DPR Diminta Kembalikan Anggaran Rumah Jabatan
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR didesak untuk mengembalikan anggaran negara sebesar Rp101 miliar untuk pemeliharaan rumah dan wisma DPR, agar bisa digunakan untuk program kerakyatan.
Uchok Sky Khadafi, dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), dalam dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Setjen DPR T.A 2012 berlabel "Rahasia" yang diperolehnya, tertera alokasi anggaran Rp101 miliar itu.
Rinciannya, alokasi anggaran untuk pemeliharaan rumah jabatan anggota (RJA) dan Wisma Peristirahatan DPR untuk tahun 2012 sebesar Rp98 miliar. Nilai itu meningkat dari nilai 2011 yang hanya sebesar Rp50,3 miliar.
Angka Rp98 miliar masih ditambah Rp3,1 miliar untuk program pemeliharaan ketertiban umum gedung, kantor, RJA, dan wisma DPR, yang diperuntukkan membayar honor pada tenaga honorer pamdal sebanyak 53 orang.
Angka Rp101 miliar itu masih ditambah dengan Rp2,9 miliar untuk pos registrasi kegiatan, yang merupakan pembayaran uang lelah pengelola adminitrasi pemeliharaan gedung, wisma griya sabha, dan kompleks RJA DPR.
Uchok menjelaskan, anggaran sebesar Rp98 miliar dipergunakan sebagian untuk pembayaran retribusi listrik, telepon, dan gas dalam Komplek RJA di Ulujami Jakarta Barat, RJA kalibata Jakarta Selatan, dan rumah Jabatan Pimpinan. DPR.
Selain itu, Rp85 miliar di antaranya digunakan untuk pos pembangunan rumah negara, disiapkan sebesar Rp85 miliar, dan tanpa penjelasan detil soal maksud pos itu.
"Terlalu besarnya alokasi anggaran pemeliharaan RJA dan wisma peristirahatan DPR adalah penyebab pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM. Inilah realitas nyata penjebolan APBN yang disadari oleh anggota dewan," tegas Uchok di Jakarta, hari ini.
Oleh karena itulah Fitra meminta Ketua BURT dan anggota dewan lainnya agar menghemat anggaran sebesar Rp101,1 miliar, dan bersedia merealokasikannya ke program-program kerakyatan.
"Lagipula sampai saat ini, banyak anggota dewan yang tidak menempati RJA. Lalu buat apa anggaran sebesar itu dibuang-buang untuk sesuatu yang tak jelas? DPR harus memilih mengembalikan uang itu ke negara," tandasnya.