperasi (ANTARA/Puspa Perwitasari) |
"Pemberdayaan yang akan kami lakukan seperti memperkuat institusi kelembagaan, seperti aktifnya pengurus koperasi dan kantor tempat kegiatan usaha dijalankan," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kabupaten Aceh Besar T. Zulfan di Banda Aceh, Minggu.
Pihaknya juga memverifikasi berbagai usaha yang dijalankan serta meningkatkan usaha-usaha baru agar koperasi yang ada dapat terus berkembang dan hadir sesuai dengan perkembangan.
"Kami juga akan memfasilitasi koperasi di Aceh Besar untuk mendapat bantuan pemberdayaan ekonomi, baik bersumber dari APBN, APBA, ABPK, maupun dana CSR perusahaan BUMN dan swasta," katanya.
Data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Aceh Besar total koperasi yang ada di kabupaten itu sebanyak 695 unit terdiri atas 347 unit koperasi aktif dan 188 unit koperasi tidak aktif.
"Untuk koperasi yang tidak aktif karena tidak melaksanakan rapat tahunan selama dua tahun berturut-turut akan terus kita bina dan menawarkan merger," katanya.
[ant/am]
Boyolali Salurkan Dana Hibah Rp7,607 Miliar
Peta Boyolali. (FOTO : BOYOLALIKAB.GO.ID) |
Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali Widodo, Selasa mengatakan pihaknya mencairkan dana bantuan hibah tersebut yang dibagikan dalam empat tahap.
Menurut Widodo, pencairan dana bantuan hibah tahap I disalurkan Pendopo Kabupaten Boyolali, Senin (11/3), yang kedua di Kecamatan Selo, Rabu (13/3), kemudian di Andong, Kamis (14/3), dan di Ngemplak, Jumat (15/3).
"Kami berharap bantuan hibah kepada masyarakat dapat meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat di Boyolali," katanya.
Total anggaran bantuan hibah kepada Masyarakat di Kabupaten Boyolali pada tahun 2013 ini, sebesar Rp25,725 miliar yang dibagikan lima tahap.
Ia menjelaskan, setelah menerima dana bantuan hibah tersebut, masyarakat baik perorangan atau kelompok penerima harus segera membuat laporan pertanggung jawaban (LPJ).
Menurut Widodo, setelah menerima bantuan kelompok segera melaksanakan kegiatan sesuai dengan proposal diketahui oleh desa atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memberikan fasilitasi.
Ia mencontohkan proposal bantuan kepada Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) Cabang Kabupaten Boyolali harus mendapatkan rekomendasi dari Disdikpora setempat.
[ant/am]
Karawang tinggalkan pengolahan sampah "open dumping"
"Sesuai ketentuan dalam Undang Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah, sistem open dumping tidak boleh digunakan lagi mulai Mei 2013. Jadi sekarang kami menggunakan sistem controlled landfill dalam pengolahan sampah," kata Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Karawang Yusuf Abdulgani di Karawang, Selasa.
Dia mengemukakan peralihan sistem pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah Jalupang Karawang dimulai sejak awal 2013.
Dalam Undang Undang Nomor 18 tahun 2008 tersebut disebutkan, sistem pengolahan sampahopen dumping tidak ramah lingkungan serta rentan terhadap bencana longsor sehingga perlu dilakukan pengembangan sistem dalam melakukan pengolahan sampah.
Yusuf mengemukakan pihaknya saat ini tidak menggandeng pihak ketiga dalam melakukan pengolahan sampah sistem controlled landfill.
"Ke depan kami akan menggandeng pihak ketiga dalam melakukan pengolahan sampah di TPA," katanya.
Open dumping ialah sampah dibuang begitu saja di TPA tanpa ada perlakuan termasuk tidak dilakukan penutupan sampah dengan menggunakan tanah.
Controlled landfill antara lain dilakukan dengan menimbun sampah dengan lapisan tanah setiap tujuh hari.
Peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA dilakukan juga dengan perataan dan pemadatan sampah.
[ANT/ADIT]
Tigapuluh Sapi, Satu Sarjana
Ilustrasi sapi qurban laku seharga 165 juta @2012 Merdeka.com |
"Bagi peternak, sapi ibarat tabungan yang dapat segera diuangkan sewaktu-waktu."
- Ir H Iswandi
‘Tiga puluh ekor,’ kata Iwan Haji Umar di Desa Beru, Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Angka itu jumlah sapi yang ia jual untuk menjadikan sang anak seorang arsitek dari sebuah perguruan tinggi terkenal di Malang, Jawa Timur.
Iwan HU - yang sekarang masih memiliki 35 sapi - juga menjual ternaknya untuk membiayai sekolah seorang anak yang lain hingga kini menjadi perawat gigi di Denpasar, Bali. Sapi itu hasil ternakan sendiri yang digembalakan berbarengan di ladang penggembalaan bersama yang dikelola Kelompok Tani Ternak Lang Glampok.
‘Bagi peternak, sapi ibarat tabungan yang dapat segera diuangkan sewaktu-waktu,’ tutur Ir H Iswandi, kepala Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi NTB. Ucapan Iswandi benar adanya. Belasan anggota kelompok lain yang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak Lang Glampok juga setali tiga uang seperti Iwan. ‘Kalau saya hendak beli tanah, tinggal hitung berapa jumlah sapi yang akan dijual,’ kata M Ali Uba, ketua kelompok yang memiliki 126 ekor dan tanah seluas 30 ha. Anggota lain, melamar calon istri, menikah, hingga membeli rumah juga dari menjual sapi. Pendek kata, apa pun kebutuhannya, sapi solusinya.
Gaya hidup
Maka harap maklum, memelihara sapi - jenis ras bali - sudah seperti gaya hidup di sana. Pantas bila di Pulau Sumbawa, pun Lombok, sapi mudah ditemukan di mana-mana. Di Sumbawa sapi masih dipelihara secara tradisional dengan cara digembalakan di padang-padang rumput atau savanna yang disebut lar atau so dalam bahasa Bima.
Tak jarang sapi dibiarkan berkeliaran hingga malam hari. Sehingga jangan heran bila berkendaraan di Sumbawa di malam hari orang-orang mengingatkan untuk berhati-hati supaya tidak menabrak sapi yang berdiri di tepi atau tiba-tiba menyeberangi jalan. Sementara di Lombok, pemeliharaan bersifat semiintensif, sapi diperlihara di dalam kandang.
‘Perbedaan cara pemeliharaan itu antara lain karena perbedaan ketersediaan lahan,’ kata Rahmadin dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Ternak Provinsi NTB. Lagi pula rata-rata kepemilikan sapi di Sumbawa mencapai ratusan ekor per orang, sementara di Lombok 1 - 2 ekor per orang, paling banyak belasan.
Pada 2010 populasi sapi tercatat mencapai 654.222 ekor di seluruh NTB. Sebaran terbanyak di Pulau Sumbawa (70%), sisanya di Pulau Lombok (30%). Pada 2014 populasi itu ditargetkan mencapai 1-juta ekor seperti yang dicanangkan dalam program NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS). ‘Untuk KSB sendiri - Kabupaten Sumbawa Barat - salah satu sentra terbesar, red - target populasi sapi mencapai 45.000 ekor pada 2014. Namun, sepertinya sudah dapat dicapai pada tahun anggaran 2011,’ tutur Mansur Sofyan, sekretaris Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan KSB. Optimisme itu karena pada 2010 populasi teregistrasi sudah mencapai 40.000 sapi.
‘Kekurangan’ 5.000 ekor dapat segera dipenuhi dengan adanya dana stimulus melalui APBD sebesar Rp5-miliar untuk pengadaan 1.500 ekor, APBD murni sebesar Rp3-miliar untuk pengadaan 800 sapi, ditambah dengan penambahan 10% per tahun dari populasi yang ada.
‘Ekspor’ sapi
Menurut Iswandi gaya hidup beternak sapi sudah berlangsung sejak beratus tahun silam. Sebuah foto yang terpasang di dinding ruang tunggu kantor gubernur NTB setidaknya menunjukkan hal itu. Di situ terlihat seekor sapi tengah dikerek ke atas kapal menggunakan tali tambang. Pada teksnya tertulis ‘Pengiriman sapi ke luar Pulau Lombok melalui pelabuhan Ampenan membuktikan bahwa Lombok sejak 1831 sudah menjadi ‘pengekspor’ sapi.’ Dokumen-dokumen yang menjadi bukti tentang itu pun masih tersimpan di kantor pemprov NTB.
Jauh sebelum kendaraan tersedia untuk mengangkut ternak ke pasar, ada orang yang pekerjaannya khusus menuntun sapi. Setiap dusun punya orang kepercayaan yang menjalani pekerjaan itu. ‘Dia diupah harian dengan jam kerja mulai pagi hingga siang,’ tutur Iswandi. Maklum pasar ternak biasanya ramai setelah Zuhur. Hari pasar di setiap daerah berbeda. Misal di Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur, pasar ternak setiap senin.
Pada era 1970-an banyak pembeli beretnis Tionghoa datang langsung ke desa-desa mendatangi para makelar. Sapi lalu dibawa ke lokasi tertentu dan diperiksa. Jika tercapai kata sepakat, sapi dicap dan dibawa ke pelabuhan Ampenan untuk dikirim ke luar NTB.
Kebiasaan itu tidak berubah hingga sekarang karena memelihara menguntungkan. ‘Nilainya tidak pernah turun,’ kata Ir Nanang Sujatmiko, kasie Produksi dan Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan, KSB. Dulu jika seorang peternak hendak berhaji, ia cukup menjual 5 sapi. Kini juga sama. ‘Kalau menjual padi, dengan jumlah sama paling sekarang biayanya baru cukup untuk sampai Jakarta saja,’ kata Nanang. Saking tingginya nilai ekonomis dan banyaknya populasi di Sumbawa, ada kelompok atau perorangan menghadiahkan 1 ekor untuk petugas vaksinasi setiap kali melakukan tugasnya.
Memelihara sapi juga bisa membuat nasib berubah. Ali semula hanya pekerja yang bertugas memelihara 2 sapi miliki orang lain. Sekarang - 21 tahun kemudian - pria yang tidak bisa baca tulis itu memiliki 126 ekor dan 30 ha lahan. Dengan menghitung harga sapi pedaging Rp5-juta per ekor saja ‘kekayaan’ Ali mencapai Rp600-juta. Artinya meski rata-rata peternak adalah juga petani padi sawah, dengan memelihara sapi saja penghasilan yang didapat sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. ‘Cukup jual 1 sapi, bisa untuk memenuhi kebutuhan makan setahun,’ kata Ali.
