Demi Penggalangan Dana Amal Rp 1 M, Scott Thompson Siap Berlari Jakarta-Bali
Momen penting itu akhirnya segera tiba bagi Scott Thompson. Pria Skotlandia kelahiran 45 tahun lalu itu akan segera memenuhi janjinya untuk berlari dari Bali ke Jakarta, dengan harapan mampu mengumpulkan sumbangan sebesar Rp 1 miliar yang akan disalurkan bagi dua yayasan untuk anak-anak bermasalah.
Kedua yayasan tersebut adalah Mary's Cancer Kiddies yang membantu anak-anak kurang mampu penderita kanker untuk mendapatkan perawatan, serta Yayasan Cinta Anak Bangsa yang fokus dalam membantu pendidikan di kalangan anak-anak kurang mampu. Di kegiatan ini, Thompson, mantan pemain rugby profesional, akan menempuh jarak sejauh 1.239 kilometer dari Bali ke Jakarta lewat jalur utara Pulau Jawa, dalam waktu 25 hari.
Ini artinya dia akan berlari sekitar 50 km setiap harinya, dimulai pada Sabtu akhir pekan ini, dan dijadwalkan tiba kembali di Jakarta tanggal 1 April. Bagi Thompson, ini adalah kali kedua dirinya melakukan penggalangan dana untuk amal dengan berlari. Sebelumnya, dia berlari melintasi Gurun Sahara lewat tajuk "Sahara Race", demi mengumpulkan Rp 350 juta untuk disalurkan ke Mary's Cancer Kiddies.
Untuk mega-marathon keduanya kali ini, Thompson telah mendapat beberapa sponsor yang siap membantunya. Dirinya pun mengaku antusias menghadapinya. "Saya rasa ini akan menjadi tantangan bagi saya, untuk menyelesaikannya. Dan (semoga) orang-orang akan menghargainya," ujar Thompson yang mengaku akan menghabiskan masa cutinya tahun ini dengan berlari.
Menurut Thompson, momen lari Bali-Jakarta kali ini akan berbeda dengan Sahara Race. "Sahara itu berbeda, iklimnya berbeda, kondisi (kegiatan) larinya berbeda. (Di sana) Saya harus membawa serta perlengkapan saya, air minum, semuanya saya bawa sendiri. Sekarang, saya punya tim pendukung. Saya juga akan menginap di beberapa losmen," ujarnya.
"Itu jaraknya memang (hanya) 250 km (di Sahara), tapi saya berlari di bawah terik matahari. Yang terberat adalah berlari di aspal. Saya (juga) akan berlari lima kali (lebih jauh) daripada yang saya lakukan di Sahara. Dukungannya (memang) akan lebih kuat, tapi kegiatan larinya akan memberi dampak pada fisik saya. Ini akan sama sekali berbeda. Susah membandingkannya," katanya lagi.
Dalam menghadapi momen sebesar ini, Thompson pun mengaku telah mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari. Dia antara lain, sering menghabiskan waktunya berlatih di Sentul, Bogor. "Saya memilih Sentul karena di sana ada bukit, untuk meningkatkan kebugaran. Jantung Anda akan bekerja keras sedikit (di sana). Anda mendaki, bekerja keras, dan kemudian menurun di sisi lain bukit. Lalu saya akan berlari pulang dari Sentul ke rumah saya di Menteng," ujarnya.
"Sentul adalah lokasi yang nyaman di luar Jakarta. Tidak begitu jauh, dan udaranya pun segar. Ini membantu saya, karena saya akan berlari di jalanan menuju Jakarta (nantinya). Latihannya sangat sederhana, cukup berlari sebanyak-banyaknya," katanya pula.
Untuk membantunya berlatih, Thompson mengaku tidak punya pelatih khusus. Dia hanya berlari bersama beberapa orang kolega yang juga mempunyai hobi sama, di antaranya yaitu pengusaha muda Sandiaga Uno. Sementara, alasan Thompson memilih membantu yayasan yang didirikan untuk anak-anak yang bermasalah itu, terdengar sangat menyentuh dan beralasan. Yakni dia hanya ingin membantu anak-anak tersebut mendapatkan akses untuk perawatan dalam penyembuhan kanker atau pendidikan yang lebih baik.
"Bagi negara manapun, mereka (anak-anak) adalah masa depan. Anak-anak kadang memang bernasib malang, mereka hanya punya sedikit peluang. Bagi banyak orang, Anda harus menyadari betapa beruntungnya Anda dengan tak adanya masalah saat kelahiran. Dilahirkan di Skotlandia, kami punya layanan kesehatan nasional. Saya bisa saja terlahir di negara lain dengan perekonomian belum berkembang," jealsnya.
Cara Thompson untuk menggalang dana amal sendiri memang tidak biasa, dan itu diakuinya, bertujuan agar terlihat berbeda dari yang lain. "Ini adalah tantangan pribadi. Saya percaya, saya harus melakukan sesuatu yang cukup unik. Ini adalah siapa diri saya dan sosok saya sebenarnya. Scott Thompson harus melakukan sesuatu yang 'gila'. Ya, mungkin bukan gila, tapi sesuatu yang cukup ekstrem demi mendapatkan dana tersebut," katanya.
"Jika saya adalah selebriti atau orang terkenal, saya yakin akan ada banyak sponsor dan mereka akan mengumpulkan dana. Tapi bagi Scott Thompson, hal itu tak bisa dilakukan. Haruslah ada sesuatu yang sangat berat demi mendapatkan dana itu. Jika tidak, orang akan bosan pada Anda jika Anda hanya melukis, membuat sketsa, atau foto, lalu kemudian mencoba menjualnya. Atau (sekadar) lari 5 sampai 10 km. Tidak, lupakan itu. Anda harus benar-benar melakukan sesuatu. Jika saya bisa melakukan hal ini, pada akhirnya semua orang akan senang. Saya tak bisa melakukan sesuatu yang sederhana saja," urainya.
Meski demikian, Thompson menegaskan bahwa dirinya dalam hal ini tidak bermaksud untuk mencari sensasi. "Saya melakukan kegiatan ini untuk amal, dan saya melakukannya untuk dana itu. Saya harus memenuhi janji saya kepada para sponsor. 'Oke, kamu mau uangnya, kami ingin kamu berlari sampai ke Jakarta'," ujarnya mencontohkan permintaan sponsor kepadanya.
Dengan melakukan kegiatan ekstrim seperti ini demi menggalang dana amal, Thompson sendiri mengaku tak memiliki ketakutan sama sekali. Satu-satunya yang menjadi kekhawatiran terbesarnya, menurutnya adalah jika tidak bisa memenuhi janjinya berlari Bali-Jakarta.
"Itu akan menjadi kekecewaan terbesar. Tapi saya tak punya ketakutan dari sisi (kondisi) pribadi. Saya hanya harus mengantisipasi kelembapan, suhu, lalu lintas. Saya hanya harus berhati-hati. Hanya perlu memastikan tubuh Anda cukup air demi keseimbangan dalam tubuh. Semoag saja tak ada masalah," ucap Thompson.
Terakhir, untuk kegiatan lari keduanya ini, Thompson berharap semuanya akan berjalan lancar, seperti waktu dia menuntaskan misi Sahara Race. "Apa yang terasa membahagiakan adalah ketika Anda masuk garis finish dan merasakan tugas terselesaikan (dengan baik). Dan lalu Anda membilas badan di bawah shower; semua hari-hari buruk pun seolah terasa hilang. Anda hanya harus mengingat semua hal-hal baik. Saya percaya, setelah ini, berlari ke Jakarta akan sama saja (rasanya)," tutupnya.