Seperti Muhaimin, Ali Mudhori Serba Tidak Tahu
Saksi Ali Mudhori yang bersaksi di Pengadilan Tipikor untuk terdakwa Dadong Irbarelawan dalam perkara suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) di Kemenakertrans mengaku serba tidak tahu.
Baik saat dilontari pertanyaan tentang anggaran DPPID maupun uang Rp1,5 miliar yang berasal dari terdakwa Dharnawati. Padahal, Ali merupakan saksi kunci untuk menguak peran Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam kasus tersebut.
Posisi Ali itu dikaitkan lantaran dia sering sekali menyebut istilah Ketum dan Bos Besar dalam pembicaraannya dengan beberapa saksi dan terdakwa. Selain itu, sejumlah saksi lain juga menuturkan, Ali merupakan salah satu inisiator dari anggaran DPPID.
Ali bahkan disebut berperan aktif menghubungi pejabat di Kemenakertrans untuk mensosialisasikan DPPID.
"Saya tidak tahu DPPID. Hanya dua orang yang meminta bantuan untuk bertemu pejabat, yaitu Sindu Malik dan Iskandar Pasajo (Acos) ingin membantu meningkatkan anggaran transmigrasi," jawab Ali Mudhori, saat ditanya seputar proyek DPPID oleh Ketua Majelis Hakim Herdi Agustein di Pengadilan Tipikor, Jakarta, tadi malam.
Jawaban yang sama juga dilontarkan oleh Ali Mudhori ketika ditanya perihal penyerahan uang sebesar Rp1,5 miliar pada 25 Agustus 2011. Dia mengatakan tidak tahu perihal penyerahan uang tersebut.
"Saya tidak tahu (penyerahan uang). Hanya, informasinya dari Fauzi bahwa dia dipaksa untuk terima uang dari Nyoman dan Dadong," jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, Herdi Agustein langsung memperingatkan Ali untuk tidak menutup-nutupi sesuatu. Sebab, dalam rekaman pembicaraan hasil sadapan KPK, jelas banyak sekali pembicaraan antara dia dengan Fauzi yang membicarakan perihal penyerahan uang dari Dharnawati.
Namun, jawaban yang sama kembali dilontarkan Ali ketika ditanya perihal komitmen fee dan rencana penyerahan uang oleh Dharnawati yang mulanya kepada Fauzi.
Menurut Ali, dia tidak tahu perihal komitmen fee karena tidak dilibatkan lebih dalam oleh Sindu Malik dan Acos. Padahal, jelas ada pembicaraan seputar komitmen fee yang dilakukan Sindu.
Ali juga membantah turut mengatur teknik penyerahan uang dari Dharnawati. Padahal, banyak sekali rekaman pembicaraan pada 24 Agustus 2011 antara Ali dan Fauzi yang membicarakan perihal teknik penyerahan uang.
Bahkan, sampai muncul nama Kiki sebagai orang yang akan menggantikan Fauzi menerima uang dan juga peringatan seputar adanya wartawan yang sudah mencium praktek tersebut. Sehingga, memerintahkan Fauzi untuk memerintahkan Dadong menyimpan dulu uang Rp1,5 miliar dari Dharnawati.
Tetapi, Ali tetap mengatakan tidak tahu. Sebaliknya, dia mengatakan, semua pembicaraan berasal dari Fauzi dan dia tahu dari Sindu Malik.
Demikian juga, kata-kata ketum, pak menteri, dikatakan Sindu berasal dari Fauzi. Sedangkan, dia hanya mengikuti perkataan Fauzi dan tidak pernah berkomunikasi langsung dengn Muhaimin karena diakui susah.
"Susah sekali ketemu beliau (Muhaimin). Di telepon tidak diangkat, disms tidak balas," ujar Sindu.
Namun, Sindu mengakui bahwa istilah ketum yang sering diucapkannya memiliki dua makna. Makna pertama adalah Ketua Umum masyarakat nelayan, yaitu Tamsil Linrung. Makna kedua, karena Fauzi selalu menyebut nama menteri dan ketum, jadi saya ikuti pembicaraan Fauzi saja.
Di hadapan Majelis Hakim, Ali membuat sebuah cerita yang berawal dari permintaan Sindu Malik dan Acos yang mengatasnamakan Tamsil Linrung (Wakil Ketua Banggar DPR RI) untuk dikenalkan kepada orang dalam Kemenakertrans.
Lalu, beberapa kali, Ali mengaku memfasilitasi. Dengan mempertemukan keduanya dengan Dirjen P2MKT ketika itu Djoko Sidik Purnomo dan Sesditjen P2KT, I Nyoman Suisnaya.
Bahkan, Ali mengaku sempat ada pertemuan antara Djoko Sidik dan Tamsil Linrung di Hotel Crowne Plaza, Jakarta yang dihadiri oleh Acos dan Sindu Malik. Pertemuan itu membicarakan anggaran di Kemenakertrans dan DPPID.
Sedangkan, perihal uang, Ali mengaku hanya meminta jatah yang dijanjikan Sindu dan Acos atas fasilitasi yang selama ini dilakukan. Jumlah yang dijanjikan melebihi Rp15 juta.
Dia mengaku tidak tahu seputar Rp1,5 miliar uang komitmen fee DPPID. Sebab, yang dia tahu hanya menagih uang dari Sindu dan Acos.
Tetapi, fakta mengejutkan terjadi ketika JPU menanyakan kepemilikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa Dadong dan Nyoman. Pasalnya, ternyata Ali memiliki BAP para terdakwa kasus suap DPPID.
"Saya diberi saja," jawab Ali terbata-bata, ketika ditanya Ketua Tim JPU M Rum seputar kepemilikan BAP para terdakwa.
Ali mengaku diberi BAP itu oleh penasihat hukumnya untuk dibaca-baca. Tapi, dia mengaku lupa namanya. Kemudian, BAP itu dibaca dalam mobil karena tidak sempat untuk membacanya.
"Saya terima itu bukan dari Djufri. Saya lupa dari siapa," kata Ali, ketika ditanyakan apakah mendapat BAP tersebut dari Djufri sebab dalam BAP miliknya mengatakan demikian.
Oleh karena itu, JPU mencurigai Ali mempelajari BAP tersebut sebelum akhirnya bersaksi di pengadilan. Ali diketahui memiliki BAP para tersangka sebab dari hasil penggeledahan di mobilnya ditemukan BAP tersebut.