Kandang bersama
Belakangan untuk menghindari pencurian, sapi dipelihara di kandang komunal. Satu kandang komunal terdiri dari puluhan hingga ratusan ekor yang dimiliki oleh anggota kelompok tani ternak. Itu yang Trubus lihat di lahan penggembalaan di Kelompok Tani Ternak Lang Glampok.
Supaya menjamin rasa aman, lahan dikelilingi pagar tanaman. Sebagian arealnya dibatasi oleh sungai kecil yang dihubungkan jembatan kayu kecil. Total jenderal populasi sapi sebanyak 426 ekor. Di desa tetangga, Desa Mekar, Dusun Belo, Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, terdapat kandang komunal dengan populasi lebih sedikit, hanya 60 ekor.
‘Dengan membentuk kelompok peternak juga diuntungkan karena mudah dalam mendapat pelayanan, misal dalam bentuk penyuluhan dan pemberian bantuan,’ tutur Nanang Sujatmiko. Sebagai contoh pada 2009 Kelompok Tani Ternak Lang Glampok mendapat bantuan unit embung senilai Rp50-juta yang dimanfaatkan sebagai penampungan air untuk cadangan minum ternak pada kemarau. Bantuan lain berupa paket jalan sepanjang 1,8 km senilai Rp100-juta yang mempermudah akses dari lokasi kandang ke jalan raya.
Sementara pada 2010 bantuan didapat dalam bentuk 1 unit sumur tanah dangkal, rumah kompos, kandang komunal, bak fermentasi, dan 35 ekor ternak senilai total Rp322.500.000. Dengan rumah kompos, peternak bisa memanfaatkan kotoran sapi untuk membuat pupuk kandang yang dapat dipakai sendiri atau dijual.
Dalam setiap kelompok terdapat awig-awig atau peraturan yang mengikat anggotanya. Misal di Kelompok Tani Ternak Lang Glampok setiap kali terjadi transaksi penjualan sapi si pemilik wajib menyetor sebanyak Rp500.000 per ekor untuk kas kelompok. Uang itu nantinya dimanfaatkan bersama untuk kegiatan pemeliharaan seperti perbaikan kandang dan pembelian tali pengikat. Toh itu tak seberapa dibanding jasa sapi ‘menyediakan’ dana sekolah, menikah, hingga membangun rumah untuk para pemiliknya.
KTP Sapi
Seperti warga masyarakat, sapi bali di Nusa Tenggara Barat perlu punya KTP. Bentuknya berupa kartu ternak sebagai bukti registrasi atau pendataan ternak. ‘Registrasi dibutuhkan untuk mendata jumlah ternak secara akurat,’ kata Rahmadin dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Ternak Provinsi NTB.
Harap mafhum di Pulau Sumbawa misalnya diduga jumlah populasi sapi yang ada lebih banyak daripada yang dilaporkan peternak. Musababnya banyak peternak yang paling hanya mendaftarkan setengah dari populasi yang dimiliki. Penyebabnya bermacam-macam, misal mesti mengeluarkan biaya pendaftaran atau sekadar malas menurunkan sapi dari ladang penggembalaan di gunung.
Harap mafhum di Pulau Sumbawa misalnya diduga jumlah populasi sapi yang ada lebih banyak daripada yang dilaporkan peternak. Musababnya banyak peternak yang paling hanya mendaftarkan setengah dari populasi yang dimiliki. Penyebabnya bermacam-macam, misal mesti mengeluarkan biaya pendaftaran atau sekadar malas menurunkan sapi dari ladang penggembalaan di gunung.
Padahal biaya registrasi murah hanya Rp3.000 per ekor, bahkan di Sumbawa sendiri sudah dibebaskan. Pendataan biasanya dilakukan di satu tempat yang sudah ditunjuk desa, dilakukan pada waktu tertentu. Berbarengan dengan itu juga ada pelayanan seperti vaksinasi dan penyuntikan. Kini kartu ternak kian penting karena, ‘Itu diwajibkan dalam jual-beli,’ imbuh Rahmadin. Jika sapi tidak ber-KTP maka orang enggan membeli karena khawatir itu barang curian.
Saat ini registrasi ternak sudah dilakukan di Sumbawa. Pendataan di Lombok lebih sulit dilakukan karena perputaran ternak lebih cepat. Total jenderal di seluruh NTB sudah teregistrasi 600.000 sapi.
Secara tradisional peternak sebetulnya juga sudah memberi ‘KTP’ pada ternaknya. Bentuknya berupa lonceng berbahan logam yang dikalungkan di leher sapi. Setiap peternak punya lonceng khas, baik bentuk dan - terutama - bunyinya. Itu membedakan sapinya dengan milik peternak lain.
Editor: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Trubus
Sumber: Trubus
Lambang dan Anggaran Dasar Ormas Masyarakat Indonesia Membangun (MIM)
Lambang MIM |
I. LAMBANG MIM
1. Burung yang sedang mengepakkan sayap, sambil berpegang teguh pada sebatang motto berbunyi “Indonesia Harus Kuat”
2. Di dada burung terdapat lambang monumen yang berdiri diatas huruf M,
menjulang tinggi dan ujung monumen terdapat lidah api di dalam cawan yang membentuk huruf M terdapat dalam lingkaran oval
3. Burung yang mengepakkan sayap sambil membawa misi “Indonesia Harus
Kuat” dan membawa simbol Monumen yang bila di lafazkan berbunyi MIM
(Masyarakat Indonesia Membangun) berdiri tegak dengan latar belakang Merah-Putih.
4. Merah Putih dilingkari oleh warna warni pelangi.
5. Burung berwarna coklat keemasan berkepala putih, berparuh hitam, misi yang
di cengkram oleh burung berwarna hijau.
II. TERJEMAHAN :
1. Burung adalah perlambang kehidupan.
2. Menandakan simbol dari pada Masyarakat Indonesia Membangun yakni M :
adalah tempat tegaknya monumen, I : adalah monumen itu
sendiri dan M : adalah cawan tempat lidah api di puncak monumen.
3. Merah Putih yang ada di latar belakang burung adalah Indonesia
Raya, sedangkan burung yang mengepakan sayapnya adalah simbol
Masyarakat Indonesia yang hidup dan terus membangun tanpa berhenti.
4. Merah Putih yang di lingkari warna warni pelangi adalah
keberadaan Indonesia yang di pertahankan oleh masyarakatnya yang majemuk yang
Bhineka Tunggal Ika.
5. Warna burung yang coklat keemasan adalah warna bumi masyarakat
Indonesia tempat berpijak kehidupan yang terus bergerak tanpa henti.
Warna Putih di bagian kepala adalah melambangkan cara berfikir yang suci
masyarakat Indonesia. Warna Hijau berupa tongkat motto adalah menandakan Indonesia yang subur makmur. Sedangkan warna Kuning bagi simbul MIM menandakan warna etos kerja yang tinggi. Adapun warna Biru di dada burung melambangkan kelapangan dada bangsa Indonsia laksana cakrawala ataupun samudra yang tak berujung.
Anggaran Dasar
Masyarakat Indonesia Membangun
Mukadimah
Bahwasanya membangun Negara dan bangsa adalah menjadi tugas dan tanggung jawab bersama masyarakat Indonesia, kapanpun dan dalam situasi apapun.
Bahwasanya keberlanjutan pembangunan nasional harus dapat berjalan dengan seksama, dalam mewujudkan cita –cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dalam seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk kejayaan Indonesia.
Bahwasanya membangun adalah manifestasi dari pada cita – cita kemerdekaan Indonesia, merdeka adalah untuk membangun.
Membangun untuk bersatu
Membangun untuk berdaulat
Membangun untuk adil dan makmur
Membangun untuk memajukan kesejahteraan umum
Membangun untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
Membangun untuk mewujudkan ketertiban dunia
Membangun untuk perdamaian abadi
Membangun untuk keadilan sosial
Membangun untuk mempertahankan kedaulatan rakyat.
Bahwasanya atas dasar keimanan yang teguh kepada Tuhan YME dan tanggung jawab sebagai warga masyarakat Indonesia, maka pada hari ini kami berketetapan hati untuk mendirikan organisasi kemasyarakat bernama “MASYARAKAT INDONESIA MEMBANGUN”.
Masyarakat Indonesia Membangun adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional Indonesia, terbuka, menjunjung tinggi Hak – hak Asasi Manusia, penuh toleransi dan damai.
BAB I
NAMA, WAKTU, TEMPAT DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Masyarakat Indonesia Membangun adalah organisasi kemasyarakatan yang berkiprah dengan semangat fiil membangun jiwa raga bangsa untuk Indonesia
Pasal 2
Masyarakat Indonesia Membangun didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.
Pasal 3
Pengurus Pusat Masyarakat Indonesia Membangun berkedudukan di Indramayu.
Pasal 4
Keberadaan dan kedudukan organisasi Masyarakat Indonesia Membangun meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang tersusun sesuai dengan jenjang administrasi pemerintahan, termasuk perwakilan di luar negeri.
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 5
Setiap warga Negara Indonesia dapat menjadi anggota Masyarakat Indonesia Membangun sesuai dengan peraturan perundang – undangan, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi.
Pasal 6
Penetapan dan pemberhentian anggota diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB III
ASAS/ DASAR DAN SIFAT
Pasal 7
1. Masyarakat Indonesia Membangun berdasar :
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
2.Masyarakat Indonesia Membangun adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat Nasional Indonesia terbuka, menjunjung tinggi hak – hak asasi manusia, penuh toleransi dan perdamaian.
BAB IV
TUJUAN, FUNGSI DAN KERJA UTAMA
Pasal 8
Tujuan :
1. Mewujudkan cita – cita kemerdekaan Indonesia, merdeka untuk membangun jiwa raga demi Indonesia Raya.
2.Membangun secara berkesinambungan dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur, Memajukan Kesejahteraan Umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, Mewujudkan ketertiban dunia, Perdamaian abadi, Keadilan sosial, dan Mempertahankan kedaulatan rakyat.
