Senin, BEM UI Demo Tolak Kenaikan BBM
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Faldo Maldini mengatakan BEM UI dipastikan menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di DPR, Senin (26/3).
Jumlah massa yang ikut dalam aksi tersebut sekitar 100-150 orang. Aksi ini insiatif BEM UI, bukan gabungan aliansi apa pun.
“Kami akan turun tanggal 26 Maret tapi apakah kami akan turun di tanggal 27 Maret sampai tanggal 1 April akan dibahas lagi nanti malam,” kata Faldo saat dihubungi SP, Sabtu (24/3).
Ketua Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia (Konami) Jati Pramestianto sebelumnya kepada Beritasatu.com, mengatakan ribuan mahasiswa akan tumpah ke jalanan ibukota, pada 27 Maret mendatang.
Faldo mengatakan BEM UI tidak tergabung dalam Konami melainkan bagian dari aliansi BEM seluruh Indonesia.
BEM UI sebelumnya sudah menggelar aksi serupa di DPR, Kamis (22/3). Selain unjuk rasa, mereka ingin audiensi dengan Komisi VII dan X DPR. Sayangnya, saat itu tidak ada anggota DPR yang masuk.
Faldo mengungkapkan, BEM UI akan menuntut tiga hal yaitu menolak kenaikan harga BBM, mengawal pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Pendidikan Tinggi, dan mengawal kasus indikasi korupsi di UI.
Dia menambahkan, aksi penolakan BEM UI atas kenaikan harga BBM adalah bentuk gerakan intelektualitas dan moralitas mahasiswa. Secara kajian, dia mengakui, harga kenaikan minyak dunia naik dan subsidi BBM tidak tepat sasaran.
Namun secara praktik, kenaikan harga BBM bisa menimbulkan syok di masyarakat seperti inflasi dan turunnya daya beli masyarakat.
“Sekarang saja, BBM belum naik tapi harga bahan pokok sudah naik. Siapa yang akan menyampaikan aspirasi orang-orang kecil ini kalau bukan mahasiswa,” tandasnya.
Dia meragukan pengalihan subsidi BBM ke sektor pendidikan dan kesehatan bisa tepat sasaran. Sebab, bantuan langsung tunai (BLT) yang selama ini dikucurkan pemerintah tidak tersalurkan ke pihak yang tepat.
Sementara, mantan Ketua BEM Fakultas Ekonomi UI, Dzulfian Syafrian, justru mendukung kenaikan harga BBM. Dia menyebutkan empat alasan. Pertama, subsidi BBM jelas tidak tepat sasaran karena hanya 10 persen orang terkaya menikmati lebih dari lima kali lipat subsidi BBM.
Kedua, alokasi subsidi BBM sebesar Rp 100 triliun lebih baik dialokasikan untuk perbaikan sekolah rusak, pembangunan fakultas, perbaikan jalan, serta subsidi pupuk atau benih untuk petani.
Ketiga, subsidi BBM adalah warisan kebijakan zaman orde lama dan orde baru. Keempat, sebagian besar dunia tidak lagi melakukan subsidi BBM karena BBM menjelma sebagai barang yang sangat mahal sehingga membebani keuangan negara.
“Bahkan yang menarik, negara komunis sekaliber China dan Vietnam tidak memberikan subsidi seperak pun. Misalnya, harga BBM di Vietnam sekitar 23.000 Dong Vietnam dan negara-negara lain lebih mahal lagi. Jadi hebat ya, Indonesia lebih sosialis dari negara komunis,” kata Dzulfian, yang saat ini duduk di tingkat IV FE UI.