SBY Mengaku Sudah Tiga Kali Mengintervensi PSSI
Meski menyebut bahwa pemerintah tidak mau turut campur di tengah kemelut organisasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku sudah tiga kali melakukan intervensi, dengan alasan menyelamatkan sepak bola dalam negeri.
Dalam sesi keterangan pers yang sengaja digelar, di Kantor Presiden, di Jakarta, siang ini, SBY mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh melakukan intervensi terhadap PSSI, sebagai organisasi yang mengikuti statuta Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Menurutnya, akan ada sanksi organisasi, dan aktivitas sepak bola suatu negara bisa dibekukan, jika pemerintah ikut campur.
Namun begitu, SBY mengaku dirinya sebenarnya sudah tiga kali ikut campur dalam persoalan sepak bola tanah air. Pertama adalah saat dirinya mendorong dilaksanakannya Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang, Jawa Timur, dan ketidaksetujuannya terhadap suara-suara yang mendukung penurunan Ketua Umum PSSI saat itu, Nurdin Halid.
"Kalau topiknya kongres sepak bola, mari kita bicara bagaimana memajukan sepakbola di negeri kita. Saya tolak ide atau gerakan yang ingin menjatuhkan Saudara Nurdin Halid," ungkap SBY dalam keterangan persnya tersebut.
Lalu, intervensinya yang kedua, menurut SBY, adalah ketika dalam sebuah pertandingan tim nasional (timnas) di Jakarta, PSSI berniat menaikkan harga tiket dengan memanfaatkan antusiasme ratusan ribu penonton yang ingin menyaksikan secara langsung. "Saya katakan (waktu itu), jangan begitu dong. Rakyat sedang semangat-semangatnya, (kok) justru dinaikkan," kata SBY.
Kemudian intervensinya yang ketiga, masih menurut SBY, yaitu saat ada perselisihan dan deadlock di antara pengurus PSSI yang sampai mendapatkan sanksi dari FIFA. SBY pun mengatakan bahwa dirinya lantas mengundang Ketua Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI), Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), untuk memberikan pendekatan yang baik kepada FIFA.
"Jika sampai dilarang atau dibekukan, yang marah dan sedih rakyat kita. Tolonglah dilakukan pendekatan yang baik. Alhamdulillah, kita tidak jadi dapat sanksi dari FIFA," tuturnya pula.
SBY pun bercerita, bahwa di dalam mengatasi persoalan internal dan juga permasalahan sepak bola yang banyak menuai kritik, dirinya berpesan kepada PSSI untuk mendengarkan suara rakyat. Menurutnya, tidak baik jika PSSI sibuk bertengkar di antara pengurus, sehingga melukai hati rakyat dan juga mengabaikan tugas mengurusi persepakbolaan nasional.
"Carikan solusinya dengan baik, sehingga semangat yang begitu tinggi dari rakyat kita, tidak justru dihadiahi dengan konflik dan perselisihan yang tidak habis-habis," ujarnya.
Terkait kekalahan telak Indonesia dari Bahrain 0-10 pada laga terakhir putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia (PD) 2014 pekan lalu, menurut SBY sebaiknya segala penyelidikan diserahkan kepada FIFA sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sepak bola dunia. Kekalahan ini, menurutnya juga, harus dijadikan momen oleh PSSI dan tim nasional untuk melakukan introspeksi, guna selanjutnya bisa memperbaiki diri.
SBY pun mengatakan, sebenarnya prestasi timnas Garuda tidak selamanya buruk. Ia pun memuji tim Garuda Muda U-21 yang dinilai tampil cemerlang saat bertanding di Brunei Darussalam. Selain itu, penampilan gemilang timnas U-23 di SEA Games, yang mendapatkan medali perak, menurutnya juga patut diperhitungkan.
"Betapa bangganya dan senangnya rakyat kita semua. Sepak bola kita sebenarnya memiliki potensi dan memiliki peluang yang besar untuk bangkit di forum Asia," ujarnya.
Oleh karena itu, SBY pun menegaskan bahwa dirinya mendorong PSSI untuk mengutamakan kepentingan rakyat dalam mengatasi konflik di kancah persepakbolaan nasional. PSSI diminta untuk menjalankan Statuta FIFA dengan baik, karena menurut SBY lagi, pemerintah tidak harus selalu ikut campur tangan dalam urusan sepak bola.