3. Membangun kesantunan jiwa dalam mengenal, melaksanakan dan menjunjung tinggi nilai – nilai Dasar Negara, Hak – hak Asasi Manusia dengan sikap Toleransi dan Damai.
4. Membangun demi terwujudnya Indonesia kuat dan bermartabat secara individu maupun masyarakat.
Pasal 9
Fungsi :
1. Sarana, wahana untuk membangun, membentuk watak dan etos kerja warga masyarakat Indonesia.
2. Sarana untuk membangun sikap percaya diri atas kemampuan individu maupun masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan dan perkembangan zaman.
3. Sarana kaderisasi individu maupun masyarakat dalam memahami Nilai – Nilai Dasar, Konstitusi Negara sebagai panduan dan bimbingan hidup bermasyarakat dan bernegara serta perikehidupan antar bangsa.
4. Sarana komunikasi sosial dalam usaha membangun diri dan masyarakat demi wujud kemajuan Indonesia.
5. Sarana untuk mawas diri dan menggariskan rencana strategi Garis – Garis Besar Haluan Kerja membangun, sesuai dengan zamannya.
Pasal 10
Kerja – Kerja Utama
1. Membangun etos kerja yang tinggi
2. Membangun wujud ekonomi yang Demokratis
3. Membangun kehidupan sosial yang Demokratis
4. Membangun budaya yang Demokratis
5. Membangun dan mengembangkan sistim pertahananan keamanan lingkungan masyarakat yang Demokratis.
6. Membangun dan mengembangkan persahabatan yang didasari atas saling menjunjung tinggi Hak – Hak Asasi Manusia penuh toleransi dan damai, baik antar individu, nasional maupun Internasional.
BAB V
PRINSIP-PRINSIP ORGANISASI
Pasal 11
Masyarakat Indonesia Membangun adalah suatu kesatuan organisasi yang diorganisir dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan Organisasi, patuh pada Undang-undang Dasar Negara, Hukum dan Undang-undang yang berlaku.
Pasal 12
Anggota Masyarakat Indonesia Membangun selalu menjunjung tinggi Nilai-nilai Dasar Negara, sebagai wujud ajaran Ilahi tunduk kepada Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga maupun Peraturan-peraturan Organisasi.
Pasal 13
1. Kongres organisasi adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi.
2. Kongres organisasi adalah lembaga tertinggi menetapkan, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga organisasi serta menetapkan Garis-garis Besar Haluan Kerja Organisasi, baik yang bersifat program kerja nasional maupun internasional.
3. Kongres organisasi adalah wahana tertinggi pemutus dan penyelesaian akhir daripada permasalahan yang tumbuh dalam tubuh organisasi maupun individu anggota.
Pasal 14
Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Kongres Organisasi
Pasal 15
Pengurus Pusat menjalankan segala keputusan Kongres berwenang membuat berbagai keputusan penjabarab daripada Garis-garis Besar Haluan Kerja Organisasi yang dihasilkan oleh kongres.
Pasal 16
Struktur organisasi dan kepengurusannya di semua tingkatan diwujudkan atas dasar prinsip kepemimpinan yang toleran dan damai penuh musyawarah dan permufakatan, menjauhi perilaku dan fiil korupsi, dusta dan tipu daya.
Pasal 17
Utusan, peserta Kongres maupun Konferensi dan penetapan personalia untuk pengurus di semua tingkatan harus melalui musyawarah kesepakatan sebagai cermin kehendak anggota, kepentingan organisasi secara seksama dan menyeluruh, serta mempertimbangkan kemaslahatan rakyat.
BAB VI
BANGUNAN ORGANISASI DAN MUSYAWARAH
Bagian Pertama
BANGUNAN ORGANISASI
Pasal 18
Bangungan organisasi disusun sesuai tingkat kewenangannya secara berjenjang terdiri dari : Majelis Pembina Organisasi yang dibantu oleh Badan Pengawas, badan Kehormatan dan badan pakar. Badan Pelaksana Organisasi terdiri dari : Pengurus Pusat, Pengurus tingkat Provinsi, Pengurus tingkat Kabupaten/ Kota pengurus Koordinator Desa, Pengurus tingkat Desa, dan Pengurus Perwakilan luar negeri.
Pasal 19
Majelis Pembina Organisasi
Majelis Pembina Organisasi Masyarakat Indonesia Membangun adalah Warga Negara Indonesia dari berbagai unsur termasuk didalamnya para deklarator dan inisiator berdirinya Masyarakat Indonesia Membangun.
2. Personil Majelis Pembina Organisasi berjumlah ganjil terdiri dari
a. Ketua merangkap anggota
b. Sekretaris merangkap anggota
c. Anggota
3. Ketua Majelis Pembina Organisasi ditetapkan dalam kongres oleh Tim formatur, dan menyusun komposisi personalia bersama-sama Ketua Umum terpilih selambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah pelaksanaan kongres.
4. Majelis Pembina Organisasi berada di tingkat Pengurus Pusat, pengurus Provinsi dan Pengurus Kabupaten/ Kota.
5. Manjelis Pembina Organisasi dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Badan Pengawas Badan Kehormatan dan Badan Pakar.
6. Persona Badan-badan pembantu badan Pakar ditetapkan oleh Ketua Majelis Pembinan bersama Ketua Umum berjumlah ganjil terdiri dari :
a. Ketua merangkap anggota
b. Sekretaris merangkap anggota
c. Anggota
7. Badan – badan pembantu Majelis Pembina berada di tingkat Pengurus Pusat, provinsi dan Kabupaten/ Kota.
8. Tugas Majelis Pembina Organisasi adalah :
a. Menjaga keselarasan visi, misi yang terkandung dalam Mukaddimah serta batang tubuh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi dengan pelaksanaan program Garis – Garis Besar Haluan Kerja Organisasi.
b. Majelis Pembina Organisasi melakukan pengawasan utama pada semua perangkat/ persona organisasi sesuai tingkataannya
c. Majelis Pembina Organisasi menyelesaikan perselisihan, persengketaan dalam organisasi maupun pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota maupun pengurus organisasi.
d. Jika perselisihan, persengketaan dan pelanggaran disiplin organisasi tersebut dalam poin c tidak terselesaikan, maka perkaranya dinaikkan ke kongres.
e. Masa jabatan Majelis Pembina Organisasi dan Badan Perangkat Pembantunya selama 5 (lima) tahun, dohitung dari sejak ditetapkan sampai terlaksananya kongres atau konerensi berikutnya.
Pasal 20
Badan Pengawas Organisasi
Badan Pengawas Organisasi adalah pembantu Majelis Pembina dalam melaksanakan pengawasan utama secara melakat pada semua perangkat / persona organisasi sesuai tingkatannya.
Pasal 21
Badan Kehormatan Organisasi
Badan Kehormatan Organisasi adalah pembantu Majelis Pembina dalam menyelesaikan perselisihan, persengketaan dalam organisasi, maupun pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota maupun pengurus organisasi.
Pasal 22
Badan pakar
1. Badan Pakar Masyarakat Indonesia Membangun adalah kumpulan para persona ahli dibidangnya, berpengalaman dan telah tercatat sebagai anggota Masyarakat Indonesia Membangun.
2. Badan Pakar melaksanakan kajian terhadap berbagai hal gerak langkah yang dapat mendorong kemajuan organisasi dalam kerja membangun masyarakat dan bangsa, tersusun dalam rumusan saran dan masukan bagi Pengurus Badan Pelaksana Organisasi Masyarakat Indonesia Membangun.
3. Ketua Badan Pakar ditetapkan oleh Majelis Pembina dan Ketua Umum, selanjutnya menyusun personalianya secara bersama.
Pasal 23
Badan Pelaksana Organisasi
Pengurus pusat
1. Pengurus Pusat Masyarakat Indonesia Membangun adalah Badan Pelaksana Tertinggi Organisasi ditingkat Nasional, yang dimpimpin oleh Ketua Umum.
2. Pengurus Pusat disusun oleh Ketua Umum dipilih bersama formatur dengan susunan, terdiri dari Ketua Umum, Ketua-ketua Bidang Sekretaris Jenderal, Wakil – wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Bendahara – bendahara.
3. Pengurus Pusat mempunyai ketua – ketua bidang terdiri dari :
a. Ketua Bidang Pembangunan Nidhom (Aturan) organisasi dan keanggotaan.
b. Ketua Bidang Pembangunan Ketahanan Pangan Sandang dan papan.
c. Ketua Bidang Pembangunan Kesehatan fisik dan Mental Rakyat
d. Ketua Bidang Pembangunan Pendidikan dan Kaderisasi Rakyat
e. Ketua Bidang Pembangunan Permodalan Produksi Usaha Rakyat.
f. Ketua Bidang Pembangunan Perlindungan Tradisi dan Seni Budaya Rakyat.
g. Ketua Bidang Pembangunan Pemuda dan Olah raga Rakyat
h. Ketua Bidang Pembangunan usuran Perempuan dan PKK ( Pendidikan Kesejahteraan keluarga)
i. Ketua Bidang Pembangunan Perdagangan Produksi Rakyat
j. Ketua Bidang Pembangunan Penanggulangan Bencana Alam.
k. Ketua Bidang Pembangunan Kerukunan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan, pelaksanaan Budaya Toleransi serta Perdamaian.
l. Ketua Bidang Pembangunan Hukum dan Advokasi Rakyat.
m. Ketua Bidang Pembangunan komunikasi informasi dan Ketangguhan Silaturahmi Rakyat.
n. Ketua Bidang Ketahanan Sistem Keamanan Lingkungan Rakyat dan Hak – hak Asasi Manusia.
o. Ketua Bidang Pembangunan Hubungan Luar Negeri.
4. Pengurus Pusat berwenang
a. Menetapkan kebijakan tingkat Nasional maupun Internasional sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Garis-garis Besar Haluan Organisasi, Program Utama, Keputusan Kongres, Musyawarah Pimpinan Nasional dan Peraturan Oganisasi.
b. Menetapkan komposisi dan personalia bidang atau departemen
c. Mengesahkan komposisi dan personalia pengurus Propinsi, Pengurus Kabupaten/ kota.
