Haram, Pelibatan TNI dalam Demo BBM
Pelibatan tentara nasional Indonesia (TNI) dalam mengamankan demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai sebagai pelanggaran Undang-undang dan ancaman terhadap demokrasi.
Haris Azhar, Koordinator Kontras, mengatakan UU tentang TNI (UU Nomor 34 Tahun 2004) secara jelas menyatakan pengerahan TNI harus dilakukan dengan keputusan politik yang harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keputusan politik itu belum pernah dilaksanakan sampai sekarang.
"Pelibatan TNI di demonstrasi BBM adalah haram! Ilegal! Ini mengancam demokrasi," kata Haris, di Jakarta, Kamis (21/3) malam.
DPR Harus Protes Politik
Dari sisi isu, kata Haris, pemerintah juga salah ketika menggunakan pendekatan keamanan dan kekerasan, padahal kebijakan soal BBM ini terkait kebijakan publik.
Respons pemerintah seharusnya dilakukan lewat cara-cara sosialisasi kebijakan, maupun perumusan kebijakan baru, yang menghitung implilkasi masalah terhadap masyarakat.
Haris juga menegaskan pemerintah tidak bisa asal bicara dengan menyatakan keterlibatan TNI sah, asal diminta oleh kepolisian, sebagai pemegang otoritas keamanan dalam negeri.
"Kerangka kesepakatan TNI dan Polri demikian juga tidak ada acuannya. Acuan demikian hanya sebatas antar dua institusi tersebut. Hal seperti itu tidak sah dan tidak dibenarkan. Seharusnya ada kontrol sipil," kata Haris.
Kemarin, Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan pelibatan TNI dalam pengamanan demontrasi BBM karena permintaan polisi.
Kontras mendesak DPR agar segera mengeluarkan protes politik atas tindakan pemerintah melibatkan tentara dalam pengamanan demonstrasi.
"Setidaknya DPR membuat keputusan segera untuk memperingatkan TNI, agar tidak melibatkan diri dalam penanganan aksi demonstrasi kenaikan harga BBM," kata Haris.
Tak Perlu Diterjunkan Langsung
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemarin (22/3), melalui Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, mengatakan TNI tak perlu dilibatkan menangani demonstrasi yang menolak kenaikan harga BBM.
"Protes kenaikan harga BBM persuasif saja. Lazimnya Polri yang terdepan, tak perlu mengeluarkan alat pertahanan inti seperti TNI. Jangan sampai TNI kita terdepan ada di jalan-jalan protokol," kata Priyo.
Demonstrasi anti kenaikan BBM, dinilai DPR, masih terukur, meskipun jumlah pendemo hingga ribuan orang.
"Saya tidak menyarankan itu (TNI turun). hanya back up di luar garis," kata Priyo.
Untuk mengantisipasi kerusuhan TNI memang perlu membantu polisi, namun, kata Priyo, sebaiknya tak perlu diterjunkan secara langsung ke lapangan.
OMSP
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tubagus Hasanuddin, menilai pengerahan TNI menghadapi demonstran yang menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) melanggar Undang-Undang (UU) TNI Nomor 34 tahun 2004.
Menurut UU tersebut, untuk tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP), presiden harus mendapatkan persetujuan DPR.
"Keputusan politik negara pada dasarnya merupakan permintaan presiden untuk mendapatkan persetujuan dari DPR dalam mengerahkan TNI untuk OMSP. Bentuknya dapat berupa rapat dengar pendapat," kata Hasanuddin, melalui pesan Blackberry, kepada Beritasatu.com.
Pengerahan TNI disebut melanggar pasal 7 ayat 2 UU TNI.
"Dan sampai saat ini presiden SBY dan DPR belum pernah membuat keputusan politik untuk masalah ini," kata Hasanuddin.