Memimpikan Kemajuan Negara Ini

Minggu, April 29, 2012 0 Comments

Inilah pengalaman pertama saya mengunjungi Yogyakarta: naik KRL Ekonomi Progo jurusan Lempuyangan dari Pasar Senen (itu pun berjuang naik commuterline juga dari Bogor).

Naik KRL Progo adalah satu-satunya pilihan karena mendadak. Tapi di sini bukanlah pengalaman mengunjungi Yogya yang ingin saya ceritakan. Yang ingin dibagi di sini adalah “perjuangan” sepanjang masa (?) masyarakat Indonesia  dengan akses transportasi yang penuh dengan ‘penderitaan’.

Sejenak saya mengingat pengalaman menaiki kereta api ekspres di Jepang dan sejumlah negara di Eropa. Lintas negara, lintas daerah, bahkan bisa membelah lautan. Semua terakses dengan baik. Jarak menjadi  begitu mudah untuk ditempuh: tinggal naik, entah berdiri atau duduk, tidur atau tidak, semua penumpang merasa bahwa jarak menjadi tidak masalah. Kenyamanan di dalam kereta juga tidak pernah menjadi masalah.

Membayangkan arus mudik lebaran membuat bulu kuduk saya berdiri. Betapa sulit membayangkan ketika ribuan orang berjubelan tanpa ruang untuk bergerak bebas demi sebuah tujuan: pulang kampung.

Ada ribuan manusia rela mengantre tiket berhari-hari demi sebuah tujuan: pulang! Bahkan demi “pulang” itu mereka berani mempertaruhkan nyawa untuk berjam-jam (Jakarta-Yogya-9 jam perjalanan) duduk di batas gerbong atau juga duduk di atas gerbong.

Kemajuan sebuah bangsa dilihat dari tingginya mobilitas masyarakatnya. Mobilitas antar pulau di Indonesia ataupun mobilitas antar daerah di dalam pulau sendiri sangat tinggi: Indonesia, bangsa 250 juta manusia.

Commuterline  jurusan Bogor-Jakarta Kota, hampir setiap harinya memindahkan 1 juta manusia ke tempatnya masing-masing di dalam jurusan tersebut. Saya sendiri adalah salah satu dari kelompok manusia yang mengalami ketika ruang gerak saya – bahkan untuk bernapas atau sekadar bersin – sungguh tak tersedia.

Di hari-hari liburan, sebagai orang Indonesia yang memiliki banyak tempat yang indah yang bisa untuk dikunjungi, saya lebih memilih berada di rumah hanya dengan satu alasan: transportasi. Betapa liburan yang seharusnya membawa kelegaan: refreshing hanya akan membuat saya stres.

Saya bertanya kepada lima teman saya melalui akun twitter saya @miketakuttikus: apa alasan utama kamu tidak bepergian di akhir pekan? Mereka akan menjawab bahwa penghasilan mereka tak cukup untuk beli mobil pribadi dan juga tidak mampu membeli karcis transportasi yang nyaman.

Lah? Hubungannya apa? Tanya saya. Mereka menjawab, hubungannya jelas bahwa betapa tidak bersedianya mereka melakukan perjalanan menggunakan transportasi massal yang murah. Alasannya tidak nyaman. Mereka hanya akan mau bepergian ketika pendapatan mereka sudah cukup dan mereka mampu membeli mobil dan memilih menyetir sendiri ke tempat rekreasi yang diinginkan.

Mereka akan menunggu pendapatan mereka meningkat baru memilih menabung untuk membeli paket perjalanan wisata yang nyaman dan membuat mereka benar-benar menikmati liburan. (Entah kapan penghasilan mereka itu akan naik…)

Kita telah membunuh sejumlah potensi yang kita miliki hanya karena transportasi yang membuat masyarakat stres. Alih-alih membeli gerbong yang banyak, atau mungkin kereta kapsul (seperti yang dimiliki negara-negara maju).

Negara kita lebih memilih menggunakan Rp700 triliun untuk aparatur negara dari total APBN sekitar Rp1000 triliun. Lalu kapan masyarakat bisa merasakan sebuah situasi di mana mereka bepergian dengan pelayanan transportasi yang lebih “manusiawi”?

China juga mempunyai saat-saat ketika masyarakatnya yang miliaran itu juga merayakan tahun baru. Mereka harus mudik dan dulu ribuan orang mati demi mudik. Suatu hal yang tidak manusiawi.

Negara yang getol ditekan Amerika soal minimnya penghargaan terhadap kebebasan manusia itu pun akhirnya sadar bahwa masyarakat adalah manusia yang harus dilayani dengan berbagai pelayanan publik. Meski motivasinya adalah pembangunan ekonomi sebesar-besarnya, namun China mampu menyediakan transportasi yang sangat nyaman untuk rakyatnya saat ini.

Saya kembali kepada situasi mudik lebaran: kapan masyarakat bisa menikmati sebuah arus mudik yang tidak padat? Tentu pemerintah akan menangkis pertanyaan saya ini dengan berbagai argumen: menyediakan infrastruktur itu sulit, mahal, dan sebagainya! Lalu? Kok korupsi triliunan rupiah uang yang sebenarnya bisa untuk infrastruktur itu begitu mudah?

Suatu saat saya ingin bermimpi (saya belum ingin bermimpi sekarang! Karena terasa tidak mungkin untuk bermimpi saat ini): saya ingin ke Stasiun Senen, membeli karcis dengan mudah, naik kereta tanpa desak-desakkan, tidak mencium aroma “bau pipis”, mendapat akses makanan sehat di kereta api, bisa tidur dengan nyaman, dan cepat tiba di tujuan. Sanggupkah pemerintah mewujudkan mimpi saya? Apa yang saya impikan ini adalah hal-hal mudah kok untuk dilakukan.

Saya menantang pemerintah untuk berbuat. Jangan membangun citra terus ketika rakyat bercucuran keringat sangat deras dan pemerintah tidak pernah  mengalami bagaimana ‘sedapnya’ berjubelan naik KRL Ekonomi.

Mengoptimalkan pelayanan publik termasuk  kenyamaan transportasi massal bukanlah tugas saya: namun ketika ada pihak yang mengatakan bahwa untuk mewujudkan itu semua sulit dan butuh proses, mending ia mundur dan jangan terus-terusan berada di posisi itu. Makan gaji buta dan tak berbuat apa-apa untuk rakyat. Biarkan orang lain yang lebih tahu yang menanganinya!

Saya hanya memimpikan negara ini maju suatu saat…

Mudah-mudahan dari transportasinya dulu yang maju…

Semoga!

Ditulis di Gerbong 5 KRL Progo Jakarta-Yogya, Stasiun Cirebon, 12:19 am, 17 April 2012

Michael Carlos Kodoati
Aktivis HAM

Direktur Gerakan Nasional Bikin Pintar Anak Pesisir Indonesia (Bandung)

DAVINA NEWS

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.