5. Pengurus Pusat berkewajiban :
a. Melaksanakan seagala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Garis – garis Besar Haluan Kerja Organisasi, Program Utama, Keputusan Konggres, Musyawarah Pimpinan Nasional dan Peraturan Organisasi.
b. Memberikan pertanggung jawaban kepada kongres.
Pasal 24
Pengurus Wilayah
1. Pengurus Wilayah berada ditingkat Propinsi
2. Pengurus Wilayah menentukan kebijakan Organisasi ditingkat Propinsi, sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Utama Organisasi, Kebijakan Pengurus Pusat dan Keputusan Konferensi Wilayah.
3. Mengesahkan komposisi dan personalia Pengurus Koordinator Desa.
Pasal 25
Pengurus Daerah
1. Pengurus Daerah berada ditingkat Kabupaten/ Kota
2. Pengurus Daerah bertugas selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali dalam konferensi Daerah.
3. Pengurus Daerah menentukan kebijakan Organisasi di Daerah tingkat Kabupaten/ Kota sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Program Utama Organisasi. Kebijaksanaan Pengurus Pusat, pengurus Wilayah dan Keputusan Konferensi Wilayah.
4. Memberikan pertanggungjawaban kepada konferensi Daerah Kabupaten/ Kota.
5. Mengesahkan komposisi dan personalia Pengurus Desa/ Kelurahan.
Pasal 26
Pengurus Koordinator Desa/ Kelurahan
1. Pengurus Koordinator Desa/ Kelurahan berada ditingkat Kecamatan atau yang setingkat.
2. Pengurus koordinator Desa bertugas selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali dalam Musyawarah koordinator Desa.
3. Pengurus Koordinator Desa melaksanakan kebijakan organisasi tingkat Kabupaten dan memberi laporan rutin kepada Pengurus Daerah.
4. Memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Koordinator Desa dan Laporan kerja kepada Konferensi Daerah.
Pasal 27
Pengurus Desa/ Kelurahan
1. Pengurus Desa/ Kelurahan berada ditingkat Desa/ kelurahan
2. Pengurus Desa/ Kelurahan bertugas selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali dalam Musyawarah Desa.
3. Pengurus Desa/ Kelurahan merupakan pengurus yang berwenang menentukan kerja riil untuk anggota warga Desa/ Kelurahan sesuai dengan kebijakan organisasi tingkat Kabupaten/ Kota dan bertanggung jawab dalam mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran.
4. Memberikan pertanggung jawaban kepada Musyawarah Desa/ Kelurahan.
5. Memberikan laporan rutin kepada Pengurus Koordinator Desa dan Pengurus Daerah.
Pasal 28
Perwakilan Luar Negeri
1. Pengurus Perwakilan Luar Negeri berada dibeberapa kota di Negara sahabat yang memiliki hubungan diplomatik dengan Republik Indonesia.
2. Pengurus Perwakilan Luar Negeri brtugas selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali dalam Musyawarah Perwakilan Luar Negeri.
3. Pengurus Perwakilan Luar Negeri berada dibawah koordinasi Bidang Luar Negeri.
4. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Utama, Keputusan Konggres dan Pengarahan Pengurus Pusat.
Bagian Dua
Musyawarah
Pasal 28
Kongres
1. Kongres Masyarakat Indonesia Membangun merupakan lembaga dan pranata pengambil keputusan tertinggi organisasi yang dilaksanakan dan diselenggarakan satu kali dalam 5 (lima) tahun oleh Pengurus Pusat.
2. Kongres menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Masyarakat Indonesia Membangun.
3. Kongres dapat mengambil keputusan tentang Laporan Pertanggung jawaban Pengurus Pusat.
4. Kongres menetapkan Garis – Garis Besar Haluan Kerja Masyarakat Indonesia Membangun.
5. Kongres menetapkan penyelesaian masalah yang tidak dapat diputuskan oleh Badan Kehormatan Organisasi.
6. Kongres memilih Ketua Umum dan para Formatur untuk menyusun Pengurus Pusat.
Pasal 30
Musyawarah Pimpinan Nasional
1. Musyawarah Pimpinan Nasional adalah yang diselenggarakan Pengurus Pusat untuk mengadakan evaluasi dan menetapkan kebijakan terhadap pelaksanaan Garis – Garis Besar Haluan Kerja Organisasi, perkembangan pembangunan bangsa dan masalah organisasi secara nasional.
2. Musyawarah Pimpinan Nasional Masyarakat Indonesia Membangun dilaksanakan sedikitnya 2 (dua) kali dalam periode kepengurusan Pengurus Pusat Masyarakat Indonesia Membangun, dihadiri oleh Majelis Pembina Organisasi dan pembantu Majelis, pengurus Pusat Utusan Pengurus Wilayah dan Utusan Pengurus Daerah.
Pasal 31
Musyawarah Koordinasi Khusus
1. Musyawarah Koordinasi khusus Masyarakat Indonesia Membangun adalah musyawarah unsur Pengurus PUsat bersama jajaran Pengurus wilayah dan Pengurus Daerah untuk mengkoordinasikan langkah – langkah pelaksanaan tugas dan kebijakan organisasi disatu atau beberapa wilayah tertentu.
2. Musyawarah koordinasi Khusus dilaksanakan sesuai hajat keperluan.
Pasal 32
Konferensi Wilayah
1. Konferensi Wilayah merupakan lembaga dan pranata pengambilan keputusan tertinggi organisasi ditingkat Provinsi, diselenggarakan satu kali dalam 5 (lima) tahun oleh Pengurus Wilayah.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang konferensi Wilayah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Musyawarah Pimpinan Wilayah
1. Musyawarah Pimpinan Wilayah adalah musyawarah yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah untuk mengadakan evaluasi dan penetapan kebijakan terhadap pelaksanaan program, perkembangan keadaan dan masalah organisasi ditingkat wilayah.
2. Musyawarah Pimpinan Wilayah diselenggarakan sedikirnya 2 (dua) kali dalam periode kepengurusan oleh Pengurus Wilayah, dihadiri oleh unsure Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah Tingkat Majelis Pembina Organisasi dan Para Pembantu Majelis Tingkat Wilayah serta utusan Pengurus Daerah.
Pasal 34
Konferensi Daerah
1. Konferensi Daearah merupakan lembaga dan pranata pengambilan keputusan tertinggi organisasi ditingkat Kabupaten/ Kota dan diselenggarakan satu kali dalam 5 (lima) tahun oleh Pengurus Daerah.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang Konferensi Daerah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 35
Musyawarah Pimpinan Daerah
1. Musyawarah Pimpinan Daerah adalah musyawarah yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah untuk mengadakan evaluasi dan penetapan kebijakan terhadap pelaksanaan program, perkembangan keadaan dan masalah organisasi ditingkat daerah.
2. Musyawarah Pimpinan Daerah diselenggarakan sedikitnya 2 (dua) kali dalam periode kepengurusan oleh Pengurus daerah dihadiri oleh unsure Pengurus Wilayah, pengurus Daerah, Majelis Pertimbangan Organisasi dan para Pembangu Majelis, serta utusan Pengurus Koordinator Desa. Dan dapat mengundang unsur Pengurus Pusat.
Pasal 40
Pembentukan Departemen, Badan Biro dan Bagian disesuaikan dengan kebijakan Pengurus Pusat dan kebutuhan riil ditingkat masing – masing.
Pasal 41
Badan terdiri dari :
a. Badan Pengawas Organisasi
b. Badan Kehormatan Organisasi
c. Badan Pakar
d. Badan – Badan lain yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
BAB VIII
Disiplin Dan Sanksi Organisasi
Bagian Pertama
Pasal 42
1. Setiap anggota, kader dan pengurus Masyarakat Indoneisa Membangun, wajib memahami dan mematuhi Nilai – nilai Dasar Negara dan Undang – Undang Dasar, ketentuan hukum yang berlaku, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta garis kebijakan organisasi.
2. Pelanggaran atas norma tersebut ayat (1) dianggap pelanggaran disiplin organisasi.
3. Pelanggaran disiplin organisasi diajukan oleh Badan Pengawas Organisasi kepada Badan Kehormatan Organisasi yang bertugas menyelidiki, menelaah dan merumuskan tindakan atau sanksi organisasi kepada pengurus sesuai tingkatannya.
4. Perselesihan yang terjadi diselesaikan oleh pengurus organiasi satu tingkat diatasnya dan keputusan terakhir ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 43
Sanksi organisasi yang diberlakukan dapat berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemindahan pos jabatan, penonaktifan sementara, sampai dengan pemberhentian tetap dari keanggotaan.
Pasal 44
Setiap anggota, kader dan pengurus organisasi yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur didalamnya pasal 42 ayat 1 dan ditetapkan telah melakukan pelanggaran berat, dapat diberhentikan langsung dari keanggotaannya.
BAB IX
Keuangan Dan Kebendaharaan
Pasal 45
Sumber daya keuangan dan kekayaan organisasi adalah :
a. Iuran Anggota
b. Sumber yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku.
c. Bantuan dari anggaran Negara/ daerah.
Pasal 46
1. Pengelolaan, pengawasan keuangan dan perbendaharaan organisasi, dilakukan oleh Bendahara Umum, dibantu oleh beberapa personal Bendahara.
2. Tugas kebendaharaan antara lain :
a. Pemungutan, pengumpulan, pengalokasian dan penyaluran dana organisasi.
b. Audit dan pengawasan keuangan dan kekayaan organisasi.
c. Laporan pertanggungjawaban keuangan dan kekayaan organisasi.
Bab X
Lambang, Bendera, Lagu-lagu
Pasal 47
Bentuk dan warna lambang Masyarakat Indonesia Membangun terlampir.
Pasal 48
Bendera
Bentuk dan warna bendera Masyarakat Indonesia Membangun terlampir, kelengkapan ukuran dan tatacara penggunaan diatur didalam Peraturan Organisasi.
Pasal 49
Lagu – lagu
Lagu-lagu Masyarakat Indonesia Membangun berupa Mars dan Hymne.
Bab XI
Ketentuan Penutup
1. Hal – hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut didalam Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
2. apabila terdapat perbedaan tafsir mengenal suatu ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga, tafsir yang sah adalah yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
3. Sebelum ditetapkan oleh kongres, untuk pertama kalinya, pengurus pusat ditetapkan oleh pemegang kuasa/ mandate Deklarator/ Pendiri Organisasi Kemasyarakatan Indonesia Membangun.
