Opsi Penaikan Harga BBM yang Menang
Rapat Paripurna Sabtu (31/3) dini hari akhirnya memutuskan untuk memberikan keleluasan kepada pemerintah dalam menetapkan harga BBM bersubsidi terkait gejolak harga minyak dunia.
Keleluasaan tersebut diberikan melalui tambahan ayat dalam APBNP 2012, yakni pasal 7 ayat 6A.
Ketua DPR Marzuki Alie menuturkan, pengambilan keputusan dilakukan melalui pengambilan suara dengan mengajukan dua opsi terkait tambahan ayat, yakni pasal 7 ayat 6A.
Pada opsi pertama, menurut Marzuki, pasal 7 ayat 6 A tetap yang berbunyi harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Sedangkan opsi kedua, yakni pasal 7 ayat 6 tetap yang berbunyi harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.
Namun, dengan tambahan ayat baru, yakni pasal 7 ayat 6A yang berbunyi:
harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan, kecuali dalam harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) dalam waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan sebesar 15% dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBP-P TA 2012.
"Pemerintah berhak untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung."
Dengan demikian, pemerintah berhak menaikkan harga BBM bersubsidi jika harga rata ICP selama enam bulan sudah mencapai diatas 15% dari harga asumsi ICP pada APBNP 2012 sebesar US$105 atau diatas US$120,75.
Dalam voting tersebut, enam fraksi pendukung opsi kedua, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Bangsa (PKB), Partai Golkar. Sedangkan empat Fraksi mendukung opsi pertama, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Hanura.
Namun akhirnya partai Hanura yang memiliki 17 kursi walk out dari sidang. Demikian pula dengan PDIP yang memiliki 96 kursi walk out dari sidang.
Dari voting tersebut, opsi kedua disetujui dengan jumlah suara sebanyak 356 suara. Opsi pertama hanya disetujui oleh 82 suara yang didukung PKS dan Gerindra.
Fraksi PDIP dan Hanura sebelumnya melakukan walk out karena menilai rapat paripurna tidak lagi memiliki legalitas.
PDIP merasa, usulan dari ketua fraksi mereka Puan Maharani tidak digubris oleh pimpinan sidang. Di samping itu, pengambilan keputusan lewat voting terkait pasal UU tanpa melalui Badan Legislasi dinilai melanggar Tata Tertib Persidangan DPR.
"Forum ini sudah tak punya legitimasi, dengan permohonan maaf kami PDIP meninggalkan ruangan ini," kata Bambang Wuryanto, Sekretaris Fraksi PDIP Demokrat.
Sementara Wakil Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan fraksinya tetap mengikuti voting.
"Fraksi Gerindra dengan keyakinan tegus tetap pada perjuangan detik terakhir meski kami harus lakukan hanya dengan 24 anggota," kata dia.
Saat pengambilan keputusan, puluhan mahasiswa BEM Universitas Indonesia sempat ricuh dengan satuan pengamanan dalam (pamdal) DPR yang diperintahkan keluar oleh Marzuki Alie.
"Tolong itu pandal agar mengeluarkan fraksi balkon," ujar Marzuki Alie yang sejak awal berkali-kali diinterupsi anggota dewan.
Rapat Paripurna kali berlangsung alot karena sejak awal sudah ditunda hingga empat jam. Sempat diskors sekitar pukul 16.00 WIB lantas dibuka lagi pada sekitar pukul 21.00 WIB. Lobi antafraksi terus dilakukan untuk mencari formula dan titik temu.
PKS dari awal sempat memilih opsi kedua belakangan mengambil sikap kembali ke opsi pertama.
"Partai koalisi tidak tegas, seharusnya kalau menolak ya menolak saja, tidak perlu ada pasal siluman. Kalau begini caranya sekarang diputuskan tidak naik, kalau besok minyak dunia naik, pemerintah leluasa menaikannya," kata anggota Fraksi PDIP Rieke Dyah Pitaloka.
Melalui persetujuan penambahan ayat 6A, ini, kata dia, DPR akan menyerahkan kuasa penaikan harga BBM kepada pemerintah.
Tekanan dari ribuan massa mahasiswa, buruh, dan pemuda di luar gedung DPR tidak membuat konstelasi di fraksi-fraksi berubah. Mayoritas tetap mendukung penaikan harga BBM.
Sejumlah anggota F-PDIP sempat nyaris baku hantam dengan anggota dewan lainnya saat menyambangi podium pimpinan DPR.
Voting dilakukan hingga 01.00 WIB yang sebetulnya melewati tenggat pembahasan RUU APBN 2012 pada 30 Maret 2012, meski kemudian dibantah Marzuki Alie dengan meminta Ketua Komisi III DPR Benny Harman membacakan tata tertib bahwa pembahasan di Banggar dimulai 6 Maret 2012 maka pembahasan paling lambat 6 April 2012.
Koalisi pura-pura
Rapat paripurna DPR untuk pembahasan RUU APBN-P 2012 yang di dalamnya terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak hanya menjadi panggung politik partai koalisi untuk berpura-pura menolak penaikan harga BBM.
"Jadi sejak kemarin kami tahu, Golkar akan gunakan pasal 7 ayat 6a sebagai alat tawar-menawar. Mereka memandang belum perlu saat ini menaikkan, itu kan artinya minggu depan tidak apa-apa," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno seusai sidang paripurna, di Gedung DPR, Jakarta, Sabtu (31/3) dinihari.
Sikap Golkar itu juga diikuti oleh anggota koalisi pemerintah lainnya, termasuk PAN, PPP, dan PKB. Uniknya, semuanya kompak membuat pernyataan menolak penaikan harga BBM.
Padahal, menurut Hendrawan, jika benar-benar menolak penaikan harga BBM, maka harus konsisten pasal 7 ayat 6A dihapus.
Ayat 6A menjadi dasar memberikan kewenangan bagi pemerintah menaikkan harga BBM apabila harga minyak dunia naik.
"Kalau pilihan mereka begitu, ya sama saja artinya setuju penaikan harga BBM," tandasnya.
Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Saleh Husin, menyatakan pihaknya menyatakan pilihan yang diambil oleh koalisi pemerintah adalah pembodohan rakyat.
"Karena substansinya mendukung kenaikan harga BBM tetapi dengan argumentasi berbelit yang seolah menolak," tutur Saleh