Lestarikan Budaya sambil Tertawa Bahagia
DALAM bahasa tutur di beberapa daerah, kakuati merupakan bentuk kejengkelan teramat sangat atas perilaku orang lain. Namun berbeda bila kata itu ditanyakan kepada mayoritas mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Bagi mereka, kakuati berarti menyenangkan, menghibur, penuh kehangatan, sehingga pantas dirindukan.
Di kampus tersebut, Kakuati Kr merupakan nama grup yang berisi anak-anak muda penuh kreativitas, cinta budaya, dan terpenting piss.., penuh persahabatan.
Kelompok musik ini mempunyai spesialisasi membawakan irama keroncong untuk menyanyikan berbagai genre musik popular dengan kocak.
Penampilan mereka membawakan lagu dengan lucu dapat dilihat melalui youtube, juga video yang diunggah di facebook. ‘’Musik populer modern kami hantam dengan keroncong, ditambah parodi, sehingga kekuatan kami tidak hanya musik saja,’’ tutur Kefas Satriya (25), vokalis Kakuati.
Dengan konsep seperti itu, Kakuati hidup di tengah para penikmat yang tidak berkesudahan dengan gelak tawa. Karena itu, lanjut Kefas, grupnya hanya mau pentas di tengah penonton yang benar-benar hendak menikmati penampilan Kakuati. Sebab interaksi dengan penonton yang membuat Kakuati hidup.
Bahkan seperti grup musik profesional, muncul banyak kelompok pecinta Kakuati, di antaranya dengan nama Kakuautis, Kakuaters, dan Kakuholic. ‘’Kadang saat tampil saya yang menilai mereka sebagai Kakuautis atau apa, bergantung pantasnya apa. Ternyata mereka kemudian mengikutinya. Haha...’’ tandasnya.
Langganan
Kakuati mempunyai tujuh orang personel, lima di antaranya adalah mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) UKSW, seorang petugas pengamanan FSP, dan satu musikus profesional.Selain Kefas, terdapat Adi Eldamar (22) bermain cak dan gitar. Kemudian Setyo Pujono (23) bass, perkusi, Arnold Gelegar (22) cuk, synthesizer, Dani Triasdi (23) gitar, banjo. Selanjutnya Muhson yang biasa dipanggil Pak, petugas pengamanan kampus berusia 45 tahun yang memainkan cello dan perkusi serta Warsita Adi (30), musisi yang kadang nongol di televisi bermain biola.
Meski selalu tampil dengan humor, mereka menolak disebut grup keroncong humor, dan memilih disebut keroncong progresif. Alasannya, bukan hanya humor namun dalam setiap pementasan Kakuati menggabungkan banyak elemen musik dan pertunjukan seperti, multimedia, looping, rock, blues, jazz, klasik, dan etnik. ‘’Dalam tiap penampilan, aspek kejutan dan interaksi dengan penonton menjadi senjata utama. Kami berusaha merangkum hal-hal tersebut di atas dengan berdasar pada satu misi mulia yaitu, melestarikan budaya, meski sambil tertawa,’’ tandas Kefas. (Wahyu Wijayanto, Moch Kundori-61)