4. Sebelum ditetapkan oleh kongres untuk pertama kalinya Anggaran Dasar ditetapkan oleh Pengurus Pusat
5. Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Indramayu
Pada Tanggal, 01 Januari 2011
Pengurus Pusat
Masyarakat Indonesia Membangun
Redaktur: Yudi Dwi Ardian
Ormas MIM Propinsi Jawa Barat Adakan Pekan Bangun Desa di Kab. Karawang
Ketua Umum MIM Dr. Syeikh AS Panji Gumilang. (FOTO : DA VINA) |
DaVinaNews.Com - Karawang. Hari ini (Kamis, 1/11) adalah hari dimana dimulainnya Pekan Bangun Desa yang diselenggarakan oleh organisasi kemasyakatan Masyarakat Indonesia Membangun (MIM) DPD I propinsi Jawa Barat. Acara yang bertempat di Desa Pangulah Selatan, Kecamatan Kota Baru tersebut berlangsung hingga 5 November 2012 dan dibuka langsung oleh Ketua Umum MIM Dr. Syeikh AS Panji Gumilang.
Dalam sambutannya ketua MIM propinsi Jawa Barat mengatakan dipilihnya tanggal tersebut adalah dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda dan sekaligus menyambut peringatan hari Pahlawan 10 November.
Berdarma dan Berbhakti untuk Negeri
Kegiatan yang bertajuk Berdarma dan Berbhakti untuk Negeri ini akan diisi dengan kegiatan Penghijaun, Pembentukan perpustakan desa, Pengolahan sampah dan berbagai kegiatan kerja bhakti termasuk juga kegiatan olah raga. Respon antusias tampak pada sambutan–sambutan oleh Kepala Desa, Danramil, Kapolsek, ataupun Muspika pada saat didaulat untuk memberikan pidato sambutannya di podium.
Pada bagian terakhir sebelum simbolis penanaman pohon dilaksanakan Ketua Umum Dr. AS Panji Gumilang memberikan arahan pada sambutannya. Tampak begitu serius seluruh hadirin ketika ketua umum menyampaikan uraian tentang nilai–nilai dasar Negara yang diuraikan secara terinci dan detail-detail penekanannya, terlebih ketika diurakan tentang sejarah Indonesia yang begitu gamblangnya membuat bangkitnya rasa nasinalisme seluruh audien yang hadir.
Begitulah yang terlihat raut wajah masyarakat desa Pangulah Selatan yang rata–rata masyarakat memang belum pernah ketemu secara langsung dengan ketua umum.
Tak lupa pula Syeikh sampaikan dalam rangka ikut dalam menjaga ketahanan Negara maka semuanya wajib bisa berenang karena Negara ini dikelilingi oleh lautan yang sangat luas, serta disampaikan pula rencana untuk menyeberang Surabaya Madura dengan berenang, maka dengan begitu tidak boleh ada 1 incipun yang boleh mengganggu gugat kedaulatan Indonesia, bahkan sepersekian milipun tidak boleh ada.
Redaktur: Yudi Dwi Ardian
Reporter: Suwarto Idoel
Mereka "Jokowi-Jokowi" Lain
Jokowi-Jokowi Lain @2012 viva.co.id
1. Tri Rismaharini
|
Tri Rismaharini |
Sepenuh Hati Menata Surabaya
"Kita tidak boleh mengeksplotasi kota."
Seorang ibu paruh baya berdiri di tengah kompleks lokalisasi Dolly, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur. Matanya berkaca-kaca. Ia berbicara dengan suara parau kepada para pekerja seks komersial (PSK) di sana.
“Sudah banyak ulama dan tokoh agama mendesak saya menutup tempat ini. Sekali lagi saya mohon kepada panjenengan (Anda, red) semua meninggalkan pekerjaan ini. Saya dan Pemerintah Kota Surabaya, bismillah, siap membantu dan memfasilitasi panjenengan semua,” kata sang Ibu, merayu, membujuk. Suasana senyap, dan haru.
Kerongkongan ibu itu seperti tercekat. Ia seperti tak tahu lagi hendak berkata apa kepada para pekerja seks di sana. Ibu itu tak lain Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharani. Bulan puasa kemarin, awal Agustus 2012, Risma sengaja menggelar acara silaturahmi dan buka puasa bersama warga lokalisasi Dolly di rumah dinasnya.
Acara itu dihadiri 200 lebih penghuni lokalisasi Dolly. Tujuannya satu: memohon para PSK itu beralih profesi. Pemkot Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur memang bertekad membersihkan Surabaya dari bisnis prostitusi. Mereka bahkan bersedia memberikan uang sebagai modal bagi para PSK untuk memulai hidup baru.
Meski sampai saat ini rayuan itu belum sepenuhnya berhasil, namun lambat laun suasana Gang Dolly tidak seramai dahulu. Tahun 2010, ada sekitar 3.000 PSK beroperasi di gang itu, tahun 2011 turun jadi 2.500 PSK. Pada 2012 ini tersisa 580 PSK. Mungkin pada akhirnya nanti, bujukan sabar keibuan Risma pada para PSK Dolly itu berbuah manis.
Tegas
Sekilas, melihat sikap Risma di hadapan para PSK Dolly, tergambar sosok ibu yang sabar. Namun di balik kesabaran itu, tersimpan ketegasan.
Kurang dari sebulan setelah Risma menggelar buka puasa bersama PSK Dolly, petugas Satuan Polisi Pamong Praja menjaring belasan remaja yang ketahuan memakai narkoba dan minuman keras. Risma pun melontarkan amarahnya kepada para remaja itu tanpa ampun.
“Kalian jangan gaya-gayaan. Kalian itu masih di bawah umur, pakai acara pergi ke diskotek segala. Mau jadi apa kalian?” sembur Risma di Kantor Satpol PP Jalan Jimerto, Surabaya, akhir Agustus 2012. Ketika salah seorang remaja itu mengaku lari ke narkoba karena ia berasal dari keluarga tak bahagia, kemarahan Risma tak lantas surut.
“Masih banyak orang lain menderita. Kalian jangan menyalahkan keadaan. Baju kalian itu masih bagus. Coba lihat anak-anak lain di sekitar,” ujar Risma.
Kemarahan Risma itu bukan tanpa alasan. Dia cemas, jika remaja dengan pergaulan semacam itu kelak menjadi korban kejahatan perdagangan manusia.
Menata kota
Membersihkan Surabaya dari bisnis prostitusi adalah salah satu tekad Risma di antara tumpukan mimpi lain. Secara umum, Risma menata dan membenahi lingkungan kota Surabaya. Ibu dua anak itu membangun sejumlah taman, di berbagai lokasi di Surabaya. Taman-taman yang sudah ada pun dipercantik, dan dilengkapi fasilitas olahraga, serta arena bermain anak.
“Warga Surabaya, baik dewasa maupun anak-anak, butuh tempat bermain yang nyaman, dan aman,” kata Risma kepada VIVAnews, Rabu 24 Oktober 2012.
Menata taman memang salah satu keahlian Risma. Maklum, Pegawai Negeri Sipil Pemkot Surabaya itu pernah menjabat sebagai Kepala Cabang Dinas Pertamanan pada 2001, dan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan pada 2005.
Risma menjelaskan, Surabaya harus menjadi kota metropolitan tanpa meninggalkan konsep “rumah.” Surabaya harus menjadi tempat nyaman, aman, dan disayangi penghuninya. “Kita tidak boleh mengeksploitasi kota ini hingga akhirnya menjadi tidak nyaman bagi warganya,” ujar Risma.
Perempuan kelahiran Kediri itu yakin, taman-taman hijau itu berkontribusi pada terciptanya kerukunan di Surabaya itu. Taman Bungkul di jantung kota Surabaya misalnya, kini menjadi tempat nongkrong anak muda tanpa pernah ada insiden tawuran di situ. “Ini karena mereka merasa semua fasilitas di taman itu milik bersama, sehingga mereka merawat dan menikmatinya bersama,” kata Risma.
Taman Bungkul memang salah satu kebanggaan Surabaya. Taman di Jalan Raya Darmo itu diresmikan 2007, dan mengusung konsep sport, education, and entertainment. Taman seluas 900 meter persegi itu dilengkapi arena skateboard, sepeda BMX track, jogging track, amfiteater, taman bermain anak-anak, kolam air mancur, dan pujasera. Taman ini bahkan memiliki jalur penyandang cacat, akses internet Wifi, telepon umum, dan pujasera.
Tak hanya soal taman, Risma juga menata kawasan kumuh Surabaya. Sejumlah kampung yang dahulu terkenal kumuh dan tidak tertata seperti Banyu Urip, Gundih, dan Dukuh Setro, kini pun tampak lebih nyaman, bersih, dan cantik, karena penghijauan yang dilakukan warga.
Dalam menata kota, menurut Risma kuncinya ada pada membangkitkan partisipasi warga untuk ikut peduli dan bertanggung jawab memelihara lingkungan mereka sendiri. Itu pula yang ia lakukan ketika menata Pedagang Kaki Lima di Jalan Kayoon. Jalan Kayoon yang sebelumnya kumuh sampai tak bisa dilalui warga, kini sudah lebih tertata.
Meski demikian, Risma mengaku penataan dan pemberdayaan PKL yang ia lakukan belum tuntas karena banyaknya kendala yang dihadapi. Apapun, ia yakin semua persoalan lambat-laun bisa teratasi melalui edukasi dan ajakan bekerja sama kepada masyarakat terus-menerus.
Menata kota sebetulnya tak asing untuk Risma yang terpilih menjadi Wali Kota Surabaya pada akhir 2010. Sebelum menjadi wali kota, Risma pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya 1997-2000, Kepala Bagian Bina Bangunan tahun 2002, dan Kepala Bappeko Surabaya tahun 2008.
Batu sandungan
Langkah Risma sebagai Wali Kota Surabaya tak selalu mulus. Batu sandungan bahkan sudah menghadang di tahun pertama ia menjabat. Pada 31 Januari 2011, DPRD Surabaya mencoba melengserkan Risma. Itu gara-gara dia menerbitkan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 56 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, dan Perwali Nomor 57 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Terbatas di Kawasan Khusus Kota Surabaya.
