Kekalahan Terburuk Dalam Sejarah PersepakBolaan Indonesia
Sumber: Google.co.id |
Peristiwa bersejarah dalam persepakbolaan Indonesia terjadi di Manama, Bahrain. Sebuah rekor tercipta. Sayang, rekor tersebut sama sekali tidak membanggakan.
Kekalahan 0-10 dari Bahrain di ajang kualifikasi Piala Dunia itu merupakan kekalahan terburuk dalam sejarah. Publik kecewa, malu, bahkan meradang.
"Inilah hasilnya kalau pengurus ribut terus. Seharusnya, semua mendahulukan kepentingan sepak bola nasional," kata Menpora Andi Mallarangeng.
Ya, inilah titik terendah yang dialami sepak bola Indonesia. Keterpurukan yang tidak lepas dari kekisruhan dalam tubuh PSSI yang tidak kunjung usai. Kisruh yang membuat sepak bola Indonesia terus merusak diri sendiri. Sepak bola menjadi arena pertarungan gengsi, kekuasaan, dan pengaruh dua kubu.
Sejarah sudah memberi pelajaran, perang saudara hanya akan membawa kehancuran. Inilah yang saat ini menimpa sepak bola Indonesia. Dua gajah bertarung, pelanduk mati di tengah-tengah. Pelanduk yang bernama prestasi, suporter, dan pemain.
"Manajemen sepak bola kita harus lebih baik, diatur dengan lebih baik dan segera akur lagi," kata Hatta Rajasa, Menko Perekonomian.
Hatta Rajasa bukan satu-satunya yang kecewa. Dan, bukan rahasia lagi, apa yang terjadi merupakan buah dari kekisruhan di tubuh PSSI. Kisruh yang timbul karena ego segelintir orang. Kisruh yang berbuntut adanya dualisme kompetisi yang berimbas pada pelarangan beberapa pemain yang tampil di kompetisi ISL. Pemain yang selama ini menjadi pilar Tim Garuda.
"Itu bukan keputusan PSSI. Itu arahan FIFA seperti yang tercantum dalam surat pada 21 Desember," kata Djohar Arifin.
Kondisi semakin ruwet setelah komentar Djohar di atas pesawat Emirates yang kembali dari Bahrain menuju Jakarta dimuat pada salah satu portal berita.
“Kita tidak bisa lagi mengharapkan pemain-pemain senior. Mereka semua mafia karena sudah terkontaminasi dengan cara-cara dan ulah pengurus PSSI lama, yang suka seenaknya sendiri mengatur pertandingan,” ujar Djohar yang mengecam para pemain senior.
Hasilnya para pemain langsung meradang setelah membaca berita tersebut.
"Maksud mafia ini apa?" Lha pemain salahe opo? Kok dicap mafia," kecam mantan kiper nasional Hendro Kartiko di akun Twitternya @Hendro34Kartiko.
Menurut bek Zulkifli Syukur amat tak pantas bagi Ketum PSSI menuduh para pemain tanpa adanya bukti. "Djohar adalah seorang profesor. Ia sudah seharusnya lebih mengerti," ujar Zulkifli.
Djohar dengan segera membantah pernyataan kontroversial tersebut.
"Tim hukum saya sedang mempelajari masalah ini sebelum menentukan langkah kami selanjutnya. Ini adalah fitnah," bantah Djohar.
Seperti halnya Ketum PSSI sebelumnya Nurdin Halid, Djohar juga mengelak bertanggung jawab atas buruknya performa timnas dan menolak untuk mundur.
"Saya mengakui ini adalah kekalahan yang memalukan, tapi ini bukanlah kesalahan kami," tegas Djohar.
Lebih lanjut Djohar juga meminta FIFA untuk menyelidiki performa wasit asal Lebanon Andre El Haddad yang memimpin pertandingan.
"Ada begitu banyak keputusan aneh dari wasit, sehingga hal itu sudah semestinya diselidiki," kata Djohar.