Koresponden Media Berserikat
Tumbuhnya media di Indonesia juga menambah jumlah pekerja di media. Termasuk di dalam pekerja media adalah mereka yang berstatus sebagai kontributor atau koresponden. Koresponden ini, baik dalam sebutan lain seperti stringer, kontributor dan sejenisnya, dianggap tak memberikan kejelasan status hubungan ketenagakerjaan.
Koresponden ini acapkali tak menerima hak-hak sebagai pekerja yang dilindungi UU Ketenagakerjaan, seperti upah layak, jaminan kesehatan, tunjangan melahirkan bagi pekerja perempuan dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Dalam relasi perusahaan media dengan koresponden, koresponden ditempatkan dalam posisi lemah. Perusahaan abai terhadap kesejahteraan koresponden, sekalipun kinerja, produktifitas dan kualitasnya bagus.
Dilandasi keprihatikan kondisi pekerja media yang berstatus sebagai koreponden, hari ini, Kamis (23/2) di Jakarta, puluhan koresponden Tempo mendeklarasikan Serikat Pekerja Koresponden Tempo (Sepak@t) Indonesia.
Deklarasi ini juga didukung oleh Federasi Serikat Pekerja Media (FSPM), wadah bernauhnya serikat pekerja atau perkumpulan karyawan media. "Sepak@t merupakan serikat pekerja kali pertama yang dibentuk di Indonesia yang menaungi koresponden yang tersebar mulai Aceh hingga Papua. Sepak@t dibentuk dari keprihatinan atas perlakuan diskriminatif yang dialami koresponden di tanah Air," kata Ketua Sepak@t Dini Mawuntyas.
Keberadaan wadah koresponden dan serikat pekerja pers secara umum, kata Dhini, bisa menjadi wadah meningkatkan kesejahteraan koresponden. Selain itu bagi perusahaan pers juga mendapatkan keuntungan karena koresponden akan bekerja secara maksimal, loyal, dan semakin memberikan kontribusi yang besar.
"Koresponden akan lebih termotivasi menghasilkan produk jurnalistik yang berkualitas," ujarnya.
Sepak@t dan FSPM menyerukan agar perusahaan media memberikan hak dan jaminan sosial terhadap koresponden seperti pekerja pada umumnya dengan tunduk dan patuh terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan 13/ 2003.
"Kita akan mendorong koresponden membentuk serikat pekerja di masing-masing perusahaan media untuk menjamin hak-hak pekerja. Kami juga akan mengkampanyekan pekerjaan koresponden adalah pekerjaan pokok dalam perusahaan media dengan menolak bentuk outsourching dalam hubungan tenaga kerja di perusahaan media," kata Abdul Manan, Ketua FSPM.
Di sisi lain, kata Manan, wartawan harus meningkatkan kapasitas, kompetensi dan patuh terhadap kode etik.