Peta Terakhir di Parlemen dan Sistem Politik Kita
RUU Pemilu:
Setiap menjelang pemilihan umum (Pemilu), setelah reformasi pada 1998 lalu, Indonesia seolah selalu dalam keadaan darurat: belum jelas sistem Politik seperti apakah yang akan digunakan.
Pada Pemilu 2009 lalu, misalnya, Indonesia baru mempunyai UU Pemilu pada 3 Maret 2008.
Untuk Pemilu 2014 nanti, Indonesia kemungkinan besar sudah mempunyai Undang-undangnya pada Rabu, 11 April nanti.
Rancangan Undang-undang Pemilu sudah lewat dari pembahasan panitia khusus (Pansus) RUU Pemilu di Komisi II DPR dan tinggal menunggu pengesahan pada sidang paripurna Rabu nanti itu.
Sistem Terbuka
Peta terakhir konstelasi politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mayoritas fraksi tak menyepakati usulan Fraksi PDI Perjuangan agar sistem pemilu nasional diubah dari sistem terbuka menjadi sistem tertutup.
Dalam rapat pimpinan Pansus RUU Pemilu pada Minggu (8/4) malam, hanya PDI Perjuangan, PKS, dan PKB yang mendukung agar sistem pemilu tertutup. Sisanya mendukung dipertahankannya sistem terbuka.
"Pengecualian hanya pada Fraksi Gerindra yang menyatakan mereka siap dengan sistem terbuka atau tertutup," kata Nurul Arifin, anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, di Jakarta, Senin (9/4).
Sementara untuk angka Parliamentary Threhold (PT), sikap fraksi sudah berkisar di angka 3 persen hingga 4 persen saja, dan berlaku nasional.
Pendukung angka 3 persen adalah PDI Perjuangan, PPP, PKB, Hanura, dan Gerindra.
PAN sendirian mengusulkan angka 3,5 persen.
Sementara Partai Demokrat, PKS, dan Golkar mengusung angka 4 persen.
Untuk jumlah kursi per daerah pemilihan (Dapil), semua fraksi sepakat pada angka 3-10 kursi per-Dapil.
Sementara untuk sistem perhitungan suara dan kursi, mayoritas mendukung sistem kuota.
Hanya Golkar, PDI Perjuangan, dan PKS yang meminta agar sistem perhitungan suara menggunakan sistem webster.
Dengan demikian, kata Nurul, setidaknya ada tiga topik yang akan diselesaikan melalui mekanisme voting, yakni sistem pemilu, metode penghitungan suara, dan angka PT.
"Mengenai sistem voting, apakah sistem paket atau parsial akan dirumuskan di Pansus," kata Nurul.
Voting
Soal sistem voting, PDI Perjuangan mengusulkan agar menggunakan sistem voting paket, dalam artian semua isu yang belum selesai disepakati di atas akan divoting dalam satu paket.
Usulan ini didukung oleh mayoritas fraksi.
Sementara Partai Demokrat, yang didukung Golkar, mendesak agar voting dilakukan secara parsial alias voting isu per isu.
Partai Gerindra menyatakan siap untuk ikut apakah isu yang belum disepakati diselesaikan dengan voting paket ataupun parsial.
Apa pun, dengan musyawarah mufakat atau voting, RUU Pemilu ini akan segera menjadi UU Pemilu 2012, karena yang berhak memilih adalah (anggota) partai yang mempunyai kursi di parlemen.
“Belum ada mekanisme voting, tapi ini tak akan ramai seperti voting BBM," kata Viva Yoga Mauladi, Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Tak Punya Sistem Politik yang Permanen.
Kegemaran membuat UU Pemilu setiap menjelang Pemilu ini membuat Indonesia seolah selalu dalam keadaan darurat.
“Kita tidak pernah merasa pada satu tahap mengalami kepastian dari sistem politik yang kita bangun dan kita tatap ke depan. Yang terjadi di Indonesia tiap jelang Pemilu semua diubah,” kata Sebastian Salang, Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), beberapa waktu lalu.
Sebastian menyebut jangan-jangan desainnya memang selalu dibuat darurat, sehingga pemain-pemain politik bisa melakukan kompromi baru dan bisa bebas bersaing.
Celakanya, yang bisa bermain (dan bermain-main) dengan sistem politik (termasuk sistem Pemilu didalamnya) adalah mereka yang memenangkan Pemilu sebelumnya. Atau paling tidak, bagian dari pemenang.
Itulah yang akan terjadi pada sidang paripurna di DPR Rabu nanti.
Tak heran, partai-partai peserta Pemilu sebelumnya, yang terpangkas haknya, beramai-ramai berdemonstrasi ke gedung DPR, dan berkumpul dengan nama Barisan Partai Non-Parlemen (Banter), kemarin.
Jika RUU Pemilu 2012 itu nanti disahkan, partai-partai gurem itu harus melalui verifikasi lagi, tidak bisa langsung ikut Pemilu.
"Jika dalam revisi UU Pemilu yang saat ini dibahas DPR membatasi bahwa yang otomatis menjadi peserta Pemilu hanyalah partai yang di dalam parlemen maka itu jelas-jelas melanggar UU dan melanggar hak asasi partai peserta pemilu 2009 khususnya yang non parlemen RI,” kata Denny Tewu, Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS)
Denny menyatakan kebijakan seperti itu sangat tidak patut dan jauh dari sifat kenegarawanan.
"Jelas itu hanya menguntungkan sepihak dan jelas sekali sangat diskriminatif dan melanggar asas kepatutan," kata Denny.