Pemimpin Berkarakter Selalu Dirindukan
Pemimpin berkarakter akan selalu dirindukan.
Pernyataan ini kita ungkapkan untuk mengiringi selesainya Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Jepara, Minggu lalu. Pasangan Ahmad Marzuqi - Subroto, dalam penghitungan cepat, sementara memimpin perolehan suara sebagai calon pengganti duet Hendro Martojo - Ahmad Marzuqi yang akan segera mengakhiri masa jabatan. Boleh dikata, Hendro kini ”mengantar” penerusnya untuk memimpin Jepara periode 2012-2017.
Dan, tidak berlebihanlah kiranya jika kita memberi respeksi khusus bagi Hendro Martojo sebagai sosok bupati di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki katakter kepemimpinan kuat. Selama dua periode memimpin kabupaten ini, ia telah memerankan diri benar-benar sebagai ”Bapaknya Wong Jepara”. Dengan kesederhanaan performa, ia diterima oleh semua kalangan. Tentu, dengan kekurangan-kekurangan yang pasti melekat pada seseorang, Hendro termasuk sosok pemimpin yang langka.
Dengan mengangkat kepemimpinan Hendro, kita tidak dalam kepentingan apa pun untuk menokohkannya di luar proporsi. Yang ingin kita sampaikan, kepemimpinan dan kekuatan karakternya patut dijadikan ”bacaan” ketika dewasa ini kita makin merindukan kehadiran sosok pemimpin yang sekualitas itu. Kita aksentuasikan kata ”makin merindukan”, karena kehidupan politik dalam proses-proses demokrasi terbukti belum berhasil dijadikan persemaian produk pemimpin yang unggul.
Ada realitas yang memprihatinkan: begitu banyak kepala daerah di berbagai level, bupati/ wali kota hingga gubernur lebih sibuk dengan defensivitas membela diri dari keterjeratan skandal-skandal korupsi. Kita sangat jarang menemukan sosok pemimpin berkepribadian kuat, berkarakter, dengan ”keberadaan” yang benar-benar ”dirasakan” oleh rakyat. Faktor inilah yang tentu menjadi ”beban” bagi penerus Hendro Martojo, untuk mengatakannya sebagai tantangan tersendiri.
Pada masa lalu, di era Orde Baru, kita mengenal bupati-bupati atau wali kota legendaris. Nama dan jejak mereka masih sering disebut, karena diingat oleh generasi ke generasi tertentu. Karakter kepemimpinan dan ”kehadiran”-lah yang membuat mereka bukan sekadar pemimpin instan atau karbitan sebagai produk mekanisme yang bersifat prosedural. Memang para bupati itu dipilih dengan sistem ”paket dari atas”, namun mereka memiliki kekuatan kepemimpinan yang ”dirasakan”.
Idealnya, era demokrasi sekarang ini menghasilkan pemimpin-pemimpin pilihan rakyat yang terpercaya. Apakah karena karismanya, mumpuni dalam aktivitas kemasyarakatannya, dikenal luas karena matang pengalaman birokrasinya, punya cukup kekuatan jaringan, atau gabungan dari berbagai faktor tersebut. Di tengah dinamika itu, membentang ruang realitas ketika masyarakat merindukan sosok pemimpin yang telah membuktikan keterujian kapasitas dan kualitas ”kehadiran”-nya.
Penulis: Wahyudi