OC Kaligis: Pencekalan Buka Ruang untuk Korupsi
"Nanti orang yang punya uang banyak, membayar polisi untuk mencekal seseorang agar tidak bisa ke luar negeri dengan alasan penyelidikan."
Pengacara kawakan Otto Cornelis Kaligis termasuk salah satu dari kalangan yang mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pemberlakuan pencekalan bila kasus masih dalam tahap penyelidikan.
Menurut Kaligis, pencekalan saat penyelidikan membuka ruang untuk korupsi.
"Nanti orang yang punya uang banyak, membayar polisi untuk mencekal seseorang agar tidak bisa ke luar negeri dengan alasan penyelidikan," Kaligis kepada Beritasatu.com, hari ini.
Kaligis mengatakan bahwa klien-kliennya pernah mengalami hal itu.
Dia juga menduga perlakuan seperti itu tidak tertutup kemungkinan terjadi juga di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ini berlaku general. Bisa saja di (KPK) juga seperti itu," kata Kaligis.
Kemarin (8/2), MK memutuskan proses pencegahan terhadap seseorang untuk bepergian keluar negeri baru boleh dilakukan setelah pada posisi penyidikan.
"Ini melanggar konstitusi, melanggar kebebasan. Baru penyelidikan, status masih saksi, kok sudah dicekal. Bagaimana kalau orang ini punya bisnis di luar negeri, dan jadi rugi karena dicekal?" kata Kaligis.
Menurutnya, ketentuan ini juga akan berlaku kepada proses penyelidikan di KPK, tidak hanya untuk kepolisian dan kejaksaan.
"Yang mencekal kan semuanya ke Imigrasi, mulai penyelidikan polisi, jaksa, sipil, termasuk KPK," tuturnya.
Tidak Berlaku untuk KPK
Sementara itu, Maryoto Sumadi, Kabag Humas Ditjen Imigrasi, mengatakan Putusan MK tentang pembatalan pasal tersebut tidak berlaku untuk KPK.
"KPK kan punya Undang-Undang sendiri yang mengatur permintaan pencekalan. Jadi ini dampaknya hanya kepada kepolisian dan kejaksaan saja," kata Maryoto.
Dalam putusannya, MK menyatakan pencekalan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum saat mereka sedang melakukan penyelidikan atas sebuah perkara pidana sebagai inkonstitusional.
Dalam sidang putusan uji materi terhadap Pasal 16 ayat 1 huruf (b) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, MK menyatakan pencegahan yang dilakukan oleh penegak hukum bagi seseorang untuk ke luar negeri sementara kasusnya masih dalam tahap penyelidikan bisa disalahgunakan untuk kepentingan di luar kepentingan penegakan hukum.
Pengujian ini diajukan oleh tujuh advokat yaitu Afrian Bondjol, Rachmawati, Rico Pandeirot, Yulius Irawansyah, Slamet Yuwono, Dewi Ekuwi Vina, dan Gusti Made Kartika.