Kedua Perwali itu mengatur kenaikan pajak reklame ukuran besar dan sedang sebesar 25 persen, serta menurunkan pajak reklame ukuran kecil. Risma punya tujuan spesifik menerbitkan kedua Perwali itu: untuk menekan pertumbuhan reklame ukuran besar yang kerap roboh terkena angin kencang apabila cuaca buruk, dan mempermudah Usaha Kecil Menengah yang ingin memasang reklame kecil guna mempromosikan usaha mereka.
Risma juga menegaskan, pajak di kawasan khusus Surabaya memang perlu dinaikkan agar pengusaha tak seenaknya memasang iklan di jalan umum. Pemasangan iklan terlalu banyak, dan amburadul, menurut Risma, akan menjadikan Surabaya bak belantara iklan. Maka dengan meninggikan pajak reklame ukuran besar, ia berharap pengusaha iklan beralih memasang iklan di media massa ketimbang memasang baliho di jalan-jalan kota.
Namun penerbitan Perwali Nilai Sewa Reklame oleh Risma itu mendapat tentangan sejumlah pengusaha reklame besar. Mereka mengajukan surat keberatan melalui DPRD Kota Surabaya. DPRD Surabaya menganggap Risma melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Hukum Daerah, karena sang wali kota tidak melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Perwali.
DPRD Surabaya pun merekomendasikan pemberhentian Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Keputusan itu didukung oleh enam dari tujuh fraksi politik yang ada di DPRD Surabaya, termasuk PDIP yang mengusungnya sebagai Wali Kota Surabaya pada Pilkada. Hanya satu fraksi yang menolak pemberhentian resmi Risma, PKS.
Pada akhirnya, Menteri Dalam Negeri Gawaman Fauzi menyatakan tak ada cukup alasan untuk memecat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Gamawan menegaskan, Peraturan Wali Kota tidak bisa dijadikan alasan pemecatan. Kesalahan administrasi dalam proses penerbitan Perwali Nilai Sewa Reklame, yaitu tak dilibatkannya SKPD dalam penyusunan Perwali, masih manusiawi.
“Jangankan Peraturan Wali Kota, Peraturan Daerah saja bisa salah. Untuk itu ada evaluasi terhadap peraturan-peraturan itu. Tapi pemecatan Wali Kota karena alasan itu terlalu berlebihan,” ujar Gamawan. Ia menambahkan, pemberhentian kepala daerah hanya dilakukan dengan apabila kepala daerah terkait melanggar sumpah dan tidak mampu melaksanakan tugas.
2. JR Saragih
JR SaragihMembangun Ala 'Anak Terminal'
Dari pecat anak buah, sampai bangun rumah sakit.
|
Senin, 19 Desember 2011 menjadi hari tak terlupakan bagi 109 pejabat eselon III dan IV di jajaran Pemerintah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. "Hanya" gara-gara tak ikut upacara Hari Kesadaran Nasional, mereka kehilangan pekerjaan, alias dicopot dari jabatan masing-masing.
Bupati Simalungun Jopinus Ramli (JR) Saragih marah besar hari itu, lantaran anak buahnya tak disiplin. Dia bekas militer, tentu gerah melihat disiplin pegawai negeri sipil (PNS) yang rendah. "Padahal itu adalah hari kesadaran nasional. Seharusnya mereka terlebih dahulu harus menyadarkan dirinya," kata bupati yang biasa disapa JR ini dalam perbincangan dengan VIVAnews, Rabu 24 Oktober 2012. Pria kelahiran 10 November 1968 itu masih belum bisa menyembunyikan rasa kesalnya.
Tak hanya 109 PNS saja yang jadi sasaran disiplin sang Bupati. Dua hari sebelumnya, 17 Desember 2011, JR juga mencopot Kepala Dinas Kesehatan Simalungun, Saberina Tarigan. Simalungun sempat geger dengan berbagai pencopotan ini. JR beralasan, Kadinkes tak datang saat dia panggil rapat karena sedang berada di Medan. "Pejabat eselon II itu tidak boleh meninggalkan daerahnya tanpa sepengetahuan bupati."
Tanpa tedeng aling, JR pun pernah mencopot Kepala RSUD Raya gara-gara keluhan masyarakat. "Saya pun sidak pagi-pagi, rumah sakit tidak terurus, atap-atap bocor dibiarkan. Seharusnya rumah sakit itu bersih," kata dia seraya menambahkan bahwa dirinya sangat peduli pada kesehatan.
Tapi, amarah JR kepada 109 PNS yang bolos upacara tak lama. Berselang sehari, dia memanggil kembali anak buahnya itu bekerja. Sebagai hadiah Lebaran. "Sekaligus peringatan kepada para pejabat agar memberikan contoh yang baik. Dan kalau itu berulang lagi, pencopotan jabatan pasti akan mereka terima."
Tak heran jika gaya kepemimpinan JR keras dan disiplin. Dia pernah bertugas di Korps Polisi Militer, komandan sub Detasemen Polisi Militer, komandan Detasemen Polisi Militer. Bahkan, dia pernah bergabung sebagai salah satu personel pengamanan presiden.
Selain dunia militer, masa kecil suami Erunita Tarigan Girsang ini pun turut membentuk karakter JR yang tangguh dan keras. Tak seperti bocah kebanyakan, dia harus berjibaku untuk membiayai sekolahnya sendiri.
Ayahnya, R Saragih, meninggal saat dia baru berusia satu tahun. Sang Ibu lalu menitipkan JR di rumah nenek di Desa Hapoltakan Pematang Raya karena perekonomian yang morat marit. Sejak SD, JR membantu neneknya memetik kopi di ladang. Tapi, duka kembali menggelayut. Sang Nenek juga meninggal. JR kembali ke rumah ibunya, N boru Sembiring Meliala, di Tanah Karo.
Karena ekonomi tak memungkinkan, JR terpaksa berhenti sekolah saat duduk di kelas 6. Tak mau lama-lama dirundung sedih, JR memutuskan merantau ke Pematang Siantar. Di sana JR melakoni pekerjaan apapun untuk mendapat uang.
Dia menjadi tukang semir sepatu di terminal, dan juga tukang bersih-bersih bus antar kota. Dua tahun JR harus membanting tulang dengan pekerjaannya itu.
Dia kembali ke bangku sekolah setelah seorang supir menyarankannya sekolah.
Dia kembali ke bangku sekolah setelah seorang supir menyarankannya sekolah.
Dia berhasil menyelesaikan sekolahnya hingga SMP sambil bekerja memperbaiki alat-alat elektronik dan beternak ayam. Sampai di situ, penderitaan rupanya belum mau melepas JR.
Dia kesulitan membayar uang sekolah untuk melanjut ke SMA. JR kembali merantau. Kali ini, tujuan rantauannya jauh dari kampung halaman, Jakarta. Di Ibukota, JR bekerja sebagai penggali pasir. Dari uang itu, dia bisa mendaftar ke SMA swasta Iklas Prasasti di Kemayoran. Saat bersekolah di SMA ini lah hidup JR menemui titik balik.
Sambil bersekolah, JR mendapat tawaran bekerja paruh waktu di pusat Primer Koperasi Mabes TNI AD di Jakarta. Keuletan dan kegigihan JR mencari uang untuk sekolah mendapat simpatik dari petinggi angkatan TNI AD. JR pun diberikan kesempatan mengikuti tes masuk Akademi Militer, dan berhasil.
Minder lihat baju dinas
Di luar disiplin ala militernya dalam memimpin Simalungun, ada satu kebiasaan JR yang sudah diketahui warga. Dia kerap blusukan ke daerah-daerah dengan sepeda motor trail miliknya, tanpa pengawalan. Mengenakan baju kaus biasa, JR juga sering terlihat nongkrong di warung-warung kopi.
Di luar disiplin ala militernya dalam memimpin Simalungun, ada satu kebiasaan JR yang sudah diketahui warga. Dia kerap blusukan ke daerah-daerah dengan sepeda motor trail miliknya, tanpa pengawalan. Mengenakan baju kaus biasa, JR juga sering terlihat nongkrong di warung-warung kopi.
"JR itu sosok nyentrik. Dia sering ke warung kopi untuk membaur dengan warga," kata Enrico, penggiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia. Sekilas, kata dia, perjalanan dengan motor ke kampung-kampung itu terlihat seperti pencitraan. "Tapi, tidak. Dia memang begitu. Langsung turun untuk bertanya kebutuhan warganya itu apa," imbuhnya.
Saat ditanya soal kebiasaannya itu, JR punya alasan sendiri. Sebelum dirinya menjabat sebagai bupati, menurut JR, jalanan di Simalungun sudah kacau, terutama di pedalaman. Masih banyak yang belum diaspal. "Ada yang sampai tak bisa dilalui. Itulah kenapa saya lebih senang pakai motor trail. Kalau pakai mobil nanti susah sendiri karena sebagian jalanan di dalam tidak bisa dilalui mobil," kata JR.
Soal kaus olahraga saat kunjungan kerja? "Kalau pakai dinas saya terlalu kaku. Dari pengalaman, masyarakat merasa minder melihat baju dinas pejabat yang hadir di kampungnya," kata JR. Seolah-olah, imbuhnya, pejabat itu orang hebat.
Padahal, dia datang justru mau jadi tempat curhat warga. Dengan kaus biasa, tak hanya warga, staf pun tak canggung lagi. "Inilah yang saya inginkan. Jadi mereka bisa lebih terbuka dan merasa bersahabat dengan saya. Tentunya kerjasama lebih berguna." Warga pun lebih berani mengajaknya duduk di warung kopi jika tak mengenakan baju dinas.
Mengenai prioritas pembenahan, JR punya dua hal: kesehatan dan pendidikan. Dua bidang ini, menurut JR, adalah hal paling penting dalam kehidupan. "Sekolah tinggi kalau tak sehat juga susah. Begitu juga sebaliknya. Nah, keduanya ini harus menjadi nomor 1 di Simalungun," kata dia.
Beberapa sekolah, kata dia, sudah dibangun sehingga menambah tempat bagi generasi muda menimba ilmu. Dia berharap pembangunan pendidikan ini terus berkembang sebab pendidikan adalah salah satu cara memajukan bangsa. Hal ini diakui Enrico. "Basic dia kesehatan. Awalnya, dia punya rumah sakit. Jadi dia lebih dominan kesehatan. Tapi, pendidikan pun jalan, terbukti bertambahnya sekolah di Simalungun," jelas Enrico.
