Antara Jokowi yang Mencuat dan Suara Taufik Kiemas yang Kian Meredup
Fenomena kemunculan Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI Jakarta cukup menarik perhatian sementara kalangan. Apalagi sebelumnya, nama Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, sempat membuat geger dengan melawan kemauan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, yang mau membangun mall di Solo. Jokowi pun berhasil merelokasi pedagang kaki lima (PKL) dengan damai, dan belakangan namanya terus berkibar seiring dengan produksi mobil esemka.
Di balik fenomena Jokowi tersebut, ada hal lain yang juga menarik. Yaitu di balik kemunculan nama Jokowi sebagai calon gubernur ini, semakin menguatkan ada faksionalisasi di tubuh PDI Perjuangan, yang merupakan partai asal Jokowi. Kedua, hal ini juga semakin menguatkan dugaan selama ini ada faksi di PDI Perjuangan yang terus mau merapat ke SBY.
***
Sudah menjadi rahasia umum, bila PDI Perjuangan terdiri dari dua faksi. Yaitu faksi Megawati Soekarnoputri, dan kedua faksi Taufik Kiemas. Kedua faksi ini, sering bertolakbelakang dalam beberapa hal, termasuk dalam Pilkada DKI Jakarta.
Ketika nama Jokowi mencuat untuk menjadi calon gubernur, Taufik Kiemas langsung menolak pencalonan Jokowi. Menurut Taufik Kiemas, Jokowi lebih baik merampungkan tugas di Solo sebagai walikota. Apalagi Jokowi juga dinilai belum "menguasai" kondisi Jakarta.
Langkah Taufik Kiemas bukan sekedar "menjegal" Jokowi sejak awal, melainkan juga langsung mengusulkan agar PDI Perjuangan mendukung calon incumbet Fauzi Bowo. Menurut Taufik, calon yang harus diusung oleh PDI Perjuangan adalah calon yang benar-benar menguasai persoalan di DKI Jakarta, dan itu orangnya adalah Fauzi Bowo.
Saat itu (Selasa, 13/3), Taufik Kiemas mengatakan, bahwa posisi PDI Perjuangan lebih baik mengusulkan Cawagub, apalagi kursi PDI Perjuangan di DPRD DKI cuma 11 kursi.
Siapa Cawagub tersebut? Ketika itu Taufik berkilah bahwa Cawagub dari PDI Perjuangan sangat banyak, dan dia segan bila diungkap ke publik sebab bisa ditegur oleh Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Politik, Puan Maharani. Nampaknya, ini hanya sekedar ungkapan "basa-basi" dari Taufik, sebab sejatinya Puan, selain anaknya, juga merupakan kader politiknya sekaligus.
Terbukti, besoknya (Rabu, 14/3), Taufik mulai blak-blakan. Dia mengajukan nama anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Adang Ruchiatna, sebagai sosok yang pantas untuk mendampingi Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo. Selain mengaku sudah berkomunikasi dengan Foke, Taufik memastikan bahwa Adang adalah orang handal, sudah lama menjadi warga Jakarta, dan seorang perwira TNI yang bisa melengkapi posisi Foke yang mewakili unsur sipil.
Gayung bersambut di sisi Foke yang merupakan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Tiga hari setelah Taufik Kiemas mengumumkan pasangan Foke-Adang (Sabtu, 17/3), Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga langsung mengumumkan bahwa Demokrat akan mengusung Foke-Adang. Anas, yang sebelumnya mengusung dan membelai nama Nahchrowi Ramli, juga memastikan bahwa duet Foke-Adang, sudah direstui oleh Ketua Dewan Pembina yang sekaligus Ketua Majelis Tinggi Demokrat, yaitu SBY.
Sulit ditutupi, bila memang ada hubungan antara langkah Taufik Kiemas dan sambutan Anas, yang katanya sudah direstui SBY. Dalam politik, terutama dalam urusan penting sekelas Pilkada DKI Jakarta, sangat sulit diterima bila ada dua pihak mengungkap hal sama, dan tidak ada "deal" atau minimal komunikasi sebelumnya. Namun belum jelas, apakah komunikasi ini antara SBY dan Taufik Kiemas, atau Anas dengan Taufik Kiemas, atau Anas dengan DPP PDI Perjuangan yang berada di faksi Taufik Kiemas.
