Hendardji Soepandji Janjikan Subway untuk Warga Jakarta
Jakarta-Calon Gubernur DKI Jakarta jalur independen, Hendardji Soepandji, menjanjikan kereta api yang berjalan di bawah permukaan tanah (subway) untuk warga DKI Jakarta bila dia kelak menduduki kursi DKI 1. Tujuannya, agar ruang terbuka hijau di Jakarta tidak terganggu dan dapat terus ditingkatkan.
“Saya akan mengembangkan subway berbasiskan kereta api. Ruang terbuka hijau dan taman kota harus ditingkatkan,” kata Hendardji seperti yang ditulis dalam siaran pers yang diterima detikcom, Sabtu (24/3/2012).
Menurut Hendardji, pembangunan transportasi jangan sampai mengganggu kehijauan yang sudah terhitung minim di Jakarta. Untuk itu, transportasi bawah menjadi solusi yang tepat.
"Pergerakan harus di bawah tanah. Kehidupan harus di atas," ujar Hendardji.
Lantas mengapa bukan jalan layang? Sebab, tutur Hendardji, jalan layang malah mengurangi ruang terbuka hijau yang tinggal tak sampai 10 persen di Jakarta.
“Kalau jalan layang, maka ruang terbuka hijau yang tadinya 9,7 persen bisa jadi tinggal hanya 7 persen. Padahal, perintah UU ruang terbuka hijau di setiap kota harus 20%," ungkap Hendardji.
Perihal subway itu disampaikan Hendardji terkait mega proyek Mass Rapid Transport (MRT) yang sedang digadang-gadang pemerintahan Gubernur DKI, Fauzi Bowo.
Dalam dialog dengan calon Gubernur independen beberapa waktu lalu, Hendardji sempat mendengar keluhan masyarakat terkait proyek tersebut. Di situ, MRT yang akan direalisasikan pada Bulan Juni mendatang itu masih menyisakan banyak masalah dan membawa dampak buruk bagi warga di sepanjang jalan Jalan Sisingamangaraja, Panglima Polim, dan Rumah Sakit Fatmawati pada khususnya, dan bagi warga DKI Jakarta pada umumnya.
“Ini ambisi pribadinya Foke (sapaan Fauzi Bowo), yang dipaksakan dibangun tanpa memperhatikan dampak yang muncul dari proyek tersebut,” kata seorang warga, Maheis, seperti yang tertulis di rilis yang sama.
Menurut Maheis, sosialisasi pembangunan proyek transportasi yang menelan biaya sampai Rp 15 triliun itu sangat minim.
Selanjutnya Maheis menjelaskan bahwa sosialisasi pembangunan MRT juga sangat minim. Dialognya juga satu arah. Pihak Walikota Jaksel bertemu dengan warga hanya untuk beritahu bahwa akan ada pembangunan MRT di jalur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Selain dialog yang sangat minim, warga juga mengeluhkan proses pembebasan lahan yang syarat dengan manipulasi sertifikat tanah. Maheis mengambil conoth sertifikat tanah atas nama istrinya, tetapi dalam catatan pihak walikota Jaksel, sertifikat tanah atas nama Kasim, yang nota bene adalah mantan karyawannya sendiiri yang sudah berhenti bekerja beberapa tahun yang lalu.
Manipulasi sertifikat tanah ini diduga juga dialami oleh banyak pihak yang lain, dan bukan tidak mungkin banyak sertifikat bodong. Bisa juga kemungkinan terjadi sertifikat-sertifikat bodong di mana uang 800 miliar untuk pembebasan lahan itu bisa dilihat, uang yang masuk ke warga berapa, dan berapa yang masuk ke kantong pemerintah.
“Kalau satu saja sertifikat yang salah, bisa saja ada sertifikat yang lain yang salah. Anggaran 800 miliar mungkin saja terkait dengan sertifikat-sertifikat bodong. Pembebasan lahan di Jaksel berkaitan dengan uang 800 miliar,”tegasnya.
Penulis: Anes Saputra