Selanjutnya, prioritas JR adalah infrastruktur. "Perlahan, Kota Raya sudah berkembang menjadi kota baru. Padahal dulu, kota ini seperti kota mati. Meskipun sudah menjadi kabupaten Simalungun," imbuhnya. Indikasi kota mati, kata dia, orang susah cari penginapan, warnet, dan layanan publik lainnya.
Jalanan pun, menurutnya, sudah kian lebar. Investor pun mulai melirik Raya, di luar Siantar untuk berinvestasi. "Landasan pacu pun sudah ada di Raya," kata dia. Penerbangan pertama dari landasan pacu itu terjadi pada 2011 lalu. Tapi, dia akui memang masih kurang investor. "Susi Air sering berkunjung ke sini."
Di sektor pertanian, JR belum bisa berjanji muluk-muluk. Paling tidak, kata dia, Simalungun tidak perlu mengimpor beras dari luar. Simalungun, kata dia, merupakan daerah pertanian sehingga padi pun jadi andalan wilayah yang dia pimpin.
Bupati Simalungun sejak 28 Agustus 2010 itu juga pernah mendapat penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena berhasil meningkatkan produksi padi pada 2011 lalu. Penghargaan ini diberikan melalui Menteri Pertanian Siswono MM di Jakarta. Dibandingkan 2009, Simalungun surplus produksi padi sebanyak 134.156 ton pada 2011.
3. Idham Samawi
Idham Samawi bersama istri |
Dari Incognito Hingga Kandang Kambing
Menyamar keluar masuk kampung. Jalan aspal hingga dusun.
Di Dlingo, hidup digali dari batu cadas dan tanah merah. Lereng, tebing dan bukit tersusun dari cadas. Hanya pohon jati kluwih yang sanggup tumbuh di situ. Tanah merah itu memang bersahabat di musim hujan. Bisa bersawah. Bisa berkebun.
Tapi bila musim kemarau datang, semuanya menyerah. Pohon rontok, lahan kering kerontang, tanah membelah. Hidup sulit.
Kerja keraslah yang membuat warga di sana bertahan. Bahkan sanggup menyekolahkan anak. Suatu hari tahun 1999, di musim kemarau yang garang, seorang pria lewat di situ. Dia menghampiri seorang petani yang sibuk mengais di ladang. Jalan menuju ladang itu sempit. Berbatu dengan aspal tipis seadanya.
“Bagaimana tanamannya, Pak?,” pria itu menyapa dalam bahasa Jawa yang santun. “Ya beginilah, Pak. Tanahnya tandus, giliran panen harganya rendah, ndak cocok dengan tenaga dan biaya menanam,” jawab si petani itu sembari menghela nafas berat.
Tamu yang datang siang bolong itu kembali bertanya. “Katanya ada bupati baru yang dilantik. Orangnya seperti apa sih, Pak?. ” Si petani menjawab pendek. “Katanya sih baik, tapi nggak tahu ya ke depannya.” Sesudah ngobrol sebentar, pria itu pergi.
Pak Tani yang sedang diladang itu, sungguh tak tahu bahwa lelaki yang berlalu itu adalah Idham Samawi, Bupati Bantul yang baru dilantik. Sang bupati memang datang ke kecamatan Dlingo itu cuma berdua. Cuma pakai kaos oblong dan celana jeans.
Incognito. Menyamar. Itulah yang dilakukan Idham Samawi pada masa-masa awal menjadi Bupati Bantul. Dia keluar masuk pelosok kampung. Dari pinggir pantai, kampung di pelerengan, hingga perbukitan tandus seperti Dlingo itu.
Dengan keluar masuk secara incognito itu, dia bisa merekam keadaan warga. Merekam apa yang mereka perlukan. Dari situlah dia menyusun program kerja. Dari hasil menyamar ke kampung-kampung itu, kesimpulannya jelas. Warga butuh infrastuktur khususnya jalan. Lewat jalan itu mereka punya akses ke sumber-sumber ekonomi.
“Saya membangun infrastruktur jalan di Kecamatan Dlingo. Ternyata hasilnya luar biasa. Ekonomi masyarakat meningkat tajam,” kisah Idham Samawi, kepada VIVAnews.
Sesudah itu sang bupati tetap memeras otak. Sebagian besar rakyat adalah petani. Mengantung nasib pada kebaikan alam. Panen dimusim hujam. Bisa kelaparan di musim kemarau. Saat panen berlimpah harga terjun ke titik nadir. Petani nyaris tak pernah untung. Selalu begitu saban tahun.
Sang bupati baru itu harus memikirkan cara bagaimana menyudahi nasib itu. Lalu muncul gagasan terobosan ini. Bila musim petik tiba, dan harga terjungkal ke titik terendah, pemerintah harus turun tangan.
Bagaimana caranya? Borong semua hasil panen jika harga terjun bebas.
“Kalaupun rugi, biar pemerintah yang tanggung,” kata Idham. Dengan cara itu para petani memetik untung dan kian semangat bekerja.
Birokrasi dikerahkan demi membantu warga. Dari kepala dinas, camat hingga kepala dusun. Itu sebabnya mereka harus menguasai wilayahnya secara rinci. Setiap camat di Bantul wajib hafal berapa jumlah siswa, berapa hektar sawah irigasi, tegalan, dan pekarangan.
Bukan cuma itu. Pak camat juga harus bersedia menjadi “camat siaga.” Siap mengantarkan ibu hamil yang segera melahirkan dengan mobil dinas ke rumah sakit. “Ini adalah salah satu cara untuk menekan jumlah ibu dan bayi meninggal saat melahirkan,” kata Idham. Mereka yang malas memikul kewajiban itu, sanksinya tegas. Jabatan dicopot.
Selain sektor pertanian dan kesehatan, Idham juga memacu sektor pendidikan. Semua guru sekolah dasar di Bantul wajib bertitel sarjana . Yang belum harus melanjutkan kuliah. Biaya kuliah disubsidi Pemerintah Kabupaten Bantul. “Hingga akhir masa jabatan saya, guru SD yang tidak berijazah S1 dapat dihitung dengan jari,” katanya.
Kisah dari kandang kambing
Suatu hari Idham kembali mengunjungi Dlingo. Di jalan ia bertemu dengan seorang ibu yang baru pulang dari pasar. Ibu tua itu menggendong bakul berisi hasil panen yang tidak laku terjual. Dengan tubuh membungkuk menahan beban, perempuan desa itu mendaki perbukitan.
Idham menyuruh sopirnya menghentikan mobil dan menepi. Ia mengajak ibu itu untuk ikut serta. Diantar hingga dekat rumahnya. Hingga turun dari mobil, ibu itu tak tahu bahwa yang memberi tumpangan adalah Pak Bupati.
Sopir pribadi Idham, Gunadi, masih merekam dengan jelas hari-hari pertama majikannya menjadi bupati. Kerap menyamar turun ke lapangan menemui langsung masyarakat. Memakai jeans dan baju kaos.
Sang sopir berkali-kali salah tingkah. Dan itu karena “kelakuan” si bupati ini. Suatu hari, Gunadi tidak sadar bahwa acara yang dihadiri oleh bupati sudah selesai. Dia asyik menikmati panganan di sebuah angkringan. Merasa terlambat, Gunadi buru-buru membayar.
Tapi terlambat. Sang majikan sudah di depan mata. Ia selonong seenaknya ke angkringan itu, duduk di bangku kayu, lalu sibuk menyomot tahu dan tempe. Gunadi yang terkejut, plus salah tingkah kembali duduk. “Kami jadi minum teh bersama di angkringan.”
Di lain kesempatan, Gun, nama panggilan sopir berusia 56 tahun itu, mengantar Idham ke Semarang. Mereka menginap di hotel bintang lima. Lantaran cuma sewa satu kamar, si sopir berniat selonjor di mobil untuk beristirahat.
Tapi Idham memaksanya tidur di kamar. Jadilah mereka seranjang berdua. Pak Bupati dan sopirnya. Tapi Gun salah tingkah sampai di ranjang itu. Dia tak bisa tidur nyenyak. ”Mosok saya tidur satu ranjang dengan juragan," kata Gun.
Kisah unik seperti ini, bertaburan di masa kepemimpinan Idham Samawi di Bantul. Dikisahkan rakyatnya sendiri, sopir dan orang-orang dekatnya. Dengarlah kisah dari Beni Sasongko, mantan ajudan pribadi Idham.
Jika sangat mendesak, katanya, Idham Samawi bisa menerbitkan keputusan di mana saja. Termasuk di kandang kambing, ketika dia bercelana pendek dan sedang asyik memberi pakan kepada hewan bertanduk itu.
“Dulu Pak Idham itu suka memelihara kambing etawa. Suatu hari, ketika sedang memberi pakan, ada kepala dinas yang meminta tanda tangan dan juga arahan terkait program. Karena sedang memberi pakan, pengarahan pun dilakukan di kandang kambing itu,”kata Beni.
Kepala Dinas Sumber Daya Air Pemkab Bantul, Yulianta membenarkan cerita itu. “Tidak harus di kantor atau rumah dinas. Di empang pun, saat kami datang akan ditanggapi,” kata Yulianta.
Diguncang gempa besar
Tanah di Bantul hebat berguncang 27 Mei 2006. Pukul lima lebih 53 menit. Saat itu Idham sedang di rumah dinas. Merasakan guncangan itu dia terkejut. Seperti warga lain, dia cepat lari keluar rumah. Di luar matanya terbelalak.
Keadaan sangat kacau. Banyak rumah dan pohon roboh. Laporan pertama yang datang ke bupati menyebutkan bahwa ada satu korban jiwa. Meski sedih, ia masih bisa bernafas lega. Tapi itu hanya sesaat.
Di tengah kekacauan itu, ia menyaksikan orang-orang hilir-mudik. Menangis, meraung histeris. Banyak orang digotong ke rumah sakit. Dari yang terluka hingga yang remuk tubuhnya dan tewas. Ia segera menyusul ke Rumah Sakit Panembahan Senopati, yang tak berapa jauh dari rumah dinas.