Selama ini, Taufik memang disebut-sebut pihak yang selalu mau merapat pada SBY. Saat menyusun kabinet dan juga reshuffle kabinet, sempat beredar kabar bahwa PDI Perjuangan akan masuk kabinet. Nama Puan Maharani pun menjadi salah satu kader PDI Perjuangan yang mau dimasukkan dalam kabinet.
Selain soal kabinet, Taufik juga berbeda sikap dengan kader PDI Perjuangan yang selama ini dinilai loyal dan menjadi penyambung lidah Megawati Soekanoputri di Senayan. Sebut saja soal kasus Century. Saat hampir seluruh anggota Fraksi PDI Perjuangan mengajukan hak angket Century, dengan alasan karena posisi sudah di MPR, Taufik bukan termasuk yang menandatangani angket tersebut. Bahkan dia mengusulkan, agar sebelum angket bergulir, lebih baik semua pihak menunggu hasil laporan Badan Pemerika Keuangan (BPK).
Begitu juga soal bahan bakar minyak (BBM). Sikap Taufik Kiemas tidak "segalak" kader Banteng Moncong Putih lainnya. Taufik hanya memastikan bahwa menaikkan harga BBM atau tidak, keduanya sangat beresiko. Sikap ambigu Taufik ini, sekali lagi dengan menggunakan alasan sebagai pimpinan MPR.
Kembali ke persoalan internal PDI Perjuangan soal Pilkada. Langkah Taufik Kiemas mengusulkan Foke-Adang menuai pro dan kontra dari internal PDI Perjuangan. Sementara politisi PDI Perjuangan mendukung langkah Taufik ini, dan atau minimal bisa menghormati atau memahami usulan ini. Salah satunya adalah Sekjen DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo. Selain menghormati usulan Taufik, Tjahjo juga mengakui bila nama Adang masuk dalam bursa untuk menjadi Cawagub.
Namun, tidak sedikit juga ada pihak-pihak yang menolak usulan Taufik ini. Salah satu penolakan yang keras dilontarkan oleh kader PDI Perjuangan di Jakarta.
Ketua Departemen Komunikasi Politik DPD PDIP DKI Jakarta, Marihot Napitupulu menyesalkan omongan Taufik ini. Bahkan, kata Marihot, omongan Taufik ini bisa merusak proses pengkaderan yang sudah susah payah dibangun di DKI Jakarta. Bagaimana tidak, selain tercatat sebagai anggota Dewan Pembina Demokrat, Fauzi Bowo juga sudah benar-benar gagal memimpin di mata kader dan simpatisan PDI Perjuangan di Jakarta.
Omongan Marihot ini senada dengan analisa dari Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan. Kata Syahganda, selama ini, PDI Perjuangan sudah menjadi simbol partai oposisi. Bila tiba-tiba PDI Perjuangan mendukung anggota Dewan Pembina Demokrat, maka dunia akan menilai sinis lagi terhadap PDI Perjuangan ini. Tentu saja, bila ini terjadi, proses pengkaderan juga bisa luluh lantak.
Pihak-pihak yang menolak usulan Taufik ini, disebut-sebut tidak hanya melontarkan protes melalui omongan, tapi juga terus bergerilya bersama faksi Megawati Soekarnoputi lainnya.
Akhirnya, pertentangan dua faksi ini pun sudah diketahui hasilnya oleh publik. Pencalonan DKI Jakarta ini sudah usai, dan nama yang muncul dari PDI Perjuangan akhirnya adalah Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama, atau yang dikenal dengan Ahok.
Dari fenomena ini, gurubesar ilmu politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah, menyimpulkan bahwa kekuatan dan faksi Taufik Kiemas kian meredup dan semakin tidak ada apa-apanya dibanding dengan kekuatan dan wibawa Megawati Soekarnoputri. Posisi Taufik Kiemas di PDI Perjuangan hanya sejajar dengan posisi fungsionaris DPP lainnya. Bila bicara sikap PDI Perjuangan, tanyakanlah kepada Megawati Soekarnoputri, dan tidak perlu mendengar omongan Taufik Kiemas. Termasuk juga soal Pilpres 2014.
RMOL