Sistem Penerimaan PNS Harus Segera Dirubah
Sistem perekrutan pegawai negeri sipil (PNS) sekarang masih terpengaruh dengan sistem zaman Orde Baru, dimana rekrutmen dilakukan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan politis. Hal ini mengakibatkan 95 persen PNS tidak memiliki kompetensi khusus.
Hal ini disampaikan oleh Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, saat dihubungi Beritasatu.com, Kamis (01/03). Menurut Siti, pada zaman orde baru, pemerintah merekrut PNS sebanyak-banyaknya untuk kepentingan suara. Namun, begitu lepas dari rezim Soeharto dan memasuki era demokrasi, sistem ini masih juga digunakan.
"Kita harus mengakui sistem perekrutan kita belum memadai, tidak mengikuti kompetensi. Masih menggunakan mindset yang lama, padahal sudah zaman demokrasi. Birokrasi tetap menjadi ajang tarik-menarik politik," ujar Siti, Kamis (1/3).
Oleh karena itu, dalam perekrutan birokrasi di zaman sekarang harusnya lebih partisipatis, transparan, dan akuntabel.
"Untuk partisipatif sudah, namun dua lainnya itu masih susah. Terbukti 95 persen PNS yang tidak memiliki kompetensi khusus," tambahnya.
Sebelumnya, pada Kamis siang Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Abubakar mengatakan bahwa 95 persen PNS staf non-stuktural tidak memiliki kompetensi khusus.
Siti menambahkan, seharusnya sudah tidak ada lagi merekrut atas dasar kemanusiaan dan politik jika ingin para PNS yang menghuni birokrasi kita adalah orang-orang yang memiliki kompetensi.
"Sistem perekrutan kita terlalu banyak toleransi, bahkan kemungkinan kolusi dan nepotisme tidak tertutup sama sekali, sanak famili dijanjikan pekerjaan yang akhirnya ini menjadi blunder. Ini seperti puncak gunung es dengan 95 persen PNS tidak memiliki kompetensi khusus."
Untuk menyikapi permasalahan ini, Siti menyarankan adanya perekrutan PNS yang komprehensif. Selain itu juga bisa dengan pengaturan jenjang karir yang profesional sehingga dapat dibedakan mana PNS yang berdedikasi, mana pula yang tidak.
"Bisa juga dengan didorong pensiun dini untuk mengurangi jumlah PNS yang tidak memiliki kompetensi, atau moratorium. Namun, perlu dipikirkan kembali apakah moratorium itu positif dan efektif," ujar Siti.
Selain itu, perlu pula pelatihan khusus untuk para PNS untuk meningkatkan kompetensi para PNS dengan konsep yang diperbaharui. Siti menegaskan perlunya penanaman cara pikir baru untuk melayani masyarakat, bukan melayani atasan.
"Menjadi PNS itu adalah untuk melayani masyarakat. Memang perlu loyalitas ke atasan, namun tidak membabi buta," pungkasnya.