Tiba di sana dia terperangah. Tubuhnya gemetar menyaksikan tubuh-tubuh bergelimpangan. Pada hari kedua, Idham kemudian mengetahui 5.000 warganya tewas. Rumah-rumah dan bangunan rata dengan tanah. Gempa 5,9 Skala Richter itu melumpuhkan Bantul.
Kepada VIVAnews, Idham mengaku sempat frustasi berat dan pesimistis. “Waktu itu saya pernah berdoa kenapa Tuhan tidak menyabut nyawa saya sekalian. Saya melihat bagaimana sengsaranya rakyat Bantul. Mayat-mayat dimakamkan seadanya. Rumah sakit penuh dengan korban gempa dan orang-orang terus panik dengan gempa susulan yang terus berulang.”
Tapi jika seorang pemimpin jatuh, bisa jadi rakyatnya kian terpuruk. Itu sebabnya Idham Samawi berusaha tegar. Selama sebulan dia keliling daerah untuk membangkitkan semangat warga. Meski susah melupakan petaka itu, warga Bantul perlahan bangkit.
Tapi setelah trauma gempa berlalu, Idham justru berurusan dengan kasus hukum, dugaan korupsi dana rekonstruksi gempa. Ia memang tidak pernah menjadi tersangka seperti sejumlah kepala desa.
Namun, pernyataannya bahwa kehadiran Komisi Pemberantasaan Korupsi dipicu segelintir orang yang ingin merusak Bantul dan upayanya mengajak warga untuk melawan pelapor dugaan korupsi di daerahnya, menuai kritik tajam. Bahkan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X menganggapnya mengintimidasi para pegiat antikorupsi.
Soal kasus itu, Idham menjelaskan bahwa ia sendiri sangat anti korupsi. Marah jika bantuan gempa diselewengkan.“Tetapi kalau saya lihat angkanya, itu kecil banget. Apalagi kalau dibandingkan dengan Rp 2,6 triliun (dana dari pusat),” katanya.
Idham menegaskan bahwa kasus penyelewengan itu hanya terjadi di tingkat kecamatan ke bawah. “Level kecamatan keatas, Insya Allah clear.”
Idham sendiri sudah berusaha agar bantuan yang datang ke sana tidak diselewengkan. Enam hari pasca gempa, Idham meminta pendampingan Badan Pemerika Keuangan karena bantuan terus mengalir.
Meski dalam setiap rapat koordinasi selalu ditekankan kepada seluruh lurah agar tidak menyunat jatah korban bencana, Idham menyadari bahwa besarnya dana tanpa didahului perencanaan dapat mengubah perangai seseorang. “APBD itu perencanaannya sudah sangat panjang. Itu saja masih ada yang nyangkut di jalan,” katanya.
Dilanjutkan istri
Sesudah dua periode menjabat, pengaruh Idham di Bantul tak lantas surut. Lantaran Idham tak bisa maju lagi, warga di sana memaksa istrinya yang maju. Meski tidak disokong partai yang mendukung Idham, sang istri Sri Suryawidati malah terpilih sebagai bupati.
Sejumlah orang menganggap, fenomena istri menggantikan suami di tampuk kekuasaan sebagai sesuatu yang tak pantas dan mencederai demokrasi. Namun, Ida—begitu sang istri disapa-- menyebutnya sebagai sebuah “kecelakaan”. “Saya menjadi bupati karena kecelakaan politik. Modal saya jadi bupati kan hanya dari ketua PKK Kabupaten Bantul,” katanya.
Bahkan hingga saat ini, setiap kebijakan yang akan diputuskan Ida kadang harus mendapat “restu” dari Idham. “Saya berkonsultasi dengan suami dalam mengambil kebijakan. Pak Idham staf ahli saya yang tak perlu dibayar,” ujar Ida.
4. Mardjoko
Mardjoko |
Ambisi Investasi Bupati Ngapak
Dikecam wartawan dan seniman. PAD meroket lima kali lipat.
Ada yang cukup dikenang oleh Bupati Banyumas Mardjoko ketika baru dua bulan menjabat, pada 2008 silam. Puluhan wartawan berdemo di depan kantornya. Mereka menentang kebijakan bahwa hanya bupati yang boleh berbicara ke media. Terutama soal pengelolaan keuangan daerah, dan pembinaan pegawai.
Meski didesak wartawan, Mardjoko tak berubah. Dia malah mencopot kepala humas. Alasannya, sang jubir itu tak bisa menyampaikan kebijakan itu ke wartawan. “Saya bukan menghalang-halangi wartawan mendapat informasi,” kata Mardjoko kepada VIVAnews.
Soal surat itu, Dewan Pers memang sempat turun tangan. Namun, Marjoko tak gentar. Dia merasa kebijakan itu benar. “Saya juga dapat surat dari Dewan Pers,” ujarnya. Tapi Mardjoko menjelaskan alasannya kepada Dewan Pers, dan menurutnya Dewan Pers menerima. “Sampai sekarang tidak apa-apa,” kata Bupati yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa, dan menang satu putaran di pemilu Banyumas.
Sebagai pejabat baru, Mardjoko ingin informasi ke masyarakat jelas. Tak ada bias. “Jadi nanti apa yang disampaikan ke publik harus dikomunikasikan dengan pimpinan,” ujar dia.
Rombak alun-alunAda hal kontroversial lain saat awal dia menjabat. Belum genap tiga bulan berkuasa, Mardjoko berniat membongkar alun-alun di Kota Purwokerto, ibukota Banyumas. Alun-alun itu dipisahkan dua jalan. Saat itu kondisinya kumuh. Banyak pedagang kaki lima, sampai menjorok ke tengah alun-alun.
Sekitar Juli 2008, para pedagang kaki lima itu dipindah ke Jalan Rajasemangsang, sekitar 30 meter dari alun-alun. Mardjoko mendatangkan buldoser. Jalanan yang memisahkan alun-alun dibongkar. Begitu juga pohon beringin yang tumbuh di tengahnya.
Sontak, rencana itu dikecam puluhan seniman Banyumas. Mereka berdemo. Perombakan alun-alun dinilai melanggar hukum. Mardjoko dituding merusak benda cagar budaya. Dia juga dilaporkan ke polisi.
Mardjoko tak mundur. Dia ngotot membedah alun-alun kumuh itu. Alasannya, ingin mendatangkan investor. Perombakan pun dilanjutkan. Berbagai sudut dipoles. Rumput berkualitas bagus ditanam di atasnya. Dalam waktu singkat, alun-alun terlihat cantik.
“Saya kampanye membangun Banyuwas dengan investasi. Kalau kumuh mana ada investor mau datang. Toh saat ini berubah jadi bagus. Banyak investor masuk,” ujar Mardjoko dengan logat ngapak.
Dia terus mendandani Banyumas. Ruang terbuka hijau dalam kota diperluas. Jalan-jalan di Kota Purwokerto dilebarkan. Para pedagang kaki lima yang semula berjubel di alun-alun dibuatkan tempat khusus, Prathista Hasta. Di tempat itu, para pedagang bebas berjualan. Jika di alun-alun hanya dagang dari siang sampai malam, di tempat khusus ini mereka bisa berjualan 24 jam.
Keberanian Marjdoko menata Banyumas berbuah. Sejumlah investor mulai masuk. Di sektor jasa, dua hotel kelas nasional dibangun di Purwokerto. Ratusan restoran dan rumah makan berkembang pesat. Bak jamur di musim hujan.
Investasi juga masuk di sektor industri. Pabrik semen Panasia dibangun di Desa Tipar Kidul, Ajibarang. Nilai investasinya Rp2,9 triliun. Di Gunung Slamet, Baturaden, muncul pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal. Nilai investasinya mencapai Rp7,9 triliun.
Tak sendiri
Mardjoko tak bekerja sendiri. Dia mengajak rekannya, para bupati di sekitar Banyumas. Bupati Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, dan Kebumen, pun digandeng. Mereka diajak merintis operasional lapangan udara Wirasaba milik TNI Angkatan Udara. Lapangan itu disulap menjadi bandara komersial. Proses ini masih berjalan.
Mardjoko tak bekerja sendiri. Dia mengajak rekannya, para bupati di sekitar Banyumas. Bupati Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, dan Kebumen, pun digandeng. Mereka diajak merintis operasional lapangan udara Wirasaba milik TNI Angkatan Udara. Lapangan itu disulap menjadi bandara komersial. Proses ini masih berjalan.
Lapangan udara itu memang berada di Kabupaten Purbalingga. Namun, Mardjoko ingin lapangan udara itu berkembang. Prinsipnya, jika lapangan itu berkembang, maka daerah sekitarnya ikut tumbuh. Jika bandara dibuka, ekonomi berputar lebih cepat. Banyumas, kata Mardjoko, pasti ikut menikmati hasilnya.
Hasilnya kini mulai tampak. Pendapatan asli daerah (PAD) Banyumas, sebelum era Mardjoko, hanya Rp40 miliar per tahun. Setelah gebrakan Mardjoko, PAD Banyumas meroket jadi Rp200 miliar per tahun. Naik lima kali lipat. Selama menjabat, dia juga menyabet 132 penghargaan di berbagai bidang.
Laporan keuangan kabupaten dengan 27 kecamatan ini pun termasuk oke. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat “wajar tanpa pengecualian” untuk Banyumas, pada laporan 2009, 2010, dan 2011. Sebelumnya, Banyumas dapat stempel disklaimer dari badan pemeriksa itu.
Editor: M. Amin
Sumber :
Langganan:
Postingan (Atom)
Tentang DaVinaNews.com
Davinanews.com
Diterbitkan oleh Da Vina Group
Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan
Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan.
Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.
Pengunjung
Terpopuler
- Inilah Daftar Lokasi Gestun Seluruh Indonesia
- Sesepuh PKS: Inilah Gaya Hidup Munafik Elit PKS
- Tokoh Masyarakat Galang Koin Untuk KPK
- Mobil Listrik Nasional Hemat Energi Hingga Dua Kali Lipat
- Inilah Alasan Mengapa Warga DKI Harus Memilih Jokowi Versi @TrioMacan2000
- Kronologi Pemukulan Versi @Triomacan2000
- Survey Terakhir: Jokowi Unggul di Pilkada DKI
- Inilah 3 Ide Usaha Sederhana yang Nyaris Tanpa Modal
- Inilah Rahasia Agar Cepat Hamil
- Akibat Candai Ahok, Lelucon Nara Jadi Bahan Ledekan di Social Media