Sumbangan kampanye Dibatasi Rp5 Miliar
Belum selesai membahas empat isu krusial dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu, dua masalah baru secara resmi ditambahkan untuk dibahas di Panitia Khusus (Pansus) RUU itu, yakni soal belanja kampanye dan atribut, serta kuota caleg perempuan.
Anggota Pansus RUU Pemilu, Nurul Arifin, mengatakan biaya kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan, tidak boleh melebihi Rp1 Miliar. Sementara dana kampanye pemilu yang berasal dari sumbangan pihak lain, kelompok, perusahaan, maksimal Rp5 Miliar.
"Untuk caleg DPD, sumbangan dana kampanye yang berasal dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp250 juta. Dan sumbangan yang berasal dari kelompok atau perusahaan tidak boleh melebihi Rp500 juta," ujar Nurul, di Jakarta, hari ini.
Meski begitu, terang Nurul, isu tersebut masih menuai banyak perdebatan. Terutama soal aturan penerimaan dana dari pihak asing. Baik perusahaan maupun negara asing.
"Fraksi PKS secara tegas menginginkan pihak asing tidak boleh terlibat secara langsung dalam konteks pemilu," ujarnya.
Dalam penjelasannya, perlu dibedakan, apabila perusahaan itu kepemilikan sahamnya mayoritas asing, maka tidak boleh terlibat di dalam menyumpang dana kampanye.
Yang dimaksud dengan pihak asing adalah pemerintah asing, perusahaan asing, perusahaan yang sahamnya dimiliki asing, LSM asing, organisasi kemasyarakatan asing, dan warga negara asing.
"Semua topik terkait itu, khususnya soal pembatasan dana kampanye, masih debatable. Soalnya value uang berbeda dalam konteks jumlah pemilih atau luas wilayah. Harus jelas dulu mau didudukkan di mana," tandasnya.
Sementara yang belum jelas kesepakatannya adalah terkait perdebatan dana kampanye pemilu, apakah dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
Nurul menyatakan sempat terjadi perdebatan apakah sumbangan dalam hewan juga dimasukkan untuk diatur.
"Saya mengusulkan agar hewan dikonversi saja ke uang, karena tidak etis menyebutkan 'hewan politik'," kata dia.
Nurul mengatakan terjadi perdebatan keras dalam rapat tim perumus (Timus) RUU pada Selasa (6/3) malam mengenai belanja kampanye dan atribut dan kuota caleg perempuan.
"Akhirnya masalah dana kampanye dan belanja atribut, kuota perempuan, bersama empat isu krusial sebelumnya, akan dilaporkan dan diangkat pembicaraannya ke tingkat Pansus," kata Nurul, politisi asal Golkar, di Jakarta, Rabu (7/3).
Empat isu krusial yang sebelumnya ditetapkan untuk dibawa ke Pansus adalah soal Parliamentary Threshold, soal perubahan sistem pemilu, soal metode perhitungan suara, dan soal jumlah kursi per dapil.
Terkait masalah belanja kampanye dan atribut, ada beberapa poin yang sudah disepakati dan juga masih menjadi topik perdebatan panas diantara anggota DPR.
Yang sudah disepakati terkait penggunaan fasilitas pemerintah sebagai tempat kampanye seperti tempat ibadah dan pendidikan. Intinya, kata Nurul, semua sepakat penggunaan demikian dilarang, kecuali individu caleg diundang secara resmi oleh pihak penanggungjawab kegiatan tanpa menggunakan atribut kampanye.
"Misalnya orang datang melakukan ceramah akbar di masjid, mengisi seminar di kampus dan yang sejenisnya tidak dilarang sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye, dan syaratnya hanya bersifat individu," kata Nurul.
Terkait pemberitaan kampanye, awalnya draf RUU mengatur pelarangan kampanye iklan yang 'mengganggu kenyamanan'. Nurul menyatakan mayoritas anggota merasa kalimat demikian subyektif dan tidak memiliki tolak ukur yang jelas.
"Mestinya bahasa UU tidak boleh sumir dan tolak ukurnya harus jelas. Karena itu, kosa kata 'kenyamanan' dihapus," tutur Nurul.