Kuasa Hukum Minta Nazaruddin Segera Dituntut Bebas
Terdakwa kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games tahun 2011, Muhammad Nazaruddin, akan menghadapi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), hari ini, pukul 15.00 WIB.
Terkait tuntutan tersebut, salah satu penasihat hukum Nazaruddin, Junimart Girsang, mengatakan sudah seharusnya kliennya dituntut bebas. Sebab, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan penerimaan uang Rp4,6 miliar oleh Nazaruddin.
Sejauh ini, pembuktian uang Rp4,6 miliar coba diperlihatkan melalui lima buah cek, juga dari ucapan para saksi. Tanpa ada bukti materiil.
Namun, cek tersebut tidak pernah diterima langsung oleh Nazaruddin, melainkan oleh dua orang bagian keangan Permai Grup, yakni Yulianis dan Oktarina Furi. Sehingga, tidak bisa dibuktikan penerimaan suap atau gratifikasi.
"JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus objektif juga. Menurut hukum, tidak berlebihan menuntut dengan bebas karena uang Rp4,6 miliar tidak bisa dihadirkan. Nazaruddin kan didakwa melanggar Pasal 5, Pasal 12 dan Pasal 11 UU Tipikor. Tentukan harus disertai bukti-bukti. Tetapi, tidak ada satu bukti yang mendukung," ujar Junimart.
Karena itu, menurut Junimart, KPK selaku institusi penegak hukum harus objektif dan tidak memaksakan kehendak. Sehingga, layak menuntut bebas kliennya. Sebab, tidak ada bukti yang mendukung penerimaan sesuatu oleh Nazaruddin selaku anggota dewan.
"Kita sangat optimis bahwa beliau akan dituntut bebas," ungkap Junimart.
Untuk diketahui, Nazaruddin terancam dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun penjara dan membayar denda paling banyak Rp1 Miliar, akibat kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet.
JPU mengatakan, atas penerimaan tersebut, dalam dakwaan pertama, Nazaruddin, dijerat dengan Pasal 12 huruf b UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebab, terdakwa selaku penyelenggara negara atau anggota dewan diduga menerima lima lembar cek dari Manajer Marketing PT DGI, Mohammad El Idris. Di mana, patut diduga cek diberikan terkait karena terdakwa telah mengupayakan PT DGI mendapat proyek pembangunan wisma atlet.
Selain itu, JPU mengatakan, uang Rp4,6 miliar kepada terdakwa adalah realisasi pemberian fee 13 persen yang telah disepakati sebelumnya. Di mana, atas bantuan terdakwa PT DGI mendapatkan proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.
"Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan dakwaan kedua, yaitu Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 Ayat (1) UU Tipikor. Dan dakwaan ketiga, melanggar Pasal 11 UU Tipikor," kata Jaksa Kadek.
Jaksa mengatakan, dua cek pertama diterima sekitar bulan Februari 2011, dengan nilai masing-masing Rp1.065.000.000 dan Rp1.105.000.000, yang dicairkan pada 25 Februari 2011.
Kemudian, dua cek berikutnya diterima beberapa hari sebelumnya. Dengan nilai, masing-masing Rp1.120.000.000 dan Rp1.050.000.000. Dan satu lembar cek yang diterima pada Maret 2011 senilai Rp335.700.000. Sehingga, jumlahnya menjadi Rp4,6 miliar.
Namun, Nazaruddin membantah adanya penerimaan tersebut. Sebab, dia tidak merasa menerima dan menikmati uang tersebut.
Menurut Nazaruddin, dia tidak tahu sama sekali perihal proyek Wisma Atlet. Sebab, tidak diperintahkan oleh Anas Urbaningrum yang diakui sebagai pemilik Permai Grup untuk menangani proyek pembangunan senilai Rp 191 miliar tersebut.