DPR-Pemerintah Dinilai Lakukan Kejahatan Politik
Pemerintah dan DPR dinilai telah melakukan kejahatan politik yang sangat besar terkait pengesahan UU Pemilu yang dilakukan dalam Sidang Paripurna DPR, Kamis (13/4).
Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto menyatakan, kejahatan politik itu dilakukan oleh pemerintah dan DPR saat mereka menetapkan ambang batas parlemen 3,5 persen secara nasional.
Menurut Didik, penetapan ambang batas sama secara nasional tersebut bisa mengakibatkan dampak politik yang besar. Salah satunya, bisa menghilangkan dan merusak keaslian suara pemilih dalam pemilu.
"Kejahatan politik itu melanggar Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945, khususnya untuk prinsip pemilu jujur dan adil, karena ketika pemilih memilih anggota DPRD provinsi dan kabupaten kota cara hitung yang digunakan adalah cara hitung nasional," kata Didik, di Jakarta, hari ini.
Bukan hanya itu saja, kata Didik, penerapan ambang batas 3,5 persen tersebut juga akan meningkatkan risiko terbuangnya suara sebagai akibat dari tidak adanya pengalihan suara menjadi kursi. Menurut dia, kondisi tersebut bisa meningkatkan indeks disproporsionalitasan pemilu.
"Ada risiko pelanggaran konstitusi juga, ketika indeks disproporsionalitas tinggi, maka hasil pemilu tidak proporsional, padahal pemilu anggota legislatif kita menggunakan sistem pemilu proporsional sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E ayat 3 UUD 1945," kata Didik.