Yusril: KPK Harus Panggil SBY
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memeriksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sering disebut-sebut oleh Muhammad Nazaruddin, terdakwa kasus suap Wisma Atlet.
Menurut Yusril, yang juga mantan Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara itu, kalau ada nama-nama tertentu yang terungkap dalam persidangan dan terkait dengan pokok dakwaan, maka nama-nama tersebut harus diperiksa dan dikembangkan oleh penyidik.
Dalam konteks kasus korupsi yang melibatkan Nazaruddin, kata Yusril, maka orang-orang yang pernah bertemu dengan Nazaruddin dalam waktu berdekatan dengan terjadinya tindak pidana wajib diperiksa.
"Cukup alasan bagi KPK untuk memeriksa SBY karena yang bersangkutan bertemu dengan terdakwa sebelum melarikan diri. Kalau KPK tidak mau, maka penasehat hukum dapat mengambil inisiatif meminta kepada majelis hakim agar menghadirkan SBY sebagai saksi," kata Yusril di Jakarta, hari ini.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), kata Yusril, sudah memperjelas kewajiban penegak hukum untuk memanggil saksi itu.
Tahun lalu, MK memutuskan permohonan uji materil Pasal 1 angka 26 dan 27 jo Pasal 65, jo Pasal 116 ayat (3) dan (4), jo Pasal 184 ayat (1) KUHAP terhadap UUD 1945, yang diajukan Yusril.
Menurut MK, penyidik hukum tidak berwenang untuk menolak memanggil saksi menguntungkan yang diminta tersangka dan tidak dapat secara apriori menilai bahwa keterangan saksi yang diminta tersangka sebagai tidak relevan.
"Gunakan saja putusan itu sebagai dasar memanggil SBY ke persidangan," kata Yusril.
Yusril juga menyatakan KPK seharusnya menyidik dan memeriksa para saksi bukan hanya dalam kapasitas sebagai individu, tetapi juga dalam kapasitas sebagai pengurus Partai Demokrat (PD).
Gunanya adalah untuk mengungkap apakah tindak pidana yang dillakukan Nazaruddin adalah kejahatan individual ataukah kejahatan terorganisir dan terstruktur.
"Ini perlu untuk mengungkap apakah PD terlibat dalam kejahatan korporasi atau tidak," kata Yusril.
Dengan kasus Nazaruddin, apabila terbukti adanya aliran dana korupsi ke PD, memang bisa digunakan sebagai dasar menggugat partai itu dengan ancaman sanksi membayar denda Rp 100 milliar hingga pembubarannya.