KPK Jilid III Dikritik tidak Bernyali
Empat bulan kepemimpinan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid III justru kinerjanya dinilai lebih lambat dari kepemimpinan KPK sebelumnya.
Belum satupun janji-janji Abraham Samad yang terpenuhi seperti yang dikatakan ketua KPK itu saat dia menjadi calon dan diuji kepatutan dan kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat.
"KPK sekarang lebih tidak bernyali dari KPK jilid II, ini kesimpulan sementara karena kasus-kasus yang ada tidak juga diungkap ke permukaan," kata Achmad Rifai, mantan pengacara KPK yang membela mantan pimpinan KPK Bibit-Chandra, di ruang pers DPR saat diskusi soal KPK, Kamis (19/4).
Padahal dalam 120 hari masa kepemimpinan KPK baru, institut tersebut dinilai harusnya sudah mulai bisa menunjukkan terobosan. Sayangnya hingga saat ini, tidak satupun kasus yang dinilai bisa hampir dituntaskan.
Mulai dari kasus Bank Century, kasus Wisma Atlet SEA 2011, kasus suap cek pelawat dan sejumlah kasus yang ditangani lembaga pimpinan Abraham Samad tersebut.
"Kasus Angelina (Sondakh) hingga saat ini belum ada kemajuannya, padahal sudah lama. Semestinya KPK harus lebih berani dari lembaga hukum lainnya ini tidak ada saya lihat," kata Rifai.
Pada kesempatan yang sama, Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane juga menilai KPK bekerja lamban dan belum membuahkan hasil memuaskan dari satu kasus pun.
Sebagai Komite Pengawas KPK, IPW mencatat ada sejumlah hal yang membuat Abraham Samad lambat bergerak.
"Kalau dievaluasi belum satupun janji-janji Abraham Samad terealisasi, janji-janji spektakuler namun belakangan hilang," kata Pane.
Faktor yang memperlambat kinerja pimpinan KPK yakni, Abraham Samad cs dibelenggu mafia birokrasi di KPK. Kedua, Abraham Samad cs dibelenggu solidaritas korps berlebihan dari Kepolisian dan Kejaksaan.
Ini akibat KPK tidak punya penyidik sendiri, sehingga sampai saat ini belum satu pun kasus korupsi kepolisian yang bisa dibongkar KPK.
"Karena ada semangat korps di sana," lanjut dia.
Ketiga, Abraham Samad cs dinilai tidak berdaya menghadapi korupsi lingkaran kekuasaan dan hanya berani bermain pada level retorika.
Selain itu menurut Neta layak diperhatikan persoalan insoliditas di tubuh KPK berembus kencang yang menghambat kemajuan penyelidikan dan penyidikan.
Tahun lalu, Kepolisian kata Neta bisa mengungkap hingga 29 kasus korupsi. Sementara KPK hanya sembilan.
Dia menilai institusi ini harus terus dipantau dan diawasi oleh para komite pengawas. Kalau tidak, kinerja KPK bakal tamat.
"Kami sekarang menjadi pesimistis terhadap Abraham Samad," imbuhnya.