KONI Ancam Ambil Alih Kepengurusan PSSI
Konflik yang masih berlangsung antara PSSI dan KPSI, akhirnya memaksa KONI mengeluarkan ancaman untuk mengambil alih kepengurusan sepak bola Indonesia. Hal itu akan dilakukan, jika lima poin awal dari sembilan (9) poin yang tercantum dalam Keputusan KONI Nomor 26 Tahun 2012 tertanggal 15 Maret 2012 terkait penyelesaian permasalahan internal PSSI, tidak dapat terselesaikan.
Poin pertama keputusan itu menyatakan, Kongres Luar Biasa (KLB) bukan satu-satunya cara menyelesaikan konflik PSSI. Dalam hal ini, KONI berharap konflik bisa diselesaikan bersama oleh PSSI dan KPSI, dengan menjunjung tinggi prinsip dasar olahraga.
"Yaitu, fairness dan respect. Sepatutnya penyelesaian persoalan tidak melalui KLB, karena belajar dari pengalaman dua kali KLB sebelumnya, KLB bukan satu-satunya cara penyelesaian," ujar Ketua Umum KONI, Tono Suratman, usai pertemuan dengan PSSI dan KPSI di kantornya, Kamis (15/3).
KONI, ujar Tono lagi, merekomendasikan kepada PSSI dan KPSI untuk terus-menerus melakukan rekonsiliasi penyelesaian permasalahan yang terjadi sesuai Statuta PSSI dan regulasi sepak bola lainnya. "KONI sebagai induk organisasi olahraga nasional akan terus melakukan supervisi," kata Tono.
Sementara, poin kedua keputusan itu menyebutkan, jika KLB dapat dihindari, maka PSSI dan KPSI bersama-sama melaksanakan kongres biasa sesuai amanah Statuta PSSI, dengan merujuk pada Keputusan Kongres PSSI tanggal 19 Januari 2011 di Bali dan Kongres PSSI tanggal 9 Juli 2011 di Solo.
Selanjutnya, jika PSSI dan KPSI bersama-sama melaksanakan KLB yang menjadi hak konstitusional kedaulatan anggota, maka sepatutnya agenda KLB hanya terbatas pada perubahan Statuta PSSI. Hal ini tercantum dalam poin ketiga keputusan tersebut.
Lantas, di poin keempat disebutkan, jika PSSI dan KPSI tetap pada pendirian masing-masing, maka KONI mempersilakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut melalui Badan Arbitrase Olahraga Republik Indonesia (BAORI).
KONI, kata Tono lagi, juga siap menyelenggarakan KLB yang agendanya terlebih dahulu (adalah) mengubah Statuta PSSI, dan kemudian memilih ketua umum. "Ini atas dasar mandat/persetujuan (dari) PSSI dan KPSI," ujar Tono membacakan poin kelima.
Jika poin pertama hingga kelima dari keputusan itu tidak dapat diselesaikan, lanjut Tono, maka KONI akan mengambil alih sementara kepengurusan sepak bola Indonesia. "Karena sebagai induk organisasi olahraga, KONI bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pembinaan organisasi dan prestasi olahraga di Indonesia," ujar Tono pula.
Dalam keputusan tersebut, KONI juga menyatakan pendapatnya bahwa kompetisi IPL dan ISL adalah sah dan diakui oleh hukum, dan mempersilakan keduanya untuk tetap berjalan. Alasannya, karena kedua kompetisi itu mempunyai semangat yang sama untuk memajukan sepakbola nasional. Alasan lainnya, kompetisi tetap harus dilaksanakan karena terkait dengan kontrak pihak ketiga.
"Kemudian dalam kurun waktu paling lama tiga tahun, harus dilakukan rekonsiliasi, setelah lebih dahulu mengkaji serta menemukan kompetisi yang tepat dan menuntaskannya dengan melakukan revisi atas Statuta PSSI," tegas Tono.
Di poin terakhir keputusan tersebut, Tono menyebutkan bahwa pembentukan tim nasional harus dilakukan tanpa diskriminasi dan memakai pemain terbaik. "Baik (itu) dari IPL, ISL, dan klub lainnya," ujar Tono.
Dalam pertemuan tersebut, PSSI sendiri diwakili oleh Staf Khusus Sekretaris Jenderal, Rudolf Yesayas, serta Wakil Sekretaris Jenderal, Hadiyandra. Sementara dari pihak LPIS diwakili oleh Head of Media Communication, Abi Hasantoso, serta Head of External Relation, Farid Mubarok.
Tak hanya LPIS, PT Liga Indonesia (LI) juga hadir, yang diwakili oleh CEO Joko Driyono dan Corporate Secretary Tigoshalom Boboy. Sedangkan dari pihak KPSI, Ketua KPSI Tonny Aprilani memimpin tim yang juga turut dihadiri oleh tiga anggotanya, yaitu Benny Dollo, Lanyalla Mattalitti, serta Hardi Hasan.